> >

Fakta-Fakta Siswa Meninggal Setelah Dihukum Squat Jump 100 Kali: Ekshumasi Dilakukan untuk Autopsi

Sumatra | 3 Oktober 2024, 10:46 WIB
Pemakaman siswa di Deli Serdang yang meninggal setelah dihukum gurunya squat jump 100 kali. (Sumber: TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO)

Korban pun mengiyakan hukuman tersebut karena tidak sanggup menghafal.

"Squat jump diikuti oleh korban. 'Daripada menghafal, saya quat jump saja buk. Daripada dihukum-hukum lagi'," ungkapnya.

Salah satu siswa sempat bertanya berapa squat jump yang harus dilakukan dan SW menjawab 100 kali.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, para siswa mengaku pernah mendapat hukuman serupa namun diberi jeda istirahat.

Sementara itu, setelah mendapat kabar kematian korban, SW mengaku mendapat teror melalui nomor WhatsApp tak dikenal.

SW juga dilarang masuk ke rumah korban saat hendak melakukan takziah.

Baca Juga: [FULL] Kronologi Siswa Meninggal Usai 'Squat Jump' hingga Polisi Periksa Saksi & Gelar Ekshumasi

"Syok karena satu sisi murid lain melabelkan guru penyebab meninggal. Lalu diteror WA orang tidak dikenal. Banyak yang WA saya pembunuh, harus tanggung jawab," ujarnya.

Kronologi Kasus

Seorang siswa SMP di Deli Serdang meninggal dunia setelah dihukum gurunya melakukan squat jump atau lompat jongkok sebanyak 100 kali. Diketahui guru yang memberi hukuman tersebut berinisial SW.

Siswa tersebut kemudian meninggal pada Kamis (26/9/2024) lalu atau tujuh hari setelah mendapat hukuman dari guru tersebut.

Menurut penuturan ibu korban, anaknya dihukum oleh SW lantaran tidak bisa menghafal apa yang disuruh oleh gurunya.

Setelah mendapatkan hukuman itu, sang ibu menyebut anaknya mulai kesakitan di bagian kakinya saat sampai di rumahnya.

Kondisi anak tersebut tidak kunjung membaik dan justru mengalami demam tinggi pada Jumat (20/9/2024) atau sehari setelah mengalami hukuman tersebut.

"Hari Kamis dihukum guru dia mengeluh kakinya sakit. Hari Jumat dia demam panas tinggi, baru hari Sabtu dia gak sekolah lagi karena kesakitan," kata sang ibu dikutip dari Tribunnews, Jumat (27/9/2024).

"Saya bawa dia berobat, tapi tidak sembuh juga, dia terus mengeluh kesakitan 'mak sakit kurasa kakiku ini mak'," tutur si ibu menirukan ucapan anaknya.

Ibu korban mengungkapkan, kondisi paha sang anak membengkak dan membiru sehingga dirinya meminta izin langsung ke sekolah agar anaknya tidak masuk sekolah pada Selasa (24/9/2024).

Keesokan harinya, korban pun dibawa ke klinik. Namun kliniik ternyata sudah tidak mampu untuk menangani korban sehingga dirujuk ke rumah sakit.

Namun, pada Kamis pagi, korban pun dinyatakan meninggal dunia.

"Rabu anak saya ngedrop, saya bawa ke klinik lagi. Rupanya klinik merujuk ke RS Sembiring, Delitua. Hari kamis pagi setengah 7 kurang anak saya sudah tidak ada lagi, meninggal dunia," kata ibu korban.

Sebelum meninggal dunia, ibu korban menyebut anaknya sempat meminta agar guru yang diduga menghukumnya tersebut dipenjara karena tidak ingin siswa lainnya bernasib sama dengannya.

"Mak, kaki ku sakit sekali, mak. Penjarakan lah guru itu mak, biar dia jangan biasa begitu," ungkap ibu itu menirukan ucapan anaknya.

Beberapa jam setelah kematian anaknya, sang ibu langsung mendatangi Polsek Talun Kenas yang berjarak sekitar 3 kilometer dari rumahnya untuk membuat laporan. Namun, laporan tersebut gagal dibuat karena ia menolak jasad anaknya diautopsi. 

Sebagai gantinya, dirinya diminta membuat pernyataan bahwa ia tidak bersedia jasad anaknya diautopsi. Surat pernyataan tersebut akhirnya disetujui dan ditandatanganinya, karena ia mengaku tidak memahami proses hukum yang harus dijalani.

Sementara itu, jenazah anaknya telah dimakamkan di pemakaman keluarga di Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, pada Jumat (27/9/2024) siang. 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Tribunnews


TERBARU