Bugisan, Desa Berseri Astra yang Memanfaatkan Romantisme Candi Plaosan
Berita daerah | 19 Desember 2022, 14:05 WIBKLATEN, KOMPAS.TV - Wisata di Prambanan, Klaten, Jawa Tengah identik dengan Candi Prambanan yang secara administrasi masuk dua wilayah. Yaitu Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Klaten, Jawa Tengah, hanya kebagian mengelola tempat parkirnya saja.
Namun tidak perlu berkecil hati. Di dekat Candi Prambanan masih ada Candi Plaosan atau Candi Kembar yang tidak kalah eksotisnya. Meski candinya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan Candi Prambanan, namun daya pesonanya tetaplah sama.
Candi Plaosan ini dikelola oleh Balai Pelestari Benda Cagar Budaya Jateng, yang letaknya di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Klaten.
Keberadaan Candi Plaosan yang waktu itu kurang diminati para wisatawan, dimanfaatkan oleh Pemerintah Desa Bugisan dengan menggelar Festival Candi Kembar.
Festival Candi Kembar pertama kali digelar pada tahun 2016, dibawah kepemimpinan Kepala Desa Heru Nugroho. Berbagai atraksi seni dan budaya, tampil di pelataran Candi Kembar yang menghadap ke timur. Suasananya sangat eksotis, karena para pelaku seni tampil pada sore sampai malam hari.
Sejak saat itu, masyarakat luas mulai mengenal Candi Plaosan atau Candi Kembar. Banyak wisatawan yang berfoto ria atau menikmati kopi di sekitar candi. Banyak pula yang memanfaatkan untuk olahraga bersama.
Nah, untuk mendukung para wisatawan agar betah berlama-lama, sekaligus berkunjung kembali dengan membawa rombongan yang banyak, Pemdes Bugisan mulai berbenah.
Kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang dikomandani Hastin Nuryani, istri Kepala Desa Bugisan, Heru Nugroho, mulai berbenah. Mereka mulai serius membuat makanan khas Bugisan, yaitu mengolah pepaya untuk dijadikan makanan kecil sebagai oleh-oleh para wisatawan.
"Makanan tersebut kami olah menjadi aneka camilan. Antara lain nugget, manisan, permen, stick, dan puding. Kami buat seminggu sekali bersama anggota PKK yang lain," jelas Hastin.
Pepaya yang digunakan jenis california yang sudah tua namun belum masak. Darimana mereka mendapatkan buah pepaya? Oh, ternyata programnya keren lho! PKK memanfaatkan lahan warga agar ditanami pepaya. Kalau sudah berbuah, tinggal disetorkan ke PKK. Dengan pemberdayaan masyarakat (terutama ibu-ibu) seperti itu, ada sinergitas positip yang menghasilkan nilai ekonomi.
Selain mempunyai olahan makanan, tambah Kades Heru Nugroho, juga mempunyai produk craft. Warga Desa Bugisan yang saat ini masuk dalam Desa Berseri Astra, juga ada yang memproduksi alat-alat kesehatan sederhana dari kayu, batik, ecoprint, makanan hasil pertanian, jamu, dan kerajinan lainnya.
"Di sini masyarakat bergerak bersama. Bahkan untuk ketersediaan homestay, kami juga punya. Warga dengan kesadarannya sendiri, memanfaatkan rumahnya untuk dijadikan homestay. Tentu saja harus dilengkapi prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, MCK yang bersih, dan lain-lain. Warga kami sadar bahwa desa wisata tidak akan berjalan bila tidak didukung semua pihak," jelas Heru Nugroho yang sudah dua periode menjabat sebagai Kades ini.
Di depan Candi Kembar, ada lokasi tanah milik Pemdes sebagai tanah kas desa. Di lokasi tersebut, Bumdes membuka tempat kuliner yang bisa dinikmati pengunjung sambil melihat keindahan Candi Kembar. Di sekitar lokasi ada ratusan lampion, menambah suasana makin cantik.
Di setiap ada rombongan pengunjung, Desa Bugisan Kampung Berseri Astra ini juga sudah mempunyai Paguyuban Kesenian Tradisional Pring Sedhapur untuk menyambut mereka.
Kelompok seni pimpinan Ki Sutiknohadi (85 tahun) ini, semua alat musiknya dari bambu (pring) aneka jenis. Ada pring wulung, pring apus, pring betung, dan lain-lain. Cara memainkannya dengan cara dipukul seperti memukul gamelan.
Pengelolaan Sampah Menjadi Prioritas
Gelar yang disandang Bugisan sebagai Desa Berseri Astra dan Desa Wisata, tidak diperoleh secara tiba-tiba. Pemdes dan warga bergotong-royong untuk menciptakan Desa Wisata yang aman, bersih, dan nyaman. Sehingga masalah sampah juga diperhatikan betul, agar tidak menimbulkan permasalahan serius di kemudian hari. Sudah dirintis sejak tahun 2015 dengan konsep bank sampah.
Pengelolaan sampah di desa ini namanya Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Perhari, sampah yang diolah dan dipilah di TPS3R ini sebanyak 2,5 ton dari 500 KK yang tergabung di sini. Selain menjaga kebersihan, sampah ini juga menghasilkan pemasukan sebesar Rp2 juta perbulan untuk Bumdes. Selain itu, warga yang mengelola juga bisa menikmati rejeki dari sampah sebesar Rp1,5 juta per bulan. Nah, kalau dikelola dengan benar, sampah ternyata bisa menghasilkan cuan kan?
"Di sini ada dua pemilahan. Sampah organik dibuat pupuk kompos dan yang non organik diolah lagi menjadi biji plastik untuk menaikkan harga jual," kata Purwanto, Ketua TPS3R, saat ditemui di tempat pengelolaan.
Kisah Candi Plaosan yang Romantis Menyatukan Pasangan
Ketua Pokdarwis Desa Bugisan, Rudi Riono menjelaskan, kalau di Candi Plaosan atau Candi Kembar ini, ada kisah romantis yang bisa diambil hikmahnya, sekaligus sebagai daya tarik wisatawan.
Candi yang dibangun oleh Ratu Sri Kaluhunan ini, melambangkan dua perbedaan yang bisa bersatu. Menurut Prasasti Cri Kaluhunan (842 M), Sri Kaluhunan atau Pramodhawardhani yaitu Putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra yang beragama Budha, menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu dari Wangsa Sanjaya. Keduanya bersatu di Candi Plaosan Lor yang bernafaskan Budha dan Candi Plaosan Kidul yang bernafaskan Hindu.
"Jadi, kalau ingin cinta kita langgeng, kunjungilah Candi Plaosan. Kalau di Candi Prambanan, kan semua orang sudah tahu, legendanya kan Roro Jonggrang menolak cintanya Bandung Bondowoso, hingga akhirnya Roro Jonggrang dijadikan patung yang keseribu. Tapi itu hanya legenda, karena semua candi pasti eksotis dan menarik, semua kembali kepada pengunjung," kata Rudi Riono sambil tertawa kecil.
Saat ini, Pemdes Bugisan beserta Pemerintah Kecamatan Prambanan, juga tengah fokus memugar makam kuno, yang letaknya di sisi timur, tidak begitu jauh dari Candi Plaosan.
"Makam ini sudah ditemukan warga sejak belasan tahun yang lalu. Namun kami belum punya referensi yang cukup, ini makam siapa. Banyak pakar yang mengatakan kalau ini makam kuno Budhis. Masuk akal juga, karena di sini ada candi peninggalan Budha, sehingga tidak ada salahnya kami memugar makam tersebut," jelas Rudi.
Gayungpun tersambut, Camat Prambanan, Puspo Enggar Hastuti mendorong penuh langkah yang dilakukan pihak Pemdes Bugisan. Sehingga di sini nanti wisatanya lengkap. Ada wisata candi, wisata religi, wisata kuliner, wisata budaya, dan lain-lain.
"Kami menyupport langkah Pemdes Bugisan untuk memugar makam kuno tersebut. Kami juga sudah koordinasi dengan pihak Balai Pelestari Cagar Budaya Jateng, dengan pemugaran ini," kata Camat Puspo.
Dari pantauan wartawan, makam yang berisi tiga kuburan tersebut, berada di pinggir sungai dan jauh dari pemukiman warga. Pihak Pemdes sudah memugar dengan cara diberi batu bata, agar tidak longsor tanahnya.
(Penulis: Nanik Hastuti)
Penulis : KompasTV Jateng Editor : alvian-putranto
Sumber : Kompas TV