Tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat keamanan ke arah tribun di Stadion Kanjuruhan, Malang, disebut para saksi mata menjadi biang kerok yang menyebabkan kepanikan dan 125 orang meninggal serta lebih 300 lainnya luka-luka.
Stadion Kanjuruhan memiliki 14 tribun (pintu masuk) kelas ekonomi dan satu tribun VIP.
Lautan awan putih akibat gas air mata disebut menutupi wilayah bagian tribun 10-14 di sisi selatan stadion yang dipenuhi dengan orang tua, balita, anak-anak, dan kelompok remaja.
Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau mewawancarai sejumlah saksi yang menceritakan menit-menit mematikan Sabtu lalu (01/10) itu dari beragam posisi para penonton.
Mereka adalah Andika Bimantara dan Muhamad Dipo Maulana yang berada di tribun VIP.
Lalu, Fahryanto Bagustuza di tribun 7-8. Risma Eko Widianto berada di tribun 12 dan Chandra Dirawan di tribun 14.
Fahryanto (21 tahun) dan Dipo Maulana (21 tahun) meluncur menggunakan sepeda motor bersama temannya dari Kota Malang menuju Stadion Kanjuruhan, dari pukul 16:00 dan tiba sekitar pukul 18:00 WIB.
Mereka menghabiskan waktu hingga dua jam dari yang biasanya cukup ditempuh sekitar 40 menit karena jalan yang padat oleh para pendukung tim Arema Malang, atau dikenal Aremania.
Sementara Risma Eko (18 tahun) tiba lebih awal sekitar pukul setengah lima sore. Dia dan teman-teman yang lain melakukan latihan koreografi untuk ditampilkan saat laga berlangsung.
Dua yang lain, Andika Bimantara (25 tahun) dan Chandra Dirawan (19 tahun) tiba antara pukul 18:00-19:00.
Senada, mereka semua menceritakan, situasi saat itu 'dibanjiri' dengan pendukung lautan biru, warna kebanggaan tim Arema Malang.
Tidak ada pendukung tim lawan, Persebaya yang diizinkan menonton karena alasan keamanan.
Tepat pukul 20:00 WIB, pertandingan Arema Malang lawan Persebaya di mulai.
Andika dan Dipo menyaksikan dari tribun VIP.
Sementara Fahryanto seorang diri di tribun 7-8, Eko di tribun 12 dan Chandra di tribun 14.
Mereka mengatakan laga pertama berlangsung panas. Masing-masing tim saling menjebol gawang lawan dan tercipta skor dua sama.
Tapi panasnya laga tidak menimbulkan aksi kekerasan di kursi penonton, yang terdengar adalah kata-kata "kasar" dan kekecewaan yang terucap.
Ketika turun minum, kata Chandra, di tribun 13 - di sebelah tempat dia menonton - beberapa penonton berkelahi dan diamankan aparat keamanan.
Fahryanto juga melihat insiden di tribun 13 itu. Dari tribun 7-8, dia melihat beberapa orang mengejar yang lain.
Selebihnya, menurut mereka tidak ada insiden besar, hanya nyanyian yel-yel yang bersaut-sautan.
Babak kedua pun dimulai. Kedua tim bergantian saling menyerang. Namun pada menit 51, Persebaya mencetak gol.
Dalam situasi tertinggal, Eko yang nonton dari tribun 12 menceritakan, para penonton terlihat memanas.
Terdengar ucapan-ucapan kasar yang ditujukan kepada baik pemain Arema maupun Persebaya.
Situasi yang sama juga digambarkan oleh narasumber yang lain, hingga akhirnya memasuki 10 menit akhir pertandingan.
Menurut pengamatan Chandra, beberapa penonton mulai melemparkan plastik berisi air ke lapangan. Alasannya karena beberapa pemain Persebaya, menurutnya, terlihat mengulur-ulur waktu.
Dari tribun Fahryanto, terlihat beberapa penonton juga mulai melempari nasi bungkus dan kantong plastik air.
Arema pun semakin menyerang, namun selama 90 menit plus tujuh menit waktu tambahan, tidak ada gol yang disarangkan.
Pertandingan pun diakhiri dengan kemenangan Persebaya 3-2.
Usai peluit panjang, tanda akhir pertandingan dibunyikan, polisi segera mengawal pemain Persebaya untuk masuk ke ruang ganti.
Sementara di lapangan, terlihat pemain Arema tertunduk lesu. Lalu mereka, mendatangi tribun penonton untuk menyampaikan permintaan maaf.
Kejadian itu berlangsung sekitar 10-15 menit. Belum ada satu pun penonton yang turun ke lapangan.
Situasi tersebut disebut cukup hening karena penonton masih belum menerima kekalahan.
Lalu, seorang pemain Arema menuju depan tribun 7-8, menurut kesaksian Fahryanto. Terlihat satu orang penonton, yang diikuti tiga di belakangnya, turun ke lapangan dari tribun 9 dan 10.
"Penonton menghampiri pemain Arema, terlihat menunjuk ke pemain, seperti meluapkan kekecewaanya. Lalu ia dirangkul pemain itu.
Tapi polisi datang, menghalau penonton, dan melakukan tindakan represif, ditarik bajunya, dipukul hingga jatuh," kata Fahryanto.
Tiga teman di belakangnya mencoba menolong, namun kembali mendapatkan hantaman keras dari polisi.
"Satu tergeletak, tiga di belakangnya dipukul polisi dan melawan," kata Fahryanto.
Andika dari tribun VIP juga melihat kejadian tersebut.
Menurutnya, satu atau dua orang penonton mendatangi pemain Arema namun dipukul mundur oleh aparat keamanan.
"Mereka dipukul tongkat sampai jatuh tergeletak, namun bisa bangkit lalu kabur," kata Andika.
Melihat tindakan pemukulan polisi itu, ratusan penonton dari segala penjuru tribun, disebut melompat pagar pembatas tribun dan turun ke lapangan yang berjarak setinggi sekitar enam meter.
Fahryanto melihat, kumpulan penonton yang turun pertama kali berasal dari tribun 12. Lalu serentak diikuti oleh ratusan dari tribun lain.
"Di lapangan mereka bentangin poster, bentrok dengan polisi, menolong rekan penonton lain yang terluka," kata Fahryanto.
Sementara Dipo melihat, ratusan penonton yang turun pertama kali berasal dari tribun 7-8 yang berbarengan dari tribun 10 hingga 12.
Dari tribun 12 sendiri, Eko mengatakan hal yang sama.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.