Investigasi The New York Times Soal Perbudakan Bupati Langkat: Hukuman Ringan, Banyak Pelaku Lolos
Sumatra | 20 Juni 2023, 21:30 WIB“Ini bukan rehab. Ini penjara. Mereka memperlakukan kami seperti binatang. Kami putus asa di sana,” kata Bambang.
Bambang mengaku dikirim orang tuanya pada awal 2021 untuk rehabilitasi kecanduan sabu-sabu. Setibanya di tempat Bupati Nonaktif Langkat, Bambang mengaku dicambuk dengan selang kompresor.
Bambang kemudian dilepaskan dari kerangkeng oleh penjaga, diperintahkan untuk mengawasi tahanan lain. Sedikit keleluasaan ini membuat Bambang berkesempatan menyaksikan penyiksaan dan pembunuhan.
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Ada 1.476 Korban TPPO dalam Kurun 5-17 Juni 2023
Pria berusia 31 tahun itu pun menjadi saksi penyiksaan Sarianto Ginting hingga mati. Sarianto dibawa ke tempat Bupati Nonaktif Langkat pada pertengahan 2021 lalu.
Putra bupati, Dewa Perangin-Angin menginterogasi dan menyiksa Sarianto. Dewa menggebukinya dengan kayu dan mencambuknya dengan selang kompresor.
Dalam kondisi luka-luka, Dewa kemudian menyuruh Sarianto mandi di kolam. Penjaga menceburkannya. Namun, setelah dua kali diceburkan, Sarianto tidak muncul ke permukaan.
Bambang mengaku turut mengevakuasi jenazah Sarianto. Ia mengaku menolak tawaran mobil dan uang ratusan juta rupiah untuk tidak memberi kesaksian merugikan terhadap keluarga Perangin-Angin.
Kerangkeng di tanah Bupati Nonaktif Langkat sendiri ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Januari 2022 lalu ketika mengusut dugaan korupsi yang menyeret Terbit Perangin-Angin. Petugas kemudian menemukan 65 orang dikurung dalam dua kerangkeng.
Dewa Perangin-Angin bersama seorang pria lain kemudian divonis 19 bulan penjara atas penyiksaan tahanan hingga mati. Kini, Dewa disebut sudah bebas.
“Dia senang melihat orang lain disiksa. Ketika dia menyiksa orang, itu di luar batas,” kata korban lain, Sueb tentang Dewa Perangin-Angin.
Dua kerangkeng itu dibangun para tahanan pada 2016, menggantikan kerangkeng yang dibuat sebelumnya. Kerangkeng ini dibuat di sudut kebun sawit. Setiap kerangkeng dilengkapi kakus tak layak dan dapat menampung sekitar 30 orang.
Tahanan yang nekat kabur disebut mengalami perlakuan brutal. Roni, seorang korban yang pernah mencoba kabur, menceritakan penyiksaan yang dialaminya.
Pria berusia 25 tahun itu menyebut, setelah ditangkap kembali, rambut kemaluannya dibakar. Penjaga juga menyundut kepala penisnya dengan rokok.
Penjaga lalu memerintahkan Roni dan tahanan lain yang mencoba kabur untuk saling menyodomi Semua penyiksaan ini direkam penjaga.
Hukuman Ringan, Banyak Pelaku Bebas Berkeliaran
Korban kerangkeng Bupati Nonaktif Langkat telah menyampaikan 60 nama pelaku yang terlibat perbudakan keapda pihak terkait. Namun, hanya 13 yang diproses sejauh ini.
Para korban yang memberi kesaksian mengaku frustrasi dengan kelunakan yang ditunjukkan polisi dan pengadilan. Tidak ada pihak tertuduh yang dijerat lebih dari satu pasal.
Baca Juga: Imbas Tragedi Kanjuruhan, New York Times Sorot Polisi Indonesia: Kurang Terlatih, Seolah Kebal Hukum
Lima tentara yang turut menyiksa tahanan pun hanya dihukum setahun atau kurang. Sedangkan lima polisi yang terlibat, termasuk ipar Terbit Perangin-Angin, didemosi tetapi tidak dipidana.
Roni mengaku telah memberi tahu polisi nama-nama penjaga yang menyiksanya. Namun, tidak ada yang ditangkap. Belakangan, ia melihat salah satu penjaga berkeliaran di desanya.
Keempat korban yang diberi perlindungan LPSK dan diwawancara The New York Times mengaku telah bersaksi terhadap beberapa tersangka yang diadili. Mereka mengaku takut atas keselamatan sendiri ketika melihat orang-orang yang menyiksa mereka masih berkeliaran.
“Tidak mengejutkan jika proses hukum akan lunak kepada semua pelaku. Itu karena bupati kaya dan punya jaringan kuat,” kata Direktur Kontra Sumatra Utara Rahmat Muhammad.
Kontras sendiri mendesak polisi untuk berbuat lebih banyak sehubungan kasus perbudakan di tempat Terbit Rencana Perangin-Angin.
LPSK memperkirakan bahwa politikus Partai Golkar itu memperoleh keuntungan hingga Rp177,5 miliar dari praktik perbudakan modern. Namun, sejauh ini, Terbit tak kunjung diadili mengenai kasus perdagangan manusia.
Per 6 Juni 2023, LPSK menyebut Polda Sumatra Utara telah menyita aset pabrik kelapa sawit milik tokoh Pemuda Pancasila itu sebagai jaminan restitusi korban perbudakan.
“Agar kami bisa berikan layanan sebaik-baiknya kepada korban dan terutama menjamin agar restitusi yang dituntut oleh para terlindung LPSK ini dapat dibayarkan," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dikutip Antara.
Hingga berita ini diturunkan, Terbit maupun Dewa Perangin-Angin tidak menanggapi permintaan wawancara atau daftar pertanyaan yang dikirimkan The New York Times melalui kuasa hukum.
Baca Juga: Panglima TNI Minta Korban Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Tak Takut Bicara, Ini Alasannya
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : The New York Times