Menilik Jejak Peninggalan Sultan Agung lewat Makam Para Raja Imogiri dengan 300 Anak Tangga
Jawa tengah dan diy | 19 Agustus 2023, 02:00 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Makam Raja Imogiri adalah kompleks makam bagi raja-raja Mataram Islam yang dibangun oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada 1632. Makam Raja Imogiri atau Pajimatan Imogiri ini berjarak sekitar 12 Km di sebelah selatan Kota Yogyakarta tepatnya di Bukit Merak, Dusun Pajimatan, Girirejo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melansir laman makamimogiri.bantulkab.go.id, makam Raja Imogiri memiliki luas hingga 10 hektar. Tempat ini menjadi kawasan peristirahatan raja-raja yang pernah bertahta di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta beserta keluarganya.
Nama Pajimatan Imogiri berasal dari gabungan dua suku kata ‘pajimatan’ dan ‘imogiri’. Pajimatan berasal dari kata ‘jimat’ yang mendapat awalan pa- dan akhiran –an, untuk menunjukkan tempat, sehingga bermakna sebagai tempat untuk jimat atau tempat pusaka.
Baca Juga: Peninggalan Sultan Agung di Makam Imogiri
Sedangkan Imogiri atau Imagiri berasal dari kata ‘ima’ atau ‘hima’ yang berarti berawan atau awan yang meliputi gunung, dan giri yang berarti gunung. Dengan begitu nama Pajimatan Imagiri bermakna sebagai gunung berawan/gunung tinggi yang merupakan tempat bersemayamnya jimat/pusaka bagi kerajaan Mataram Islam.
Selain terkenal dengan gaya arsitektur makamnya, terdapat pula sekitar 300 anak tangga ikonik yang harus dilalui pengunjung untuk mencapai area makam. Ada beberapa sumber tertulis seperti Babad Momana dan Babad ing Sangkala yang menyebut bahwa Sultan Agung memerintahkan pembuatan pemakaman kerajaan tersebut.
Pembangunan kompleks pemakaman raja di Bukit Merak ini dimulai pada tahun 1554 Saka atau 1632 Masehi. Mulanya, Sultan Agung memerintahkan untuk membangun pemakaman keluarga kerajaan di Bukit Girilaya.
Namun, rupanya Panembahan Juminah yang mengawasi pembangunannya pemakaman meninggal dan dimakamkan di Giriloyo. Maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat pemakaman baru.
Pemilihan lokasi makam di tempat yang tinggi ini mengingatkan pada kepercayaan masyarakat di masa lalu bahwa arwah nenek moyang akan bersemayam di tempat yang tinggi. Hingga akhirnya pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan sesuai keinginannya maka jasadnya pun dimakamkan di tempat tersebut.
Makam Sultan Agung menjadi makam pertama sekaligus makam induk yang disebut Kasultanagungan. Setelah itu barulah kompleks makam ini digunakan sebagai makam untuk raja-raja setelahnya.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV