Kolaborasi Dibutuhkan untuk Hadapi Tantangan dalam Kerja Konservasi Wilayah Pesisir dan Laut
Papua maluku | 12 November 2024, 23:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah pesisir dan laut memiliki arti yang strategis dan penting bagi Indonesia. Wilayah pesisir ini merupakan penopang penghidupan bagi 60 persen masyarakat pesisir, sekaligus menjadi strategi efektif untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Namun kini kedua wilayah tersebut terancam karena eksploitasi dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan sebagai dampak dari peningkatan permintaan akan sumber daya pesisir dan kelautan.
Upaya melestarikan wilayah pesisir dan laut, secara konsisten dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan menetapkan lima arah kebijakan ekonomi biru yang menempatkan ekologi sebagai panglima. Arah kebijakan tersebut mulai dari memperluas kawasan konservasi laut dan menerapkan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, sampai dengan pengembangan budi daya laut, pesisir, dan daratan yang berkelanjutan, serta pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk juga kebijakan untuk pengelolaan sampah plastik di laut.
“Belajar dari proses transformasi tata kelola pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang telah berhasil dilakukan di beberapa negara maju, kami menyadari bahwa implementasi kebijakan ekonomi biru di Indonesia menghadapi tantangan yang sangat kompleks dan bersifat multidimensi, sehingga tidak dapat dilakukan secara cepat dan sendiri. Kolaborasi dan sinergi antara KKP dengan mitra, termasuk Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), menjadi kunci untuk mencapai triple win Ekonomi Biru di Indonesia yaitu Ocean Health, Ocean Wealth, dan Ocean Prosperity, serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),” ujar Kepala Biro Perencanaan KKP, Andy Artha Donny Oktopura, Selasa (12/11/2024), dalam acara perayaan ke-10 YKAN.
Baca Juga: G20 Setujui Dana Konservasi Hutan Tropis yang Berhasil Dilestarikan
Senada dengan Andy, Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan KKP, Muhammad Firdaus Agung dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan bahwa kolaborasi menjadi kunci menghadapi tantangan dalam kerja konservasi.
“Kolaborasi dengan mitra dapat menjawab tantangan yang sering kali muncul dalam kerja konservasi dan memperkuat digitalisasi pendataan yang telah dilakukan untuk konservasi perairan. Kami mengapresasi kerja bersama mitra pembangunan seperti YKAN, yang memiliki basis science (ilmu pengetahuan) yang kuat, juga dalam hal pendampingan masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas TV.
Salah satu pendampingan yang melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya pelestarian pesisir dan laut, dilakukan sejak tahun 2016 terhadap kelompok perempuan untuk kegiatan sasi laut. Sasi laut merupakan bentuk kearifan lokal di wilayah Maluku dan Papua, di mana masyarakat sepakat untuk tidak mengambil hasil laut selama periode tertentu.
“Kami dibantu untuk memilih lokasi sasi yang tepat, di mana hewan-hewan laut bisa berkembang biak dengan baik sehingga hasil sasi lebih melimpah. Hasil dari sasi kami gunakan untuk pendidikan anak-anak dan tabungan di masa depan jika ada yang mengalami kesusahan,” ungkap Mama Ribka Botot, Ketua Kelompok Sasi Perempuan di Kampung Aduwei, Raja Ampat.
Selain KKP dan Mama Ribka, turut hadir dalam kegiatan tersebut lembaga donor, mitra masyarakat, perwakilan masyarakat adat, dan pemangku kepentingan lainnya.
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Misool Utara
Salah satu kolaborasi antara KKP, YKAN, berbagai mitra dan masyarakat yang dirayakan bersama dalam acara ini yaitu ditetapkannya wilayah perairan Misool Utara di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya sebagai Kawasan Konservasi Perairan. Kawasan seluas 308.692 Ha ini memiliki arti penting secara ekologis karena memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi dan termasuk habitat penting bagi dugong, penyu, paus, pari manta, dan perikanan yang bernilai ekonomi penting.
Baca Juga: Konservasi Penyu di Pantai Sodong, Penyelamat dari Ancaman Punah
“Komitmen kami adalah mendukung pemerintah dan masyarakat dalam melindungi wilayah lautan Indonesia yang akan dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Di Wakatobi dan Bentang Laut Kepala Burung dukungan kami kepada pemerintah terwujud berupa terbentuknya delapan kelompok ekowisata masyarakat, serta tersedianya tujuh juta data spesimen ikan demersal laut yang dikumpulkan melalui penerapan Crew Operated Data Recorder System (CODRS),” ujar Muhammad Ilman, Direktur Program Kelautan YKAN.
Hingga saat ini, Program Kelautan YKAN dilaksanakan di sebelas provinsi dan lima wilayah pengelolaan perikanan, bersama mitra. Program Kelautan YKAN mencakup empat strategi yaitu Ekonomi Biru, Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan, Ketahanan Kawasan Pesisir dan Perlindungan Kawasan Perairan.
Program yang sedang berjalan seperti pendampingan untuk pelaksanaan tambak ramah lingkungan Shrimp Carbon Aquaculture (SECURE) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, serta pelaksanaan program konservasi terumbu karang wujud dari perjanjian pengalihan utang senilai USD35 juta.
Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto dalam sambutannya mengatakan acara ini digunakan YKAN untuk refleksi pembelajaran yang diperoleh selama satu dekade, sekaligus memperkuat komitmen dalam melindungi ekosistem laut dan pesisir Indonesia.
“Kami belajar dari semua proses yang telah dilakukan, dan mendapati bahwa kemitraan yang solid dan komitmen seluruh pemangku kepentingan merupakan faktor kunci keberhasilan yang dicapai bersama. Terima kasih untuk kerja sama dan dukungan yang sudah diberikan kepada upaya konservasi wilayah laut dan pesisir Indonesia selama ini. Kegiatan ini akan menjadi semangat kita bersama dalam menghadapi setiap tantangan yang ada di depan. Semoga kemitraan ini bisa semakin erat untuk mewujudkan Indonesia yang lestari, ” ujar Herlina.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Yayasan Konservasi Alam Nusantara