> >

Euforia Jurnalis Ujung Timur Indonesia Sambut UKW Perdana Sokongan BUMN

Papua maluku | 2 Februari 2024, 18:46 WIB
Foto Bersama Jurnalis Papua SelatanBersama Penguji dan Pengurus PWI Usai Mengikuti Rangkaian UKW DI Hotel Swiss-Bell Merauke, Papua Selatan, Selasa (30/01/2024) (Sumber: Ardi)

KOMPAS.TV. MERAUKE  - Gemuruh tepuk tangan terdengar di ruangan Kayi A pada Selasa (30/01/2023) siang, tampak juga senyuman dari empat belas rekan  Jurnalis yang mengakhiri ketegangannya usai mendengar pengumuman hasil Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diumumkan oleh salah seorang penguji dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Andi Faisal Syam.

“Dari lima belas wartawan yang mengikuti UKW tidak ada yang lulus, namun semuanya kompeten,” sepenggal kalimat yang sempat saya kutip dari sambutan penguji asal PWI Sulawesi Selatan itu.

Satu hari sebelumnya hingga hasil diumumkan, hampir tak ada senyum terpancar dari lima belas wartawan Papua Selatan yang sedang mengikuti Uji kompetensi.

Bagi jurnalis Papua Selatan, momentum ini merupakan kesempatan yang langka, pasalnya ini merupakan UKW pertama yang digelar di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Terlebih  UKW kali ini digelar secara gratis berkat dukungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bekerjasama dengan PWI.

Sebelum UKW sokongan BUMN digelar, jumlah jurnalis yang sudah dinyatakan kompeten di Papua Selatan masih bisa dihitung jari, jika dirata-ratakan baru  sepertiga  jurnalis yang telah mengikuti UKW. Minimnya jumlah ini bukan karena sikap tidak peduli untuk menjadi wartawan kompeten. Namun, kesempatan dan kemampuan finansial  menjadi faktor utama bagi sebagian besar jurnalis yang berada di ujung timur Indonesia ini.

Selama ini informasi soal uji kompetensi yang digelar oleh berbagai organisasi jurnalis di luar Papua Selatan, maupun seputar  wilayah Papua selalu diterima jurnalis, namun hanya sebagian kecil saja yang berangkat untuk mengikuti uji kompetensi.

Para jurnalis bukan tidak menganggap penting arti dan tujuan UKW, namun besarnya biaya yang harus dikeluarkan menjadi kendala utama untuk menguji kemampuannya di bidang yang digeluti.

Hendrikus Petrus Resi adalah seorang wartawan di Merauke yang telah menjalani aktivitas jurnalistik selama kurang lebih lima belas tahun. Ketika saya menanyakan mengapa dirinya baru mengikuti UKW? hanya dijawab singkat. “Baru kali ini dilaksanakan di Merauke.”

Menurut pria yang memulai aktivitas sebagai wartawan pada Tahun 2009 ini, waktu dan biaya menjadi faktor utama yang menghambat dirinya sehingga  baru dapat  mengikuti UKW pada tahun ini. Dia menyebut meski melewatkan mengikuti kesempatan UKW di luar Merauke selama ini, namun tak sedikitpun  impiannya luntur untuk mengikuti ujian menjadi wartawan berkompeten.

“Kalau mau berangkat dengan biaya sendiri rasanya sungguh berat, belum lagi soal waktu,” ujar pria yang akrab disapa dengan panggilan bang Hendrik.

Tak jauh berbeda dengan persepsi Hendrik, Nuriani seorang jurnalis perempuan yang sudah menggeluti profesi jurnalis sejak 2004 ini juga menyatakan hal serupa. Ia membeberkan bahwa selama ini tak mengikuti uji kompetensi karena  dilakukan di luar Merauke.

Tugas dan tanggungjawab yang diembannnya membuat dirinya tak  bisa berpergian untuk jangka waktu yang lama karena harus mengurusi keluarga di rumah. Perempuan yang telah dua puluh  tahun menjadi jurnalis ini sangat mendambakan mengikuti uji kompetensi wartawan bahkan sejak baru menggeluti profesi ini.

“Tidak bisa tinggalkan keluarga kalau UKW nya diadakan di luar Merauke. Saya harus urus  keluarga di rumah,” ujar perempuan yang telah dikaruniai empat orang anak ini.

“Sampai kapanpun saya akan ikut, asal UKW diselenggarakan di Merauke,” tambahnya.

Hampir sama halnya dengan saya, meski masih tergolong muda dalam profesi ini keinginan untuk mendapat predikat kompeten menjadi salah satu prioritas  ketika saya memulai secara resmi aktivitas ini di media Kompas TV sejak empat tahun lalu.

Suasana Di Ruangan Uji Kompetensi

Suasana UKW di Hotel Swiss-Bell Merauke, Peserta UKW Terlihat Fokus Mengerjakan Tugas Uji Kompetensi, Senin (29/02/2024) (Sumber: Ardi)

Tidak seperti hari biasanya, Senin (29/01/2024), saya  bangun lebih pagi.  Setelah mandi dan sarapan segelas teh panas  dan dua butir telur rebus, selanjutnya kuraih tas yang berisi segala keperluan yang telah kusiapkan sejak malam kemarin, lalu segera beranjak menuju ke Hotel Swiss-bell.

Ya, hari yang kami tunggu dan sekaligus mendebarkan telah tiba. Hari itu merupakan hari pertama Uji Kompetensi Wartawan Muda. Sebelum dinyatakan lolos berkas untuk mengikuti ujian saja kami dibuat panik karena harus mengirim berkas pendaftaran secara online kepada panitia di Jayapaura. Sejumlah berkas pertama yang kami siapkan  untuk dibawa oleh PLT ketua PWI Papua Selatan Agustinus Kowo, ternyata masih banyak kekurangan setelah diperiksa oleh panitia.

Kami diminta mengirimkan dokumen yang dianggap belum lengkap secara daring, hal itu sebenarnya bukan hal yang sulit, hanya saja pada saat yang bersamaan jaringan internet di Merauke lumpuh akibat kerusakan kabel optik  bawah laut. Tapi kami beruntung panitia memaklumi hal tersebut dan memberikan toleransi hingga kami dinyatakan layak mengikuti uji kompetensi.

Seingatku, saat itu baru pukul 6.30 Waktu Indonesia Timur, meski masih terlalu awal saya memilih untuk tiba lebih cepat. Maklum sehari sebelumnya kami disampaikan bahwa satu diantara penilaian kelulusan adalah disiplin dengan  tidak terlambat saat mengikuti ujian.

Setelah kurang lebih lima belas  menit berkendara dengan roda dua, saya tiba di gerbang hotel, sekuriti hotel berseragam hitam mengarahkanku menuju ke bagian belakang hotel untuk memarkirkan kendaraan. Karena masih pagi, pikirku aku akan  menjadi peserta  pertama yang  tiba di tempat ujian.

Tiba di parkiran, saya sontak  tersenyum. Saya salah, ada yang lebih cepat. Ada dua motor jenis bebek dan skuter matik yang telah parkir terlebih dahulu, keduanya kukenali tanpa perlu melihat nomor polisinya. Itu milik dua rekan jurnalis yang juga ikut uji kompetensi yang pertama digelar di Papua Selatan.

Setelah memarkirkan kendaraan, saya segera menuju ke ruangan  ujian. Lantai dua ruangan Kayi A. Begitu memasuki ruangan, kedua teman yang tiba lebih dulu menyambutku dengan senyum, lalu kembali menatap layar ponselnya. Kutebak mereka sedang membaca kode etik jurnalis atau Undang-undang Pers.

Saat pra UKW sehari sebelumnya, kami diminta mempelajari Kode Etik Jurnalis dan Undang-Undang Pers, walau sudah lama menjalani profesi ini  namun baru kali ini kami benar-benar mempelajari hal tersebut.

“Kalo sa baca macam su ingat semua, tapi kalo su tutup hape su tra ingat apa-apa lagi,” ucapku dengan logat Merauke untuk menyapa sekaligus menarik perhatian kedua teman yang tiba lebih dulu.

Keduanya kembali menoleh ke arahku dan kompak menyebut “sama” lalu kami tertawa sejenak sebelum aku juga membuka ponsel dan kembali membaca materi-materi terkait profesi kewartawanan.

Tak lama berselang teman wartawan lainnya satu persatu muncul ke dalam ruangan, dan tanpa terasa juga sudah hampir pukul sembilan pagi, para penguji juga telah masuk ke dalam ruangan. Setelah beberapa persiapan dari penguji, uji kompetensi pun dimulai.

Kami juga tidak mengerti mengapa hal yang telah kami lakukan setiap hari ini membuat kami menjadi tegang. Saya pribadi berpikir apa yang akan terjadi  jika setelah ujian ini saya dinyatakan  tidak kompeten?, malu? tidak percaya diri? atau bisa saja menjadi bahan candaan kawan-kawan, namun saya malah kuatir jika narasumber yang mengetahui saya tidak kompeten tak mau lagi saya wawancarai.

Awalnya kami berjumlah 16 orang, namun saat ujian hanya 15 jurnalis saja yang hadir. Informasinya 1 orang berhalangan karena bertepatan dengan tugas kantor yang tidak bisa ditinggalkan dan tidak muncul lagi hingga UKW usai.

Saat ujian berlangsung, kami dibagi menjadi 3 kelompok, satu kelompok terdiri dari 5 orang dengan masing masing kelompok satu penguji. Penguji dikelompok saya merupakan seorang jurnalis senior dari PWI Sulawesi Selatan, Andi Faisal Syam namanya. Saya pribadi menyapanya dengan panggilan Pak Faisal mesti tidak sempat menanyakan siapa nama sapaan akrabnya.

Materi uji pertama yang kami terima adalah soal pemahaman terhadap Kode etik Jurnalistik, ada beberapa soal yang harus kami kerjakan, antaranya menuliskan jumlah pasal dalam kode etik jurnalitik, menjelaskan apa itu kebebasan pers, perbedaan media dengan media sosial dan mencari pelanggaran kode etik dalam sebuah berita.

Usai menerima soal, seketika ruangan menjadi hening, sambil memikirkan jawaban mataku juga sesekali melirik teman yang mengikuti ujian. Sama sepertiku mereka juga terlihat berpikir. Satu dua orang yang kebetulan berpapasan pandangan dengan ku hanya merespon reflex dengan senyum lalu kembali fokus menyelesaikan ujian. Sesekali terdengar suara papan ketik laptop dari teman yang mengetikkan jawaban sebelum dicetak dan diserahkan kepada penguji.

Selama dua hari, situasi di ruangan ujian selalu sama, tegang, fokus berpikir, sibuk dengan urusan sendiri dan bahkan ada tidak memikirkan untuk  istrahat makan siang.

Jika dipikir kembali dari sekian banyak mata uji, hanya dua yang membuat degupan jatung kami memompa lebih kencang. Mengerjakan soal Kode etik Jurnalis dan membangun jejaring.

Kode etik jurnalis membuat kami harus meluangkan waktu lebih banyak untuk belajar. Bahkan beberapa hari sebelum ujian kami telah memngumpulkan bahan-bahan terkait dan tentunya sedikit menghafal.

Sementara pada materi membangun jejaring kami harus memilah dengan baik sejumlah kontak narasumber penting, dan tentunya yang kami yakini akan menjawab panggilan saat kami hubungi saat diminta oleh penguji.

Tak terasa dua hari kami lewati, hingga kami seluruh peserta UKW Muda dinyatakan Kompeten.

Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Terlaksananya UKW ini tak terlepas dari peran sejumlah BUMN di masing-masing wilayah yang bersedia bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indoesia (PWI) Pusat. Untuk wilayah Papua Selatan dua BUMN yang turut mendorong UKW ini adalah PT. Freeport dan Bukit Asam.

Euforia penyelenggaraan ukw yang disokong oleh BUMN ini  mendapat respon positif  dari hampir seluruh jurnalis di Papua Selatan yang turut serta memanfaatkan momen yang telah lama dinantikan ini. Respon ini ditunjukkan dengan antusias sejumlah wartwan yang selama ini belum  mengikuti uji kompetensi karena sejumlah faktor,  diantaranya karena diselenggarakan  di luar Papua Selatan yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Nuriani yang sebelumnya terkendala karena tak bisa meninggalkan keluarga menyebut UKW perdana  di Papua Selatan yang diselenggarakan oleh PWI yang bekerjasama dengan BUMN ini telah lama ia nantikan.

“Alhamdulillah,baru sekarang UKW bisa diselenggarakan di Merauke. Kita bisa ikut dengan tenang sambil mengurus keluarga dengan baik,” sebut jurnalis metromerauke.com ini.

“saya pribadi berterima kasih kepada PWI dan BUMN yang menggelar UKW dengan sistim jemput bola secara langsung di Merauke. Terima kasih,” pungkas perempuan kelahiran Doplang, 42 tahun lalu ini.

Saya juga sempat mewawancarai  Ronny, satu teman yang lebih dulu melakukan uji kompetensi untuk Wartawan Muda secara  mandiri di salah satu lembaga penguji yang berkantor di Jakarta.

Ronny, mengatakan dirinya merogoh kocek hampir 20 juta rupiah untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan, jumlah ini bukanlah sebuah angka yang sedikit bagi wartawan daerah dengan penghasilan yang tidak tetap  dan masih jauh dari kata mapan.

“Biaya dari awal saya berangkat hingga kembali sekitar 20 jutaan lah, karena harus ke Jakarta dan menginap di hotel selama lima hari,” ujarnya.

Tak hanya kalangan Jurnalis saja yang mengapresiasi kegiatan ini, Staf Ahli Gubernur Papua Selatan turut menganturkan ucapa terima kasih kepada BUMN dan PWI karena mendukung uji kapasitas wartawan untuk dinyatakan sebagai jurnalis  kompeten.

“Terima kasih kepada PWI Pusat, PT.Freeport dan Bukit Asam yang mendukung acara ini, saya berharp UKW ini dapat meningkatkan mutu jurnalis di Papua Selatan,” ucap Willem Costa saat membuka acara UKW.

Dukungan untuk kegiatan ini juga datang dari sejumlah instansi terkait yang selama ini  menjadi nara konfirmasi jurnalis Papua Selatan.

Bahkan Kapores Merauke, Kejaksaan Negeri, Satuan TNI -Polri, Diskominfo tampak hadir dan berpartisipasi dalam proses uji kompetensi wartawan yang pertama kalinya digelar di salah satu provinsi termuda di Indonesia ini.

Sebagai penutup, dukungnan BUMN untuk meningkatkan kapasitas wartawan dalam  menjalankan aktivitas jurnalistik yang sesuai dengan aturan  mendapat acungan jempol dari para jurnalis khususnya di Papua Selatan.

Dengan predikat jurnalis kompeten, tentu wartawan yang bersangkutan telah terikat dengan aturan profesi dalam melakukan aktivitas sebagai alat kontrol dalam membangun Papua Selatan di berbagai bidang.

***Sharif Jimar***

Penulis : KompasTV-Merauke

Sumber : Kompas TV


TERBARU