> >

Pengamat: Beban Layanan Publik hingga Bansos DKI Capai Rp18 T, Bisa Dihemat dengan Penonaktifan NIK

Jabodetabek | 23 April 2024, 19:30 WIB
Balai Kota DKI Jakarta. Pengamat tata kota dari Universitas Trisaksi Yayat Supriatna mengatakan, penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang berdomisili luar Jakarta bisa mengurangi beban ekonomi kota tersebut. (Sumber: Jakarta.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat tata kota dari Universitas Trisaksi Yayat Supriatna mengatakan, penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang berdomisili luar Jakarta bisa mengurangi beban ekonomi kota tersebut.

Yayat bilang, banyak warga Jakarta yang kini sudah tinggal di kota-kota penyangga. Seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) namun masih menikmati fasilitas yang diberikan Pemerintah Provinsi Jakarta.

"Kalau jadi daerah khusus, beban ekonomi (Jakarta) terkait jasa, fasilitas bansos, pendidikan hingga kesehatan yang angkanya hampir Rp12-18 triliun bisa berkurang," kata Yayat di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Senin (22/4/2024). 

Yayat menerangkan, dari 12 juta penduduk DKI Jakarta yang tercatat, hanya 9 juta orang yang benar-benar menetap di Jakarta. Sedangkan sisanya sudah tinggal di luar Jakarta sebagai komuter.

Perpindahan warga Jakarta ke wilayah penyangga, lanjutnya, sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Faktor utama migrasi itu karena harga rumah dan tanah di Jakarta kian mahal. 

Baca Juga: Pendaftaran PPK Pilkada DKI Jakarta Dibuka Hari Ini, Simak Syarat dan Ketentuannya

"Apalagi Jakarta adalah kota dengan biaya hidup termahal di Indonesia," ujarnya. 

Karena itu, Yayat mengapresiasi kebijakan penonaktifan NIK warga Jakarta. Lebih dari 92.000 NIK warga terdampak sudah diajukan Disdukcapil DKI ke Kemendagri.

Ia merujuk Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 470/7256/SJ tanggal 27 Desember 2021 tentang Pindah Datang Penduduk.

Aturan itu mengamanatkan bahwa warga yang sudah berdomisili lebih dari setahun harus mengurus kepindahannya.

"Penghapusan NIK warga yang tidak lagi tinggal di Jakarta oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI bermanfaat untuk jangka panjang," tuturnya. 

Baca Juga: BLT Mitigasi Risiko Pangan Tak Juga Cair, Airlangga Ungkap Penyebabnya

"Hal itu karena dokumen warga Jakarta dan data pemilih Pilkada menjadi lebih akurat serta penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran," sambungnya.

Di sisi lain, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo meminta pemerintah provinsi untuk menyosialisasikan terlebih dulu kebijakan penonaktifan terhadap 92.432 warga pemilik NIK yang tidak lagi berdomisili di Jakarta secara masif.

"Masih banyak warga DKI Jakarta yang belum mengetahui soal penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tentunya hal ini menunjukkan Pemprov DKI kurang menyosialisasikan kebijakan tersebut. Nanti kalau kebijakan itu dipaksakan maka bisa menimbulkan masalah mendasar dan teknis di tengah masyarakat," terangnya seperti dikutip dari Antara, Senin (22/4/2024). 

Menurut Rio bagi warga yang sudah meninggal dunia, penonaktifan memang perlu segera dilakukan. Tapi Disukcapil DKI Jakarta juga perlu memastikan status warga yang berpindah wilayah atau pindah domisili.

Baca Juga: Tanggapi Putusan MK, Jokowi: Tuduhan Kecurangan Tak Terbukti, Ini Saatnya Kita Bersatu!

"Untuk wilayah yang telah beralih fungsi, seharusnya Pemprov DKI tidak mengambil keputusan sepihak. Dinas Dukcapil harus benar-benar memastikan apakah warga tersebut sudah pindah ke luar Jakarta atau belum, jadi jangan gunakan asumsi 'mungkin' karena KTP menyangkut hak warga," kata Rio. 

Apalagi, terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang harus membuat identitas KTP DKI tetapi tinggal di luar Jakarta, misal terkait pekerjaan, pendidikan, atau pun sosial ekonomi.

Menurutnya, penghapusan data tersebut justru bisa mengganggu proses Pilkada DKI Jakarta pada November 2024. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU