Cerita Dramatis Penyintas Gempa Lombok M6,9 di Gili Trawangan
Bali nusa tenggara | 5 Agustus 2024, 20:00 WIBGILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV - Hari ini, Senin (5/8) tepat enam tahun lalu, Lombok bagian utara diguncang gempa berkekuatan magnitudo 6,9.
Gili Trawangan, pulau wisata yang terletak di ujung barat laut Pulau Lombok, beserta penghuninya pun tak luput dari musibah itu. Apalagi, saat itu, 5 Agustus 2018, terhitung high season atau musim ramai tamu, dan diperkirakan sedikitnya tiga ribuan turis berada di Gili Trawangan.
Berikut cerita di malam gempa 2018 yang penulis alami.
Baca Juga: Bermula dari Gempa Bumi Yogya, Kini Tularkan ke Warga Manfaat Energi Surya
Minggu, 5 Agustus 2018
Malam baru saja merangkak, dan azan Isya sudah berkumandang. Restoran-restoran masih sibuk melayani makan malam orderan tetamu yang kelaparan seusai menikmati aktivitas jamak di pulau, seperti snorkling atau menyelam. Bar-bar bersiap menerima tamu yang hendak menghabiskan malam dengan party.
Jam belum lagi menunjuk angka 8 malam, saat getaran bumi itu tiba-tiba datang menyentak. Oh, gempa.
Sebenarnya, gempa bumi bukan hal baru bagi warga Lombok. apalagi, Sepekan sebelumnya, pada 29 Juli 2018, pagi pukul 06.47 Wita, gempa berkekuatan M6, 4 pun menghampiri. Tapi tak sampai semenit, dan kekuatannya tak cukup merusak.
Namun dalam hitungan sepersekian detik, getaran dari dalam tanah di malam itu berubah menguat, mengguncang benda-benda yang ada: piring gelas pecah berjatuhan, kulkas bergeser, dinding dan bangunan runtuh. Semua berlarian ke luar rumah, restoran, hotel, mencari tempat aman.
Beberapa detik kemudian, listrik mati. Seluruh pulau gelap gulita. Penerangan hanya seadanya dari ponsel.
Baca Juga: Gempa M 4,1 Guncang Kuningan, BMKG: Akibat Aktivitas Sesar Ciremai, Terasa di Cirebon hingga Banjar
Tak ada yang berani masuk kembali ke dalam rumah atau ruangan, karena gempa susulan terus terjadi. Situasi pun chaos. Turis-turis berlarian tak tentu arah sambil berteriak panik. Sebagian bahkan terlihat sudah mengenakan life vest yang biasa digunakan saat snorkling, khawatir akan ancaman tsunami.
Sebagian turis bahkan sigap melompat ke atas boat di pantai, kendati boat tengah parkir dan kaptennya pun sibuk menyelamatkan diri entah ke mana.
"Go to the hill! Go to the hill! " Terdengar orang-orang berteriak memberi tahu para turis, juga warga yang panik untuk segera mengevakuasi diri ke bukit di selatan Trawangan.
Pasalnya, tsunami biasanya menyertai gempa berkekuatan dahsyat. Dan bukit di Gili Trawangan, kendati tak seberapa tinggi dan puncaknya bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki selama 5 atau 10 menit, jadi satu-satunya tempat yang dianggap aman.
Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 6,6 Landa Filipina, Tak Ada Peringatan Tsunami
Selain bukit, lapangan sepak bola di selatan pulau juga jadi tempat orang-orang berkumpul.
Dan di atas bukit dalam kegelapan malam, ribuan orang berkumpul. Orang-orang berteriak menyebut nama kerabat mereka yang terpisah, berseling seruan "Allahu Akbar!" saat gempa susulan menyapa sepanjang malam.
Suasana saat itu seperti ribuan orang berkumpul untuk menonton layar tancap raksasa. Isi layarnya, panorama siluet hitam Gili Trawangan dan Gili Meno, dan air laut yang gelap berkilauan tertimpa cahaya bulan sabit.
Dan sepanjang malam, orang-orang bertahan di atas bukit, menanti pertolongan datang.
Tengah malam, terdengar suara seorang dokter asing yang menawarkan bantuan menolong mereka yang terluka.
"Hello, I am a doctor. Is there anyone got hurt? Is there anyone need help? (Halo, saya dokter. Apakah ada yang terluka? Apakah ada yang butuh bantuan?)"
Suara itu terdengar berkeliling area sekitar. Lalu, sunyi. Orang-orang tertidur atau berbicara pelan sembari menunggu pagi, ditingkahi getaran gempa susulan.
Baca Juga: Penjelasan BMKG soal Gempa 5,4 Magnitudo Guncang Maluku Utara-Sulawesi Utara Hari Ini
Jelang subuh, terdengar gema suara kapal besar di kejauhan. Orang-orang terbangun sambil mengucap syukur.
Paginya, ribuan orang turun dari bukit dan berkumpul di area pantai di selatan, mengantri berdesakan menaiki fastboat atau kapal cepat Eka Jaya yang bersedia mengevakuasi keluar pulau. Turis asing berdesakan bersama warga dan pekerja. Tujuan mereka satu: secepatnya keluar dari pulau!
Saat itu, video dan foto evakuasi ribuan warga dan turis yang berebutan naik ke fastboat yang dramatis juga ramai beredar di media sosial.
Tak semua turis dan warga berhasil dievakuasi hari itu, lantaran kapal yang mengevakuasi pun terbatas. Mereka yang masih ada di pulau, bertahan di pantai hingga dievakuasi keesokan harinya.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV