> >

Viral Fenomena Hujan Lebat Usai Cuaca Panas, BMKG Ungkap Penyebabnya

Jawa tengah dan diy | 27 Oktober 2023, 15:02 WIB
Ilustrasi hujan lebat. Penyebab hujan lebat yang turun usai cuaca panas ekstrem. (Sumber: scroll via tribunnews)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Netizen mempertanyakan adanya fenomena hujan lebat usai cuaca panas ekstrem yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. 

Cuaca panas ekstrem sebelumnya dikeluhkan oleh masyarakat. Suhu maksimum rata-rata mencapai 37 derajat Celcius. Saat ini, musim hujan datang secara bertahap di beberapa wilayah.

Banyak yang melaporkan adanya hujan lebat disertai angin. Salah satunya diunggah oleh akun Instagram @merapi_uncover yang membagikan video hujan lebat di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Bahkan, ada pohon tumbang akibat angin kencang.

Baca Juga: Diterpa Hujan dan Angin, Atap Parkiran UMS Roboh dan Timpa 50 Motor

Hujan disertai angin kencang di Delanggu Klaten sore tadi,” tulis @merapi_uncover di X, Kamis (26/10/2023).

Kawasan Dlingo, Yogyakarta juga dilaporkan sudah turun hujan disertai angin kencang. Pada kolom komentar, tampak foto yang dibagikan netizen dan menyebutkan seng atap rumah yang terbang.

Tak hanya itu, di Sukoharjo, Jawa Tengah, atap parkir salah satu kampus, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) roboh dan menimpa 50 motor akibat hujan dan angin.

Penjelasan BMKG

Plt Kepala Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani menjelaskan perubahan cuaca dari panas ekstrem ke hujan lebat disertai angin yang terjadi.

Andri mengatakan bahwa fenomena ini memang kerap terjadi di wilayah tropis seperti di Indonesia. Fenomena ini umumnya terjadi ketika peralihan musim.

“Terutama di wilayah yang mulai berada pada peralihan musim atau pancaroba,” kata Andri, Kamis (26/10).

Ia menjelaskan penyebab perubahan cuaca yang cukup ekstrem ini. Faktor pertama adalah aktifnya gelombang atmosfer Rossby Ekuator dan Kelvin di sejumlah wilayah di Indonesia.

Selain itu, adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi juga menjadi faktor penyebab fenomena ini.

"Intensitas radiasi Matahari dan pemanasan yang tinggi di pagi hingga siang hari dapat memicu proses konvektif skala lokal sehingga mengakibatkan potensi penguapan yang cukup tinggi," terang Andri. 

"Hujan yang kerap terjadi di masa pancaroba ini lebih disebabkan daya angkat atau penguapan yang cukup tinggi dari pagi hingga siang hari dan hujan turun pada sore hari," sambungnya.

Baca Juga: BMKG Rilis Wilayah Indonesia yang Diprakirakan Hujan pada 26-28 Oktober 2023

Menyikapi fenomena ini, Andri mengimbau kepada masyarakat untuk waspada dengan adanya hujan lebat. Pasalnya, hujan lebat dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir hingga tanah longsor,

"Masyarakat diimbau dan diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas atau kondisi terik pada siang hari dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan," saran Andri.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.com, Kompas TV


TERBARU