> >

Apakah Onani Membatalkan Puasa? Begini Penjelasan Hukumnya

Beranda islami | 12 Maret 2024, 19:07 WIB

Ilustrasi masturbasi atau onani. Apakah onani membatalkan puasa? (Sumber: Shutterstock/Marko Aliaksandr via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bagaimana hukum melakukan onani saat menjalankan ibadah puasa? Banyak yang bertanya tentang hukum melakukan onani tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), onani adalah aktivitas pengeluaran mani (sperma) tanpa melakukan sanggama.

Onani, yang juga dikenal sebagai masturbasi, merupakan tindakan merangsang diri sendiriu secara seksual dengan tujuan mencapai kenikmatan atau pelepasan seksual. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau alat bantu seksual. 

Lantas bagaimana dampak hukum karena onani atau masturbasi saat sedang menjalankan ibadah puasa? 

Onani saat Berpuasa

Dilansir dari Jatim.nu.or.id, untuk membahas masalah ini ada empat kata kunci terkait yaitu onani/masturbasi (istimna’), orgasme yang ditandai dengan ejakulasi (inzal), kontak fisik laki-laki dan perempuan berupa sanggama/hubungan badan atau lainnya (mubasyarah), dan pembatalan puasa (ifthar). 

Penjelasan mengenai onani dalam kaitannya dengan ibadah puasa dapat ditemukan antara lain pada kitab Al-Majmu’ berikut ini: 

 إذا استمنى بيده وهو استخراج المنى افطر بلا خلاف عندنا لما ذكره المصنف 

Artinya: Bila seseorang melakukan onani dengan tangannya–yaitu upaya mengeluarkan sperma–, maka puasanya batal tanpa ikhtilaf ulama bagi kami sebagaimana disebutkan oleh penulis matan (As-Syairazi). (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman: 286). 

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa Hari Ini 12 Maret 2024 di Surabaya, Malang dan Sekitarnya, Cek di Sini

Dalam kitab tersebut, dijelaskan pula aktivitas onani yang dilakukan hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa karena kesamaan ejakulasi yang disebabkan mubasyarah.

وان استمنى فانزل بطل صومه لانه انزال عن مباشرة فهو كالانزال عن القبلة ولان الاستمناء كالمباشرة فيما دون الفرج من الاجنبية في الاثم والتعزير فكذلك في الافطار 

Artinya: Jika seseorang beronani lalu keluar mani atau sperma (ejakulasi) maka puasanya batal karena ejakulasi sebab kontak fisik (mubasyarah) laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan ejakulasi sebab ciuman. Onani memiliki konsekuensi yang sama dengan kontak fisik pada selain kemaluan antara laki-laki dan perempuan, yaitu soal dosa dan sanksi takzir. Demikian juga soal pembatalan puasa. (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/284). 

Dalam Mazhab Syafi'i, terdapat perbedaan konsekuensi hukum antara inzal yang disebabkan oleh sentuhan fisik dan inzal yang timbul semata karena pikiran jorok atau pandangan syahwat.

Inzal akibat sentuhan fisik dapat membatalkan puasa, sementara inzal yang hanya terjadi karena pikiran atau pandangan syahwat tidak membatalkan puasa.

 المني إذا خرج بالاستمناء أفطر وإن خرج بمجرد فكر ونظر بشهوة  لم يفطر وإن خرج بمباشرة فيما دون الفرج أو لمس أو قبلة أفطر هذا هو المذهب وبه قال الجمهور    

Artinya: Sperma jika keluar (ejakulasi) sebab onani, maka puasa seseorang batal. Tetapi jika mani keluar dengan semata-mata pikiran dan memandang dengan syahwat, maka puasanya tidak batal. Sedangkan ejakulasi sebab kontak fisik pada selain kemaluan, sentuhan, atau ciuman, maka puasanya batal. Ini pandangan mazhab Syafi’i. Demikian juga pandangan mayoritas ulama. (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman: 247). 

Pembatalan puasa yang disebabkan oleh hal selain jimak tidak mengharuskan membayar kaffarah.

Pembatalan puasa selain jimaknbisa terjadi karena makan, minum, onani, dan kontak fisik yang menyebabkan ejakulasi.

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa Hari Ini, 12 Maret 2024 di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang hingga Bekasi

 ولو أفسد صومه بغير الجماع كالأكل والشرب والاستمناء والمباشرات المفضية إلى الانزال فلا كفارة لأن النص ورد في الجماع وما عداه ليس في معناه هذا هو المذهب الصحيح المعروف 

Artinya: Bila seseorang merusak puasanya dengan selain jimak (hubungan seksual), yaitu makan, minum, onani, dan kontak fisik yang menyebabkan ejakulasi, maka tidak ada kaffarah karena nash hanya berbicara soal jimak. Sedangkan aktivitas selain jimak tidak termasuk dalam kategori jimak. Ini pandangan shahih dan terkenal mazhab Syafi’i. (Lihat Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: II/261). 

Larangan mubasyarah dapat ditemukan pada surat Al-Baqarah ayat 187:

  أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 

Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa hubungan badan dengan istri kamu. Mereka pakaian bagimu. Kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu mengkhianati nafsumu, lalu Allah mengampuni dan memaafkanmu kesalahanmu. Oleh karena itu, sekarang lakukan hubungan itu dengan mereka dan carilah karunia yang telah ditetapkan Allah untukmu. Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam karena fajar. Lalu sempurnakan puasa itu sampai (awal) malam. (Tetapi) jangan kamu berhubungan dengan mereka itu, saat kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah batas ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa. (Surat Al-Baqarah ayat 187). 

Onani dalam pandangan mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan mayoritas ulama Hanafi, membatalkan puasa. 

 

Bagi mereka, sentuhan kelamin laki-laki dan perempuan tanpa ejakulasi dapat membatalkan puasa. Tentu, ejakulasi dengan orgasme (penuh syahwat) lebih-lebih lagi membatalkan puasanya. (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah, [Kuwait, Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah: 1404-1427 H], juz IV, halaman 100). 

Seseorang yang membatalkan puasanya dengan melakukan onani wajib mengqadha (mengganti) puasanya pada bulan lainnya. 

Mereka tidak diwajibkan membayar kaffarah atas pembatalan puasa tersebut, namun tetap harus menggantinya sebagai bentuk penggantian atas kewajiban yang tidak dipenuhi. 

Baca Juga: 5 Menu Buka Puasa yang Mudah Dibuat, Ini Bahan-Bahan dan Cara Mengolahnya

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU