RA Kartini Belajar Islam dari Guru Pendiri NU dan Muhammadiyah, Minta Al Quran Diterjemahkan
Agama | 21 April 2023, 20:14 WIB“Sama halnya seperti kamu mengajar saya membaca buku bahasa Inggris yang harus hapal seluruhnya, tanpa kamu terangkan maknanya kepada saya. Kalau saya mau mengenal dan memahami agama saya, maka saya harus pergi ke negeri Arab untuk mempelajari bahasanya di sana. Walaupun tidak saleh, kan boleh juga jadi orang baik hati. Bukankah demikian Stella?” lanjut perempuan yang wafat pada usia 25 tahun itu.
Baca Juga: KH Sholeh Darat, Ulama Tanah Jawa dan Guru RA Kartini
Mbah Sholeh Darat lah yang membuka wawasan Islam Kartini dengan menerjemahkan Al Qur'an yang ditulis dalam huruf Arab Pegon.
Mbah Sholeh Darat menulis Tafsir Faidlur Rahman fi Tarjamati Tafsir Kalam Malikid-Dayyan jilid satu selama sebelas bulan, mulai dari 20 Rajab 1309 H atau 19 Februari 1892 hingga 19 Jumadal Ula 1310 H atau 9 Desember 1892.
Jilid pertama ini berjumlah 503 halaman dengan bahasan surat al Fatihah dan surat al Baqarah.
Melansir dari laman NU, seorang suami dari buyut Mbah Sholeh Darat bernama Agus Tiyanto (sering menyebut namanya Abu Malikus Salih Dzahir) menjelaskan bahwa sumber data Kartini pernah menjadi santri Mbah Sholeh Darat ini awalnya ditemukan oleh dosen sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Moesa Machfudz berdasarkan catatan pribadi murid Kyai Sholeh Darat yaitu KH Ma'shum Demak.
Tulisan Moesa tentang kisah Kartini nyantri dengan Mbah Sholeh Darat itu dimuat dalam Majalah Gema Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1978.
Ahli tafsir UIN Walisongo, Imam Taufiq, menerangkan bahwa percepatan penerbitan jilid pertama Tafsir Faidlur Rahman fi Tarjamati Tafsir Kalam Malikid-Dayyan tulisan Mbah Sholeh Darat karena desakan Kartini.
"Percepatan penerbitan karena tingginya permintaan kebutuhan tafsir Al Qur'an dengan bahasa lokal. Dan desakan Kartini atas penerbitan tafsir lokal kepada KH Sholeh Darat dalam pengajian pamannya, Bupati Demak Ario Hadiningrat," kata Imam saat menyampaikan Kajian Tafsir Faidlurrahman di Masjid Agung Kauman Semarang, 17 April 2016.
Di dalam pembukaan tafsirnya, Mbah Sholeh Darat menulis bahwa alasan percepatan penerbitan itu karena umat Islam sudah sangat membutuhkan. Sedangkan sebagian besar orang Jawa tidak bisa berbahasa Arab.
Mbah Sholeh Darat menegaskan bahwa permintaan untuk menerbitkan bagian dari seluruh tafsir ini permintaan sebagian teman-temannya.
Beliau pun sadar, tradisi ulama terdahulu tidak akan memublikasikan karya sebelum selesai seluruhnya.
Baca Juga: Kumpulan Kata-kata Inspiratif RA Kartini Untuk Perempuan Indonesia
Tak ada keraguan lagi tentang pertemuan Kartini dengan Mbah Sholeh Darat dalam konteks masa hidup dan karya-karyanya.
Ini seakan menjadi bukti nyata “dialog” antara dua tokoh dalam goresan tintanya masing-masing.
Kartini melukiskan dalam surat-suratnya terkait keresahan sulitnya memahami Al Qur'an, sementara itu Mbah Sholeh Darat menulis dalam muqaddimah atau pembukaan kitab tafsirnya dengan menuliskan kata “Ratu”.
Kata “Ratu” itu bisa diartikan dua hal. Pertama, Tuhan atau Allah. Kedua, “Ratu” itu adalah pemerintah dan keluarga (termasuk Kartini).
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV/Kemenag/NU online