Momen 33 Biksu dari Thailand Tiba di Candi Borobudur, Terkesan dengan Keramahan Masyarakat
Jawa tengah dan diy | 2 Juni 2023, 07:38 WIBMAGELANG, KOMPAS.TV - Hari sudah mulai sore ketika 33 biksu menjejakkan kaki di gerbang Kalpataru, pintu masuk Taman Wisata Candi Borobudur, Kamis (1/6/2023) kemarin.
Perjalanan mereka yang dimulai tiga bulan lalu dari Thailand akhirnya berujung di candi megah yang berdiri di wilayah Kabupetan Magelang, Jawa Tengah pada pukul 15.27 WIB.
Koordinator pelaksanaan thudong, Biksu Kantadhammo, berbagi cerita bahwa hanya dua dari rombongan yang pernah mengunjungi Indonesia sebelumnya.
Bagi mayoritas biksu lainnya, momen ini adalah pengalaman pertama yang mengesankan.
Baca Juga: Momen Puluhan Biksu Thudong Tiba di Borobudur Usai Berjalan dari Thailand
Sementara Biksu Nathanpong dari Thailand perjalanannya kali ini memberikan pengalaman yang terkesan dan takjub dengan Candi Borobudur.
"Sungguh luar biasa bisa beribadah di bangunan ajaib seperti ini," ungkap Nathanpong dikutip dari Harian Kompas, Kamis (1/6).
Rombongan biksu melanjutkan perjalanan mereka ke zona 1 candi, tempat mereka beribadah.
Pengunjung candi yang sedang berada di lokasi juga ikut terpukau dengan kedatangan para biksu.
Baca Juga: Sambut Waisak Biksu Thudong dari Thailand Ikuti Tradisi Pindapata di Magelang
Satu di antaranya adalah Tin Ratmi, seorang pengunjung berusia 65 tahun asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
"Kebetulan sedang berwisata di Candi Borobudur. Saya ikut bahagia melihat langsung kedatangan para biksu," ujarnya.
Para biksu tidak hanya mendapat sambutan hangat dari masyarakat, tetapi juga penghormatan dari pihak pengelola candi.
Subkoordinator Warisan Dunia Borobudur Museum dan Cagar Budaya Wiwit Kasiyati mengungkapkan pihaknya sangat menghormati tradisi thudong yang dilakukan oleh para biksu.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Menyapa 32 Bhikkhu yang Melakukan Ritual thudong dari Thailand ke Indonesia. .
Beberapa aturan khusus diberlakukan untuk memenuhi prinsip-prinsip mereka, seperti mereka naik ke candi tanpa mengenakan alas kaki.
"Mereka punya aturan yang harus dihormati. Saat naik ke candi, misalnya, mereka tidak mengenakan alas kaki," ujarnya.
Sementara Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Febrina Intan mengatakan kunjungan para biksu ini merupakan momen luar biasa yang memberikan kisah keberagaman.
"Ini akan menjadi bagian dari cerita keberagaman, kerukunan, dan kebersamaan, yang mewarnai perjalanan dan interaksi para biksu dengan warga selama di Indonesia," ujarnya.
Baca Juga: Biksu dan Umat Lakukan Pradaksina di Candi Borobudur
Rencana thudong para biksu
Sebelum mencapai Candi Borobudur, para biksu melakukan pertemuan dengan Bupati Magelang, Zaenal Arifin.
Mereka mengutarakan rencananya untuk melakukan thudong ke Indonesia setiap tiga tahun sekali.
Zaenal Arifin menyambut baik rencana tersebut dan berharap kunjungan berikutnya akan melibatkan lebih banyak biksu, bahkan dari berbagai negara.
"Jumlah biksu bisa lebih banyak dan berasal dari negara lainnya," kata Zaenal.
Para biksu berterima kasih kepada warga yang telah menyambutnya. Mereka tidak hanya diterima dengan senyuman, tetapi juga dengan makanan dan minuman.
Baca Juga: Candi Borobudur Disterilkan dari Pengunjung Hari Ini untuk Ritual Biksu Thudong Thailand
Apa arti thudong?
Dirjen Bimas Buddha Supriyadi menjelaskan thudong adalah perjalanan spiritual atau religius yang mengikuti jejak Buddha pada zaman kehidupannya ketika belum ada wihara atau sarana transportasi modern.
"Thudong adalah perjalanan spiritual atau religi yang dilakukan untuk mengikuti jejak Buddha," jelas Supriyadi dikutip dari Kompas.com.
Thudong dilakukan dengan cara berjalan kaki sambil melakukan perenungan.
Dalam perjalanan para bhante, bhikkhu, atau biksu bahkan memasuki hutan, untuk memenuhi darma atau tugas-tugas keagamaan mereka.
Sebelum memulai perjalanan, para biksu harus menjalani masa berdiam diri di satu tempat dan berpuasa selama empat bulan.
Baca Juga: Biksu Thudong Disambut Antusias Warga Kota Semarang
Puasa ini biasanya dilakukan selama musim hujan. Setelah itu, ketika tiba musim kemarau atau musim semi, mereka melaksanakan thudong.
Thudong dilaksanakan selama empat bulan untuk mencapai dan mengembangkan kemampuan spiritual para biksu.
Perjalanan ini memerlukan persiapan dan perencanaan waktu yang matang.
Supriyadi menjelaskan bahwa perjalanan thudong tidak memiliki batasan jarak atau rute tertentu.
Hal ini bergantung pada niat dan waktu mulai perjalanan yang ditentukan oleh para biksu.
Penulis : Danang Suryo Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV