JAKARTA, KOMPAS.TV – Resesi dan krisis biaya hidup masyarat global akibat inflasi selain memberikan tekanan, di sisi lain juga memberi keuntungan tersendiri bagi sejumlah pengusaha Indonesia. Ada beberapa komoditas ekspor yang kinerjanya dinilai tetap bertahan di tengah krisis ekonomi global.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berpendapat, kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini banyak didominasi komoditas CPO, batubara, dan besi baja yang harganya juga meningkat.
Dengan kata lain, perlambatan ekonomi global tidak berpengaruh terhadap kinerja ekspor komoditas-komoditas utama tersebut karena ada efek kenaikan harga.
Namun, jika dilihat dari sisi ekspor barang-barang jadi atau konsumsi (consumer goods), permintaan di negara-negara dengan inflasi tinggi, seperti Amerika Serikat dan kawasan Uni Eropa, memang turun.
China juga lebih kurang sama. Akan tetapi, permintaan China semakin membaik setelah sejumlah wilayahnya dibuka.
“Hanya saja perlambatan ekonomi itu tidak semata-mata dipengaruhi oleh krisis di negara tersebut, tetapi juga kebijakan lockdown, penurunan insentif pandemi Covid-19, dan efek normalisasi permintaan yang tertunda,” jelasnyas, dikutip dari Kompas.id, Rabu (28/9/2022.
Baca Juga: Hampir Sama, Ini Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi
Adapun Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menguatkan pernyataan tersebut bahwa pengusaha Indonesia bisa merugi atau untung akibat krisis biaya hidup masyarakat global, imbas dari ketidakpastian ekonomi saat ini.
Gapki dalam hal ini justru melihat ada keuntungan yang bisa diambil oleh para eksportir minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
“Kami yakin CPO dan produk turunannya itu tetap akan dibutuhkan masyarakat global di tengah krisis biaya hidup yang mereka alami. Biodiesel juga bisa menjadi alternatif sumber energi di sejumlah negara saat harga bahan bakar minyak tinggi,” ujarnya.
Tak hanya itu, sejumlah negara yang ekonominya masih tumbuh positif, seperti India, juga masih membutuhkan CPO dan produk turunannya.
Adapun China juga sudah mulai membuka sejumlah wilayahnya untuk menggeliatkan kembali perekonomian.
Depresiasi rupiah terhadap dollar AS, lanjutnya, juga memberikan keuntungan tersendiri bagi eksportir CPO dan produk turunannya di tengah penurunan harga CPO. Hal itu bisa mengompensasi penurunan harga CPO global.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot pagi ini menguat 35 poin atau 0,23 persen ke posisi Rp15.232 per dolar AS, dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.267 per dolar AS.
Baca Juga: Apa itu Resesi? Berikut Penjelasan dan Faktor Penyebabnya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.