Kekuatan Koperasi bagi Petani Sawit Swadaya Indonesia
Kalimantan | 17 Juli 2024, 12:02 WIBKOMPAS.TV - Industri kelapa sawit di Indonesia sering dikaitkan dengan perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan agribisnis besar. Namun, ada segmen lain dalam industri ini yang penting dan seringkali diabaikan, yaitu kehadiran dan peran serta petani swadaya dalam rantai pasok yang memiliki dan mengelola lahan dengan ukuran relatif lebih kecil.
Meski demikian, mereka memainkan peran penting dalam sektor kelapa sawit di Indonesia. Petani swadaya memberikan kontribusi signifikan terhadap produksi nasional dan keberlanjutan ekonomi lokal. Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian No 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, kebun-kebun yang memiliki luas kurang dari 25 hektar tetap bisa mendapatkan izin usaha perkebunan dan diakui sebagai lahan usaha. Sementara berdasarkan definisi, petani kelapa sawit adalah warga negara Indonesia yang memiliki lahan usaha tani kurang dari 4 hektar, yang dikelola/dikerjakan secara langsung sendiri atau dengan keluarga.
Dari data yang dikumpulkan, rata-rata luasan lahan yang dikelola oleh petani swadaya binaan Solidaridad ada di kisaran 2,89 hektar. Bahkan di Sumatera Utara, dijumpai luasan lahan milik petani swadaya yang tidak mencapai 0,5 hektar.
Meskipun mengelola lahan yang lebih kecil, petani swadaya menghadapi tantangan unik yang membutuhkan strategi khusus untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan, di mana koperasi memainkan peran krusial. Dampak kolektifnya sangat besar. Petani merupakan bagian penting dari rantai pasok sekaligus juga sebagai pemangku kepentingan utama dalam perjalanan keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia. Hal ini membuat peran mereka tidak tergantikan untuk mendukung kinerja dan keluaran industri secara keseluruhan.
Petani swadaya, yang mengelola 41% dari 16.38 juta hektar lahan sawit Indonesia, memiliki peran penting dalam industri ini. Mereka tidak hanya mendukung rantai pasok, tetapi juga keberlanjutan industri dengan tantangan unik yang memerlukan strategi efisien. Koperasi menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini, mempengaruhi kinerja industri secara signifikan.
Kontribusi petani swadaya ini tidak hanya terbatas pada angka produksi. Mereka berperan penting dalam peningkatan mata pencaharian dan ekonomi di daerah pedesaan, pengentasan kemiskinan, dan pembentukan struktur sosial. Banyak petani swadaya tinggal dan bekerja di daerah pedesaan dan wilayah yang secara ekonomi kurang baik.
Budi daya kelapa sawit oleh petani swadaya ini tidak hanya memberikan pendapatan bagi mereka sendiri, tetapi juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Dengan demikian, peran petani swadaya dalam industri kelapa sawit di Indonesia sangat penting dan tidak bisa diabaikan. Mereka adalah bagian integral dari industri ini dan kontribusi mereka terhadap masyarakat dan ekonomi lokal sangat signifikan.
Hambatan yang dihadapi petani swadaya
Beberapa hambatan yang berhasil diidentifikasi oleh Solidaridad adalah permasalahan legalitas kepemilikan lahan, akses terhadap layanan finansial, akses terhadap bantuan teknis dan pelatihan, serta lemahnya sistem pengorganisasian diri petani.
Program Reformasi Agraria (TORA) yang dicanangkan oleh pemerintah untuk percepatan legalitas lahan ternyata memiliki birokrasi yang cukup rumit untuk diikuti para petani. Kendala ini memengaruhi akses petani terhadap sumber pendanaan. Bank dan institusi keuangan seringkali enggan memberikan pinjaman atau kredit kepada petani yang tidak memiliki sertifikat tanah yang sah. Ketiadaan sertifikat tanah resmi sering kali menghalangi petani swadaya dalam mengakses kredit perbankan, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam teknologi pertanian yang lebih maju.
Hambatan dalam mengakses bantuan teknis, dan pelatihan menyebabkan petani swadaya seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. Sementara lemahnya sistem dan tata kelola keorganisasian petani menyebabkan tidak optimalnya fungsi kelembagaan yang ada.
Mencermati hambatan-hambatan tersebut, Solidaridad, sebagai organisasi masyarakat sipil internasional, memfokuskan diri pada kegiatan pendampingan dan penyuluhan petani swadaya, khususnya petani sawit, dengan tujuan pemberdayaan. Pendampingan ini membekali petani swadaya dengan pengetahuan seputar praktik pertanian berkelanjutan dan pertanian regeneratif, mendorong petani untuk mengorganisir diri, serta memfasilitasi proses pendaftaran surat tanda daftar budi daya atau STDB, yang nantinya bisa digunakan untuk melengkapi persyaratan sertifikasi keberlanjutan.
Selain itu, dukungan untuk persiapan menjalani proses sertifikasi keberlanjutan, seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), berupa pendampingan dalam penguatan kelembagaan, sebagai prasyarat menuju sertifikasi, juga dilakukan agar para petani dapat mendaftar secara kolektif melalui koperasi.
Memperkenalkan kelembagaan ekonomi petani (KEP) kepada petani swadaya
Beberapa jenis KEP yang dikenal di Indonesia adalah kelompok usaha bersama (KUB), badan usaha milik desa yang berbentuk koperasi unit desa (KUD), badan usaha milik petani yang berbentuk koperasi petani (KOPTAN), koperasi produsen, dan korporasi petani. Semuanya memiliki elemen ekonomi, di mana tujuan utamanya adalah peningkatan taraf ekonomi anggota.
Sebagai bagian dari pendampingan, Solidaridad selalu menganjurkan para petani swadaya untuk mengorganisir diri dan membentuk KEP. Jenis yang disarankan adalah badan usaha milik petani seperti koperasi, yang anggotanya bisa berasal dari individu, kelompok tani (POKTAN), ataupun gabungan kelompok tani (GAPOKTAN). Pengorganisasian ini dipercaya akan membantu upaya percepatan peningkatan taraf ekonomi petani yang menjadi anggotanya.
KEP juga merupakan salah satu upaya peningkatan kapasitas kelembagaan petani yang telah melaksanakan kegiatan usaha tani berorientasi pasar. Pembentukan KEP dipercaya dapat membantu para petani swadaya mengatasi hambatan ekonomi yang dihadapi. Kelembagaan yang kuat akan meningkatkan daya saing petani sekaligus menjadi wadah bagi mereka untuk berkumpul, belajar, dan mengatasi permasalahan terkait budidaya sawit yang dihadapi.
Pentingnya kelembagaan ekonomi petani (KEP)
Keanggotan petani dalam kelembagaan ekonomi, baik untuk produksi maupun pemasaran, baru mencapai 17,4% - 36,7%. Padahal KEP memiliki peran strategis dalam membantu petani sawit swadaya dalam meningkatkan produktivitas, kualitas hasil kebun dan harga produk yang diperoleh. Kelembagaan ekonomi petani yang menjadi prasyarat sertifikasi ISPO adalah koperasi.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (PERMENTAN) No. 38/2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit. Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang teroganisasi juga akan menciptakan peluang posisi tawar yang diperhitungkan dalam pemasaran produk. Selain itu, peran sebagai penyalur pupuk, penyalur bibit dan fasilitator peremajaan (replanting) juga bisa dijalankan.
Koperasi tidak hanya membantu petani dalam meningkatkan kapasitas produksi dan akses pasar, tetapi juga memfasilitasi penggunaan praktik pertanian yang berkelanjutan dan akses ke teknologi.
Menapaki transformasi untuk kesejahteraan bersama
Sejak tahun 2019, Solidaridad Indonesia, melalui proyek the National Initiatives for Sustainable and Climate-smart Oil Palm Smallholders (NI-SCOPS), bersama dengan pemerintah Kerajaan Belanda telah memfasilitasi petani sawit swadaya di Kalimantan Barat dan Timur untuk berbagai kegiatan seperti Sekolah Lapangan untuk petani kelapa sawit, dorongan untuk membentuk koperasi petani, dan penguatan kelembagaan bagi koperasi yang sudah terbentuk. Kekuatan koperasi petani yang mendapatkan pendampingan Solidaridad mulai memperlihatkan hasil yang signifikan.
Beberapa contoh kisah sukses transformatif menunjukkan bagaimana pengorganisasian diri melalui lembaga seperti koperasi memberikan manfaat dan dampak positif bagi kesejahteraan para anggotanya.
Koperasi Produsen Raja Swa di Desa Bangun, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
Penulis : KompasTV-Pontianak
Sumber : Kompas TV