Fakta-Fakta Peternak di Boyolali Pilih Tutup Usaha usai Ditagih Pajak Rp670 Juta, Awalnya Rp2 M
Jawa tengah dan diy | 6 November 2024, 11:48 WIBBOYOLALI, KOMPAS.TV - Pramono (67), peternak asal Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah, memilih untuk menutup usaha dagangnya setelah terlilit pajak Rp670 juta.
Masalah tagihan pajak tersebut berujung pada pemblokiran rekening tempat penampungan susu yang dikelolanya, Usaha Dagang (UD) Pramono, sejak 1 Oktober 2024 oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Boyolali.
Padahal, rekening tersebut biasa digunakan untuk membayar pasokan susu dari para peternak mitranya, yang berjumlah 1.300 peternak sapi perah di Boyolali dan Klaten.
Berikut fakta-fakta dan kronologi UD Pramono diminta bayar pajak Rp670 juta.
Baca Juga: Hasil Survei Elektabilitas Bobby-Surya Lebih Unggul, Jubir Sebut Bobby Sudah 'Lekat' dengan Sumut
1. Bermula dari Tahun 2015
Permasalahan ini berawal dari tahun 2015. Kala itu, Pramono ingin melebarkan usahanya menjadi pemasok susu bagi pabrik-pabrik industri pengolahan susu. Salah satu syaratnya harus memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Bagi Pramono, urusan pajak adalah persoalan rumit. Ia hanya lulusan SD. Oleh karenanya, pengurusan pajak ia pasrahkan kepada petugas kantor pajak.
”Waktu itu, ditentukan petugas, saya kena Rp10 juta. Itu nilainya segitu terus sampai tahun 2017. Tahun 2018, saya minta keringanan pajak menjadi Rp5 juta. Soalnya, persaingan usaha sedang ketat,” kata Pramono di rumahnya di Desa Singosari, Senin (4/11/2024), seperti dikutip dari Kompas.id.
Pramono pun mengaku tidak pernah terlambat membayar pajak. Informasi penagihan pajak biasa diterimanya melalui panggilan pada telepon selulernya. Jika sudah mendapat undangan, ia pasti segera berangkat untuk menuntaskan kewajibannya.
2. Ditagih Rp2 Miliar
Namun, pada 2019 dan 2020, Pramono tidak menerima panggilan dari kantor pajak. Dia juga tidak mendatangi kantor pajak dalam periode tersebut. Hal itu berujung pada pemanggilan dirinya melalui surat dari KPP Pratama Surakarta pada 2021.
”Di sana, diberi tahu macam-macam lalu ada koreksi-koreksi pakai laptop. Saya tidak tahu itu diapakan. Dihitung-hitung, saya kena pajak Rp2 miliar,” kata Pramono.
3. Nominal Pajak Berubah-ubah
Tak sanggup membayar pajak bernominal fantastis tersebut, Pramono dipanggil lagi KPP Pratama Surakarta.
Dari Rp 2 miliar, pajak yang mesti dibayarkan berkurang menjadi Rp670 juta. Namun, Pramono menganggapnya masih terlalu besar.
Ia mengatakan diskusinya dengan KPP Pratama Surakarta tidak membuahkan hasil. Oleh karena itu, pembahasan mengenai tagihan pajak tersebut dipindah ke kantor pajak di Boyolali.
Baca Juga: Momen Presiden Prabowo Subianto Terima Kunjungan PM Singapura Lawrence Wong di Istana Merdeka
Setelah itu, Pramono menyebut ia diminta membayar pajak Rp75 juta untuk tahun 2019. Lalu, untuk tahun 2020, ia diminta membayar Rp200 juta.
"Tetapi semua urusan selesai. Tanpa menawar saya bilang siap,” ungkapnya.
Penulis : Dian Nita Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas.id/Antara