Beda Keterangan Korban dan Pria Disabilitas yang Jadi Tersangka Dugaan Pemerkosaan di Mataram NTB
Bali nusa tenggara | 2 Desember 2024, 12:27 WIBMATARAM, KOMPAS.TV - Pihak kepolisian telah menetapkan pria penyandang disabilitas berinisial IWAS alias AG, sebagai tersangka kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Meski demikian, terdapat perbedaan antara keterangan pihak korban dengan IWAS terkait kronologi kasus tersebut.
Dalam kasus tersebut, korban berinisial M mengaku diancam IWAS yang tak memiliki kedua tangan.
Pendamping korban, Ade Latifa Fitri, mengatakan kejadian berawal saat M berkenalan dan diajak ngobrol oleh tersangka di Teras Udayana.
"Dari obrolan itulah yang pada akhirnya cara manipulasi itu kemudian dilakukan. Memang kekuatan kata yang dilakukan pelaku, dengan memanfaatkan kondisi psikologis korban," kata Ade, Minggu (1/12/2024), dikutip dari Kompas.com.
Kemudian pada satu momen, kata dia, tersangka mengarahkan korban melihat ke arah utara, di mana saat itu ada orang yang tengah melakukan tindakan asusila. Melihat kejadian itu, korban lalu menangis.
Ade menyebut tersangka memanfaatkan situasi tersebut untuk memojokkan korban dengan mengorek kehidupan pribadi korban. Lalu pada akhirnya, korban menceritakan aib masa lalunya kepada tersangka.
Mendengar hal itu, kata Ade, IWAS kemudian mengajak korban ke bagian belakang Teras Udayana.
Sampai di sana, lanjut ia, IWAS terus melancarkan intimidasi dan memanipulasi korban. Lantas menawarkan korban untuk mandi suci untuk membersihkan diri dari hal buruk dan ketakutan masa lalu.
"Saat itu tersangka mengatakan bahwa korban harus disucikan dari masalahnya di masa lalu dan caranya adalah mandi bersih dengan cara ikut bersama pelaku ke homestay itu," jelas Ade.
Baca Juga: Agus 'Buntung' Buka Suara Setelah jadi Tersangka Dugaan Perkosaan Mahasiswi: Bagaimana Saya Bukanya
Korban, kata Ade, sejatinya telah menolak ajakan tersangka. Namun, IWAS disebut mengancam akan melaporkan apa yang dialami korban kepada keluarganya. Sehingga korban terpaksa mengikuti pelaku ke sebuah homestay.
"Justru yang memaksa terjadinya perjalanan sampai ke homestay itu adalah karena paksaan dari si pelaku. Jadi manipulasi, ancaman, dan intimidasi itu dilakukan kepada si korban," tegasnya.
Ade pun menegaskan keterbatasan tersangka tidak serta-merta menihilkan peluang kekerasan seksual terjadi.
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Kompas.com/Tribun Lombok