> >

NFT Bisa Laku Mahal, Bagaimana Potensi Pencucian Uang di Dalamnya?

Internet | 16 Januari 2022, 07:50 WIB
Ilustrasi. NFT termahal sepanjang tahun 2021. Berkembangnya NFT membuatnya berpotensi menjadi alat pencucian uang. (Sumber: Twitter/Cru9xe)

“Hal-hal ini (aset digital) secara alami terisolasi dari dunia nyata dan punya interoperabilitas dengan tingkat tertentu, membuatnya sangat mudah dijadikan alat pencucian uang bagi kriminal,” kata Gou dikutip South China Morning Post.

China sendiri berupaya meregulasi aset digital untuk mencegahnya menjadi medium tindak kriminal. Menurut Gou, ada lebih dari 50 yuridiksi di China yang telah atau sedang menggodok kerangka regulasi bagi aset digital seperti NFT.

NFT: Antara demokratisasi dan alat kriminal

Menurut Allison Owen dan Isabella Chase, pengamat Royal United Services Institute, lembaga wadah pemikir asal Inggris Raya, janji demokratisasi NFT memang menggoda bagi kalangan seniman.

Melalui NFT, seniman tak perlu khawatir tak mendapatkan balas jasa walau karyanya diduplikasi secara bebas ribuan kali. Pasalnya, yang dibayar untuk aset NFT adalah berkas digital yang membuktikan orisinalitasnya.

Baca Juga: Melacak Kekayaan Arkeoastronomi Indonesia Lewat NFT

Berkas itu hanya ada satu dan tercatat dalam blockchain. Kendati satu karya disebarkan atau diduplikasi berulang kali, pemilik karya orisinal tetaplah hanya satu.

Hal tersebut sama-sama menguntungkan pihak seniman maupun kolektor. Pasalnya, melalui NFT, karya digital bisa dihargai kepemilikannya sebagaimana karya seni di dunia nyata.

Selain itu, NFT juga memungkinkan kontrak pintar yang memungkinkan royalti secara otomatis masuk ke dompet kreator ketika karyanya terjual kembali.

Menurut Owen dan Chase, agar pasar menjanjikan NFT tak digerogoti kriminal, regulasi untuk menekan risiko pencucian uang perlu diterapkan.

Mereka menyarankan prinsip know your customer (KYC) dan monitoring diterapkan sebagaimana di pasar karya seni tradisional.

“Pasar NFT wajib memastikan ada opsi untuk autentifikasi dua-faktor (2FA) untuk konsumen dan mengonfirmasi bahwa kebijakan keamanan siber diterapkan untuk melindunginya dari peretas oportunis,” tulis Owen dan Chase.

Interpol dan Europol sendiri pernah mengadakan konferensi yang membahas potensi kejahatan keuangan di pasar NFT dan mata uang kripto. Konferensi itu menghasilkan tujuh poin pendekatan yang disarankan kepada pihak-pihak terkait, yakni:

  1. Kerja sama internasional,
  2. Pemulihan aset virtual,
  3. Kerja sama sektor publik-swasta,
  4. Harmonisasi regulasi dan implementasi yang efektif,
  5. Pengembangan teknik dan teknologi investigasi,
  6. Pengembangan kapasitas; serta
  7. Pendekatan multidisiplin, termasuk melalui unit penegak hukum khusus.

Baca Juga: Bentuk Lain Kripto yang Digadang-gadang Lebih Berharga, Minat terhadap Aset NFT Semakin Meroket!

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU