> >

Aparat Desa di Bandung Jawab Tuduhan Pungli dan Pelecehan Seksual ke Perempuan yang Mau Bikin KTP

Jawa barat | 23 Juni 2023, 15:26 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual. Seorang aparat desa di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dituding melakukan pungutan liar (pungli) dan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan. (Sumber: Pixabay)

BANDUNG, KOMPAS.TV - Seorang aparat Desa Banyusari, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berinisial R disebut melakukan tindakan pungutan liar atau pungli dan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan berinsial SR.

Menurut SR, pelaku R mengajaknya berhubungan intim sembari menawarkan bisa mendapatkan dokumen kependudukan yang diinginkannya.

Diketahui, SR hendak mengurus dokumen kependudukan berupa Kartu Keluarga atau KK, Kartu Tanda Penduduk atau KTP, dan akta kelahiran agar bisa bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW).

Untuk mendapatkan dokumen-dokumen itu, SR kemudian menghubungi R yang bekerja sebagai perangkat desa di Desa Banyusari. 

SR mengaku saat akan mengurus KK, KTP dan akta kelahiran, dirinya dimintai uang sebesar Rp1 juta oleh pelaku R sebagai biaya pengerjaan seluruh dokumen tersebut.

"Dari pertama kami sudah bernegosiasi berapa harga gitu kan, terus dia bilang seharga Rp1 juta, nah itu oke selesaikan dengan nominal segitu dan saya sanggup," kata SR dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Heboh Dugaan Pelecehan Seksual, Pelapor Belum Ada Niat Mediasi dengan Sugeng Suparwoto

Selanjutnya, kata SR, pelaku R secara tiba-tiba membatalkan kesepakatan yang sudah dibicarakan. Sebagai gantinya, pelaku R mengajak korban untuk berhubungan badan.

"Habis itu saya datang lagi ke situ, dipanggil, ternyata dalam nominal Rp1 juta itu enggak bisa diselesaikan juga,” ujarnya.

“Kemudian dia beralih langsung ngomong, katanya 'itu semua bisa saya urus asal kamu mau berhubungan badan dengan saya'.”

Menanggapi tudingan pungli dan pelecehan seksual itu, perangkat Desa Banyusari berinisial R buka suara terkait kasus yang menjeratnya.

Ia menampik keterangan yang disampaikan SR yang mengaku dimintai sejumlah uang olehnya hingga diajak bersetubuh.

R membenarkan bahwa SR memang berniat ingin membuat sejumlah dokumen kependudukan di Kantor Desa Banyusari. 

Baca Juga: Dosen di Bali Lakukan Pelecehan Seksual, Kini Jadi Tersangka! | POP NEWS

Namun, soal permintaan uang Rp1 juta untuk biaya pembuatan dokumen kependudukan itu hanyalah guyonannya saja. 

R mengaku bercanda menyampaikan permintaan uang itu karena ia dan SR teman dekat dan bertetangga. Ia pun menegaskan tidak ada bukti transaksi atas uang tersebut.

"Sebenarnya sih bukan seperti itu ceritanya. Memang dia mau bikin KK, tapi sebelumnya menghubungi lewat WhatsApp dulu ke saya. Nah, yang uang Rp 1 juta itu bentuk bercandaan saja karena dia sama saya itu kenal dekat," kata R di Mapolresta Bandung, Kamis (22/6/2023).

Lebih lanjut, R mengeklaim bahwa dirinya tetap mengarahkan SR untuk datang ke Kantor Desa Banyusari dan mengikuti prosedur yang berlaku jika ingin membuat sejumlah dokumen yang diinginkannya.

"Kemudian kata saya, kalau mau mengurus dokumen, silakan saja ke kantor desa. Di sana, saya jelaskan bagaimana prosedurnya," ujar R.

"Enggak ada, malah saya jelasin bagaimana prosedur buat dokumen itu, apa yang harus dibawa dan lainnya.”

Selain itu, R bicara soal ajakan berhubungan badan kepada SR. R mengaku bahwa saat itu SR berstatus janda pada waktu itu dan meminta kepadanya untuk dicarikan laki-laki.

Menurut R, SR meminta dicarikan laki-laki karena akan pergi ke Arab Saudi menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karenanya, ia membutuhkan sejumlah uang.

"Terus soal bersetubuh. Dia spontan minta cowok ke saya, soalnya lagi butuh uang. Dia kan bentar lagi mau ke Arab, katanya mumpung masih di sini, tolong cariin. Kata saya, ada," ujarnya.

Ketika meminta dicarikan laki-laki, R mengaku terpancing hingga akhirnya menawarkan diri kepada SR sebagai sosok laki-laki yang dicari itu. 

R juga mengakui menawari agar SR mau melakukan hubungan badan dengannya. Saat itu, kata dia, SR menyepakati ajakannya tersebut.

"Nah, saya kan laki-laki, timbul ada hasrat. Sudah gitu, saya bilang kalau mau, sama saya aja, gimana? Dia jawab, katanya, 'ya sok atuh' dan mau,” ujar R. 

“Karena dia mau, saya langsung bawa keluar ke hotel, ya sudah dari situ terjadi. Jadi enggak ada pemaksaan atau apa. Itu enggak ada sangkut pautnya sama pembuatan dokumen tadi.”

Setelah berhubungan badan, R sempat memberikan uang kepada SR sebesar Rp100.000. 

Sementara, Kepala Desa Banyusari, Didin Dino mengatakan tidak tinggal diam dengan adanya kasus tersebut.

Didin menjelaskan, perangkat RT dan RW setempat melakukan mediasi dengan kedua belah pihak. Namun, menurut laporan RT dan RW, pelapor atau SR bukan warga Desa Banyusari.

"Saya tidak tinggal diam, saya juga sudah menelusuri ke pihak keluarga SR dan R untuk memediasi, cuma yang susah itu nyari dia (SR), soalnya dia numpang di Desa Banyusari. Dia bukan domisili Desa Banyusari dan hanya menumpang di keponakannya yang kebetulan warga saya," ujarnya.

Baca Juga: ICW: Kasus Pungli Jadi Bukti Integritas KPK di Kepemimpinan Firli Bahuri Semakin Lemah

Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Didin menambahkan, R sudah diberi hukuman secara administrasi.

"Lalu, langkah administrasi Desa, saya sudah mengambil langkah memberi Surat Peringatan (SP) saudara Roelly supaya tidak ada kegiatan di lingkungan Desa Banyusari, SP 1,” kata Didin. 

“Cuma kan kalau langsung sama Pak Kades, mungkin dikeluarkan dan sebagainya. Kita masih punya hati nurani, kalau terbukti bersalah, itu langkah terakhir yang bisa kita pakai.”

Didin membantah jika di desa binaannya terdapat pungli seperti yang disampaikan SR.

"Enggak ada, saya sudah menginstruksikan kepada semua jajaran aparatur pemerintahan, khususnya unsur melayani masyarakat, tidak ada pungli satu peser pun juga, semua digratiskan," ujar Didin.

 

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU