> >

Langkah Kaki Tertatih dan Percikan Malam Jemari Deni, Sang Difabel Mandiri dari Temanggung

Jawa tengah dan diy | 12 Desember 2023, 06:25 WIB
Deni (22) seorang pemuda berketerbatasan fisik di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sedang mewarnai kain putih yang akan dibuat menjadi batik, Selasa (5/12/2023). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

TEMANGGUNG, KOMPAS.TV –  Langkah pemuda berusia 22 tahun itu tertatih menuju kain putih yang terpasang pada semacam rangka berbahan pipa PVC berbentuk empat persegi panjang.

Keterbatasan fisik yang ada pada Deni, menyebabkan pemuda itu mengalami kesulitan untuk bergerak lincah. Ia harus bergerak perlahan saat beraktivitas.

Siang itu, Selasa (5/12/2023) Deni beraktivitas di kelas membatik Sentra Terpadu “Kartini” Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Temanggung, Jawa Tengah.

Ruangan itu berukuran cukup luas dengan ventilasi yang bagus, sehingga cahaya matahari maupun angin dengan mudah masuk melalui pintu maupun jendela yang ada.

Langkah pelan Deni terhenti saat ia berada di samping kain putih yang terpasang pada rangka pipa PVC. Kepulan asap putih tipis dari wajan berisi malam panas, menyebarkan aroma khas.

Pelan ia mengambil kuas berukuran sedang, kemudian membersihkan dengan cara mengibaskannya sebelum mencelupkan ke dalam malam cair.

Deni lalu memercikkan malam atau lilin cair yang menempel pada kuas itu. Malam atau lilin menjadi bahan utama dalam pembuatan batik tulis. Kali ini tepat di atas kain putih yang sudah terbentang  lebar di rangka pipa.

Kibasan-kibasan yang dilakukan Deni menimbulkan bercak berupa bintik-bintik malam berwarna cokelat di permukaan kain. Ia mengulangnya hingga seluruh permukaan kain tersebut tertutup percikan malam.

Angin siang yang nakal meniup bertiup ke dalam ruangan, mengibaskan beberapa lembar jemuran kain batik buatannya yang telah kering.

Tanpa menghiraukan kibasan-kibasan kain beraneka warna tersebut, Deni melanjutkan pekerjaannya. Ia kembali berjalan menuju salah satu sudut ruangan, mengambil kuas lain dan pewarna kain.

Deni (22) seorang pemuda berketerbatasan fisik di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menunjukkan cara mewarnai kain putih yang akan dibuat menjadi batik, Selasa (5/12/2023). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Kain putih yang sudah ia perciki dengan malam cair tadi ditinggalkan agar malamnya mengering. Deni menuju lembaran kain putih lain yang telah bergambar.

Seperti pada proses awal pembuatan batik ciprat, Deni kembali mencelupkan kuas yang digenggamnya. Tapi, kali ini ia memasukkannya ke dalam pewarna pakaian.

Tangannya bergerak pelan mengikuti gambar pola yang ada pada kain itu, menorehkan warna hijau pada garis-garis samar di kain tersebut.

Baca Juga: Sambut Hari Disabilitas Internasional, KAI Divre III Apresiasi Hasil Karya Sahabat Difabel

Setelah proses pewarnaan selesai, nantinya kain tersebut akan dijemur, lalu setelah kering, proses selanjutnya adalah mencucinya hingga malam yang menempel luruh.

Kegiatan itu rutin dilakukan Deni mulai pukul 08.00 WIB hingga siang, sebelum ia kembali beraktivitas di salah satu kafe binaan Sentra Terpadu “Kartini” Temanggung sebagai barista.

Hanung Faris Fahrudin, pembimbing keterampilan batik di instalasi produksi Sentra Terpadu "Kartini" Temanggung, menyebut Deni merupakan salah satu Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di tempat itu.

 

Deni sudah cukup lama dibina di tempat itu, sehingga kini ia sudah bisa membimbing PPKS lain yang lebih junior untuk memroduksi batik.

“Kami biasanya mulai kerja jam setengah 8 pagi, briefing, pembagian tugas. Anak  ini kan sudah lumayan lama di sini jadi sudah paham apa yang harus dikerjakan,” kata Hanung.

Meski memiliki keterbatasan fisik, menurut Hanung, Deni termasuk sosok yang mandiri, bahkan kini ia menjadi asisten Hanung di kelas keterampilan batik.

“Deni ini sudah membantu saya sebagai asisten dan sudah bisa membimbing adik-adiknya.”

Kerajinan batik ciprat hasil produksi PPKS di tempat itu kemudian dipasarkan di sejumlah tempat, termasuk di galeri milik balai rehabilitasi disabilitas ini.

Selain dipajang di galeri, batik buatan mereka tak jarang dipromosikan kepada sejumlah relasi, termasuk rekan-rekan dari instansi lain di daerah lain.

Kendala dalam Membatik

Saat awal belajar membatik di tempat itu, keterbatasn fisik yang dimiliki Deni memang sedikit menjadi kendala, khususnya dalam bergerak lincah.

Deni sempat mengalami kesulitan seperti tidak bisa berdiri terlalu lama, kemudian kesulitan jongkok, dan beberapa keluhan lainnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Deni pun terbiasa melakukannya meski tetap harus bergerak perlahan.

“Kalau Deni dia kan difabel fisik, kaki, dan lain-lain, jadi awalnya ada kesulitan untuk jongkok, berdiri.”

Deni (22) seorang pemuda berketerbatasan fisik di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mewarnai kain yang akan dijadikan batik, Selasa (5/12/2023). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Kendala untuk membatik, karena dia terbatas pergerakan kakinya, itu yang sedikit menghambat ketika mau mengangkat, memindah atau mewarnai, tidak bisa tergesa-gesa, harus menyesuaikan badannya dulu,” kata Hanung melanjutkan.

Kini, Deni bukan hanya berkegiatan di kelas batik. Dia juga mengembangkan keterampilan lainnya dengan menjadi barista di kafe yang dikelola oleh lembaga pelatihan ini terpadu ini.

Biasanya, ia berangkat ke kafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat itu mulai pukul 13.30 WIB, dan pulang pada malam hari setelah kafe tutup.

Sementara, koordinator Instalasi Produksi Sentra Terpadu “Kartini” Temanggung, Suharno, menyebut Deni mendapatkan penghasilan atas jerih payahnya.

Deni mendapatkan penghasilan sebesar Rp800 ribu per bulan dari kegiatannya di kelas batik, dan mendapatkan tambahan penghasilan dengan jumlah yang sama sebagai barista di kafe.

Bukan hanya mendapatkan penghasilan berupa uang, Suharno menyebut pihak balai pun menyediakan segala kebutuhan pokok untuk para PPKS di tempat itu.

Baca Juga: Momen Ganjar Dengar Curhat Penyandang Difabel di CFD Lombok

“Kalau di (kelas) batik ini digaji Rp800 ribu, plus fasilitas kebutuhan pokok seperti beras, dan sayuran, bersama teman-temannya. Jadi mereka tinggal di sentra ini. Di barista juga sama (gajinya),” kata Suharno.

Suharno juga menambahkan penjelasan Hanung tentang pemasaran produk batik mereka. Menurutnya, pemasaran kerajinan batik tersebut lebih banyak ke luar Jawa.

“Pemasaran produknya justru banyak ke luar Jawa. Sesama balai (rehabilitasi) ada, SLB juga banyak.”

Seorang pemuda difabel Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di Sentra Terpadu Kartini, Temanggung memberi makan kambing ternaknya, Selasa (5/12/2023). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Selain kelas batik dan kafe, Sentra ini juga memberikan bekal keterampilan lain untuk para PPKS, baik itu difabel, anak bermasalah dengan hukum (ABH), maupun lansia.

Beberapa keterampilan dan kegiatan di situ di antaranya adalah jasa  cuci mobil yang memberdayakan ABH, kemudian keterampilan pertukangan, las, hingga peternakan kambing.

Khusus untuk peternakan kambing, ada dua kelompok, yakni kelompok peternak yang menjual hanya daging kambingnya dan kelompok yang menjual kambing ekor per ekor.

Kambing yang hanya diambil dagingnya diberi makanan khusus yang berfungsi untuk menggemukkan. Sedangkan kambing yang dipelihara untuk dijual ekor per ekor diberi makan rumput.

“Kegiatannya di instalasi produksi itu ada membatik, las, pertukangan, cuci mobil, perikanan, peternakan kambing. Yang kita tangani di sini ada difabel, ABH, dan lansia,” tuturnya.

Hingga kini, kata Suharno, pihaknya tidak mengalami kendapa yang berarti dalam memberikan keterampilan untuk PPKS.

Sebab, pihaknya menyesuaikan dengan minat para PPKS tersebut.

“Kami tidak ada kendala yang berarti, kami menyesuaikan dari PPKS yang ada.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU