JAKARTA, KOMPAS.TV - Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi TNI-Polri dalam upaya penyelamatan pilot Susi Air asal Selandia Baru Phillip Mehrtens yang diduga disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua.
Ketiga tantangan tersebut diungkapkan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) Laksda (Purn) Soleman Ponto dalam program Kompas Petang, Kamis (9/2/2023).
"Ya (tantangan) paling besar adalah ya mau cari posisinya ada di mana sekarang. Kalau posisinya belum tahu, ya gimana, kayak mencari jarum di antara jerami. Itu yang pertama," kata Soleman.
"Yang kedua, setelah tahu kondisi lapangan di sana, seperti apa sulitnya. Apakah mereka tahu jalan? Para penculik ini yang lebih tahu jalan."
"Baru yang ketiga, operasi ini operasi apa? Military operation atau law enforcement? Ada tentara atau polisi? Kalau tentara polisi gabung, nah ini masalah lagi. Dari saya, tiga itu masalah yang tidak mudah untuk diatasi," tuturnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY dibakar di Bandara Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua, pada Selasa (7/2/2023) lalu.
Pesawat tersebut rencananya akan menjemput 15 pekerja bangunan Puskesmas Paro yang sempat mendapat ancaman dari KKB.
Baca Juga: Evakuasi Pilot Susi Air Terkendala Akses yang Terbatas di Distrik Paro Papua
Ke-15 pekerja bangunan sendiri berhasil diselamatkan oleh Satgas Damai Cartenz tapi keberadaan sang pilot masih belum diketahui.
Dari sinyal GPS yang diterima pada Selasa sebelum tidak berfungsi atau mati, posisi pilot Phillip Mehrtens sempat terdeteksi berada 2,3 km dari Bandara Distrik Paro.
Menurut Soleman Ponto, GPS tersebut memang sengaja dimatikan agar posisi pilot Susi Air tersebut tidak diketahui.
"Itu GPS sengaja dimatikan sehingga posisinya tidak tahu di mana. Di hutan belantara Papua seperti itu, kalau kita tidak tahu posisinya di mana, malah bisa-bisa yang mencari itu tersesat sendiri di dalamnya," tuturnya.
Sementara mengenai kenapa yang disandera warga negara asing, Soleman Ponto menilai bahwa yang disandera bisa siapa saja yang datang karena mereka ingin menunjukkan eksistensi.
"Kalau saya meyakini mereka itu tidak tahu negara mana, pilot asing atau bukan, jadi random saja. Siapa yang datang, itu yang disandera," kata dia.
"Ini ditahan, disandera, tidak bisa jalan, lalu pesawat dibakar. Supaya memperlihatkan eksistensi mereka itu," ucapnya.
Baca Juga: 15 Sandera KKB Berhasil Diselamatkan, Kini Fokus TNI-Polri Evakuasi Pilot Susi Air!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.