> >

Konservasi Jadi Alasan Tiket Pulau Komodo Naik Rp3,75 Juta Disebut Pengusaha Wisata Tak Masuk Akal

Update | 16 Juli 2022, 19:02 WIB
Komodo di kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Sumber: HANDOUT/BOPLBF)

LABUAN BAJO, KOMPAS.TV - Konservasi Taman Nasional Komodo sebagai alasan menaikkan harga menjadi tiket masuk menjadi Rp3,75 juta per 1 Agustus 2022 dinilai tidak masuk akal.

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) cabang Manggarai Barat, Budi menyatakan aktivitas konservasi telah dilakukan otoritas Taman Nasional Komodo selama 25 tahun belakangan.

Tak hanya itu, pengelolaan dan konservasi taman nasional yang sangat baik telah menjadi prioritas para operator pariwisata.

Baca Juga: Wacana Tarif Masuk Pulau Komodo Naik Jadi Rp3,75 Juta, Alasannya untuk Biaya Konservasi

Sebagai asosiasi aktif dari operator wisata bahari yang berdedikasi di Labuan Bajo, Gahawisri dan Dive Operators Community Komodo (Dock) telah berkomitmen melindungi dan melestarikan lingkungan laut Taman Nasional Komodo.

Pihaknya juga aktif mempromosikan pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Hal ini yang membuat pihaknya kecewa bahwa konservasi hanya menjadi sebuah alasan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo.

Padahal selama ini, alasan tersebut sudah dilakukan dan dijalankan oleh para operator pariwisata.

Baca Juga: Harga Tiket Masuk TN Komodo Rp 3,75 Juta Berlaku Mulai 1 Agustus

"Alasan kenaikan tarif ini tidak dapat menjamin konservasi yang tepat," ujar Budi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/7/2022), dikutip dari Kompas.com.

Budi juga menyayangkan tidak ada jaminan apa pun dari otoritas Taman Nasional Komodo bahwa kenaikan biaya bakal berdampak positif bagi pengelolaan dan konservasi taman nasional yang lebih baik.

Operator lokal nantinya hanya akan menyaksikan penurunan besar dalam penerimaan pelanggan, sementara tidak mengalami keuntungan bisnis agunan apa pun yang dapat mengimbangi kerugian.

Baca Juga: Sandiaga Uno: Tiket TN Komodo Rp3,75 Juta untuk Konservasi Komodo dan Pemulihan Ekonomi Masyarakat

Terlebih, kebijakan kenaikan tiket tersebut sudah mendapat respon dari wisatawan yang sudah melakukan pemesanan paket wisata ke Labuan Bajo.

"Banyak tamu yang sudah melakukan pembatalan ke Labuan Bajo atas kebijakan ini. Tour operator melaporkan bahwa ada sekian banyak tamu yang komplain dan pembatalan trip atas kebijakan yang tidak masuk akal ini," ujarnya.

Lebih lanjut Budi menyatakan, Gahawisri dan Dock menolak keras kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo.

Pihaknya berharap pemerintah bisa meninjau ulang kebijakan kenaikan tarif masuk terhadap dampak yang akan dirasakan oleh bisnis pariwisata lokal.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Komodo, Leluhur di Pulau Rinca Berpisah 55 Juta Tahun Lalu

"Anggota kami ingin memahami program konservasi apa yang telah diberlakukan oleh otoritas Taman Nasional selama 25 tahun terakhir dan dengan alasan apa kegiatan konservasi di masa depan akan membutuhkan peningkatan biaya taman yang dramatis," ujar Budi.

Sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemprov NTT Zet Sony Lobing menjelaskan, kenaikan tiket masuk merupakan kebijakan yang diambil Pemprov NTT bersama pemerintah pusat.

Kebijakan tiket masuk Rp3,75 juta bukanlah sebatas menaikkan harga, melainkan sudah mencakup sejumlah komponen utama, termasuk biaya konservasi.

Kebijakan tersebut juga hanya berlaku di dua pulau, yaitu Pulau Padar, Pulau Komodo serta perairan di sekitarnya, dan Pantai Pink.

Baca Juga: Kunjungan Wisata ke Labuan Bajo Capai 65.362 tapi Pendapatan Asli Daerah Masih Minim

"Pemerintah provinsi mengambil posisi tengah, yaitu Rp3.750.000 per orang. Kontribusi itu dipakai untuk konservasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, untuk peningkatan kapabilitas bagi tenaga ranger di situ supaya dia profesional, untuk biaya monitoring, biaya pengelolaan sampah dan air minum serta amenitas sarana dan prasarana. Juga untuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan PAD (Pendapatan Asli Daerah)," ujar Sony kepada wartawan di Labuan Bajo, Jumat (8/7) lalu.


 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU