Pengamat Usul TransJakarta Contoh KAI, Terapkan Kelas dan Tarif Berbeda tapi Jam Kedatangan Sama
Jabodetabek | 28 September 2023, 08:49 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - TransJakarta berencana menerapkan tarif berdasarkan domisili atau KTP penggunanya serta berdasarkan status ekonomi penumpang. Nantinya, tarif untuk warga DKI dan warga daerah penyangga akan berbeda, begitu juga tarif untuk masyarakat yang mampu dan yang tidak mampu.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, kebijakan itu tidak tepat dan tidak efektif. Pasalnya, Jakarta adalah kota yang terbuka sehingga tidak mudah untuk memilah mana warga Jakarta dan mana yang bukan, dalam penggunaan transportasi umum sehari-hari.
Dengan adanya pembedaan tarif seperti itu, Trubus mengatakan masyarakat mampu akan kembali naik kendaraan pribadi.
Baca Juga: Tarif Baru TransJakarta Sesuai KTP: Agar Subsidi APBD DKI Tepat Sasaran, Kartu Hilang Saldo Aman
"Kalau begitu nanti yang naik TransJakarta warga yang masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) saja. Dampaknya yang menengah atas enggak mau naik kendaraan umum," kata Trubus saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (27/9/2023).
Selain itu, masyarakat juga belum tentu mau untuk membuka data pribadi mereka kepada TransJakarta. Sebagai informasi, sistem harga tiket yang nanti diterapkan adalah sistem tiket berbasis akun (account based ticketing/ABT).
Dengan sistem tiket ABT, data pengguna akan terintegrasi di aplikasi Jaklingko dengan kartu tiket transportasi.
Trubus menyarankan, TransJakarta lebih baik mengoptimalkan bus gandeng nya untuk membagi kelas penumpang.
"Misal di bus gandeng yang bagian depannya, dibikin yang bagus fasilitasnya tapi tarifnya lebih mahal. Nah di bagian belakangnya, harganya tetap Rp3.500 dan fasilitasnya juga biasa saja," kata Trubus.
Baca Juga: Minta LRT Diteruskan ke Bogor, Jokowi: Sekarang Penuh Terus
"Masyarakat bebas memilih tapi yang penting asas keadilan sudah terpenuhi. Yaitu sama-sama sampai tujuan pada waktu yang sama," ujarnya.
Begitu juga dengan LRT dan MRT bisa diterapkan konsep serupa. Trubus bilang, TransJakarta bisa mencontoh konsep kereta api jarak jauh. Di mana dalam satu rangkaian kereta ada gerbong eksekutif dan ekonomi yang fasilitasnya berbeda, tapi waktu tempuhnya sama.
Ia meyakini konsep seperti itu bukan bentuk diskriminasi terhadap masyarakat. Asalkan sosialisasinya dilakukan secara masif dan baik.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.tv, Antara