JAKARTA, KOMPAS.TV – Volume stok minyak sawit sudah mencapai jutaan ton. Untuk itu, upaya pengosongan tangki pabrik pengolahan kelapa sawit dinilai makin genting karena supaya bisa mendongkrak harga tandan buah segar sawit di tingkat petani.
Ekonom dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani terjun bebas setelah ada pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada akhir April 2022.
Kemudian, setelah aturan itu dicabut dan digantikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) disertai batasan harga (DPO) pada akhir Mei 2022, harga TBS justru makin anjlok.
“Solusi mendesak saat ini ialah merelaksasi ekspor CPO secara maksimal guna menyerap tumpukan stok. Pemerintah memang telah menghapus pungutan ekspor sawit. Namun, upaya percepatan ekspor lain mesti dilakukan,” ujarnya dalam diskusi Kompas Talks bertajuk ”Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara”, Kamis (21/7/2022).
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah PASPI, stok akhir minyak sawit pada Januari-Mei 2021 mencapai 3,07 juta ton.
Baca Juga: Atasi Masalah Sawit, Pemerintah Minta BPKP Audit Tata Kelola Industri Sawit dari Hulu hingga Hilir
Sementara,pada Januari-Mei 2022 jumlahnya melonjak menjadi 7,23 juta ton. Tumpukan stok minyak sawit di tengah panen yang diproyeksikan meningkat pada Agustus 2022 bakal menghambat penyerapan tandan buah segar petani.
Menurut Tungkot, volume itu sangat besar sehingga upaya menyerapnya perlu kerja ekstra. Selain itu, DMO juga harus dievaluasi. Jangan justru memperlambat ekspor lagi.
“Paling tidak, dalam dua bulan ke depan, DMO seharusnya direlaksasi dan DPO tidak diterapkan karena tidak relevan lagi,” katanya.
Tapi, lanjutnya, upaya mendorong ekspor itu bukan berarti seluruh produksi digelontorkan ke pasar internasional. Sebab, hal itu akan membuat harga CPO internasional makin jatuh mengingat posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Oleh karena itu, penyerapan dalam negeri juga mesti dipercepat, antara lain melalui program pengembangan energi.
Sebelumnya, pemerintah menerapkan kebijakan DMO dan DPO guna mengendalikan pasokan minyak sawit dalam negeri. Langkah itu ditempuh seiring melambungnya harga CPO internasional.
Lewat DMO dan DPO, pemerintah berharap pasokan bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri tetap terpenuhi sehingga gejolak harga minyak goreng tertangani.
Adapun, Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung juga mengungkapkan bahwa solusi ke depan, seperti telah disepakati pemerintah adalah pembangunan pabrik minyak makan merah di sentra perkebunan kelapa sawit rakyat.
Hal itu menjadi semangat untuk menghindari kelangkaan minyak goreng di masa mendatang.
Menurutnya, jika 22 provinsi penghasil sawit masing-masing membangun lima pabrik, kebutuhan minyak goreng atau minyak makan merah dalam negeri akan terpenuhi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.