JAKARTA, KOMPAS.TV – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menilai peningkatan harga komoditas energi yang terus meningkat pada awal tahun 2022 menjadi angin segar bagi prospek penerimaan negara.
Sebut saja harga minyak Brent, pada perdagangan Rabu 23 Februari 2022 ditransaksikan Rp 93,91 per barel atau naik 0,57 persen dari perdagangan di hari sebelumnya.
“Secara umum kenaikan harga minyak akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara, terutama Pajak Penghasilan (PPh) Migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA,” tutur Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) BKF Wahyu Utomo, Rabu (23/2/2022), seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Baca Juga: SKK Migas Kawal Pengeboran 900 Sumur Migas di 2022
Dalam hal ini, Wahyu tidak merinci betapa potensi tambahan penerimaan negara dari sini. Namun, bila merujuk dalam buku nota keuangan, setiap kenaikan Indonesian Crude Price atau ICP US$ 1 per barel akan menambah penerimaan negara hingga Rp 3 triliun.
Hal itu terdiri dari potensi penerimaan perpajakan sebesar Rp 800 miliar dan potensi PNBP hingga Rp 2,2 triliun.Tapi, Wahyu juga menyebutkan, selain meningkatkan potensi penerimaan, tak menutup kemungkinan ini akan menambah belanja negara terutama dari sisi subsidi energi.
Merujuk kembali dalam nota keuangan, dengan kenaikan ICP US$ 1 per barel, akan mengerek belanja negara sebesar Rp 2,6 triliun dan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1,9 triliun.
Terakit ini, Wahyu kemudian menegaskan, meski ada potensi peningkatan belanja, pemerintah akan tetap bisa menjaga defisit APBN 2022 tetap terkendali dan dalam batas yang aman.
Baca Juga: BBM dari Minyak Sawit Tengah Diuji Coba oleh Pemerintah, Rencana Produksi 238,5 Kiloliter per Hari
Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.