> >

Pemkot Solo Tak Pilih Outsourcing di Tengah Kebijakan Penghapusan Sistem Honorer, Ini Alasannya

Peristiwa | 7 Juni 2022, 15:20 WIB
Ilustrasi. Pemerintah Kota Solo menilai kebijakan penghapusan sistem honorer diganti dengan outsourcing justru membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (Sumber: Antara Foto/BBC Indonesia)

SOLO, KOMPAS.TV — Pemerintah Kota Solo menilai kebijakan penghapusan sistem honorer diganti dengan alih daya atau outsourcing justru membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Solo Dwi Ariyatno menjelaskan, hal itu sebagaimana dengan keputusan pemkot untuk tetap mempertahankan sistem Tenaga Kontrak dengan Perjanjian Kerja (TKPK) untuk menggantikan sistem honorer.

"Kalau kemarin lebih pada pertimbangan kalau kita menggunakan mekanisme outsourcing itu ada beban lebih yang harus dibayarkan," kata Dwi seperti dilansir dari TribunSolo.com, Selasa (7/6/2022).

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan, jika menggunakan tenaga outsourcing, maka Pemkot Solo masih harus membayar 10 persen ke pihak ketiga.

"Contoh 10 satpam dikali UMK tambah BPJS, jaminan sosial kesehatan, jaminan kematin, kalau melalui mekanisme outsourcing harus ditambah dengan 10 persen keuntungan dari pihak ketiganya," jelasnya.

"Sepuluh (10) orang kali gaji plus BPJS dan jaminan kesehatan plus 10 persen outsourcing itu membebani," tegas Dwi.

Baca Juga: Ini Alasan Pemerintah Mau Hapus Tenaga Honorer dan Pilih Outsourcing

Pihaknya pun berusaha untuk tetap mempertahankan TKPK di Kota Solo untuk membantu pekerjaan di lingkungan Pemkot.

Apabila TKPK di Kota Solo dihapuskan, maka tidak menutup kemungkinan ada sekitar 3.800 tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.

"Jika 3.800 TKPK tidak diperbolehkan atau dihilangkan, pastinya layanan pemerintahan akan terganggu," ungkapnya

"Bayangkan kalau petugas sampah tidak bisa, kemudian kita rekrut melalui jalur TKPK ini, karena dianggap dengan honorer," imbuh dia.

Dwi menuturkan, TKPK di Kota Solo sendiri terbagi menjadi 542 tenaga pendidikan, 293 tenaga kesehatan dan sisanya dengan formasi jasa seperti kebersihan dan keamanan.

Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengeluarkan surat edaran terkait status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada akhir Mei 2022.

Dalam Surat Edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut, salah satu poinnya menyebut adanya larangan pengangkatan pegawai di luar status pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Instansi juga diminta untuk menyelesaikan masalah pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tak lulus seleksi CPNS dan PPPK paling lambat 28 November 2023.

Tenaga honorer bisa diangkat menjadi PPPK atau pegawai negeri sipil (PNS), namun harus mengikuti seleksi dan sesuai persyaratan yang berlaku.

Jika tidak lolos atau tidak memenuhi persyaratan, akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing sesuai kebutuhan kementerian, lembaga, atau daerah (K/L/D).

Pengangkatan pegawai dilakukan sesuai kebutuhan dan diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai karakteristik K/L/D.

“Jadi PPPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta,” ucap Menpan-RB Tjahjo Kumolo, Jumat (3/6).

Ia menambahkan, instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan juga dapat dilakukan melalui tenaga alih daya oleh pihak ketiga.

Baca Juga: Tenaga Honorer Dihapus, Pengamat: Ini akan Menambah Jumlah Pengangguran

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Tribunsolo


TERBARU