> >

Ketua Komnas Perempuan Tanggapi Kasus Poliandri di Cianjur: Poliandri Timbulkan Kekerasan Psikologis

Peristiwa | 17 Mei 2022, 15:52 WIB
Tangkapan layar video warga saat mengusir seorang perempuan yang memiliki dua suami yang viral di media sosial. Peristiwa itu terjadi di Cianjur, Jawa Barat. (Sumber: Tangkapan layar via Tribunnews.com)

CIANJUR, KOMPAS.TV - Setelah viral video warga mengusir seorang perempuan dengan alasan ketahuan memiliki dua suami, beberapa warga Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur mengatakan bahwa perempuan tersebut dan keluarganya meninggalkan desa pada Jumat (15/5/2022) tengah malam, seperti dilansir dari TribunJabar.

Dalam sebuah video yang banyak tersebar di media sosial, tampak sejumlah warga sedang membakar pakaian milik perempuan itu sambil memaki-maki dirinya.

Suami perempuan itu mengaku sempat emosi ketika mengetahui pernikahan siri istrinya dengan laki-laki lain. 

"Iya saya akui sempat emosi, namun banyak keluarga yang menenangkan," kata laki-laki itu kepada Tribunnews, Minggu (15/5/2022).

Ia mengatakan bahwa dirinya telah menjatuhkan talak kepada istrinya dan menyelesaikan masalah tersebut di kantor kepolisian dengan mengundang semua pihak.

Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, perempuan itu melakukan perkawinan yang sah dan bisa disebut sebagai poliandri.

"Di masyarakat yang sayangnya masih mewajarkan perkawinan tidak dicatat, maka tidak ada beda apakah perkawinan dicatatkan atau tidak," tulis Andy saat dihubungi Kompas TV pada Selasa (17/5/2022).

Baca Juga: Heboh Warga Ramai-Ramai Usir Perempuan yang Punya 2 Suami di Cianjur

Meski demikian, kata Andy, masyarakat perlu menahan diri agar tidak melakukan tindakan pengerusakan dan penghakiman.

Menurut Andy, masyarakat cenderung melihat tindakan poliandri sebagai pelanggaran norma oleh pihak perempuan daripada sebagai tindak kekerasan terhadap pihak laki-laki.

Padahal, baik poligini (suami beristri lebih dari satu) ataupun poliandri (istri bersuami lebih dari satu), dapat menimbulkan dampak luka batin yang termasuk indikator kekerasan psikologis.

"Sering kali dampak psikologis pada perempuan dikesampingkan dan perempuan diminta untuk bersabar," kata Andy.

Andy melanjutkan, pernyataan tentang poligini sebagai kekerasan terhadap perempuan juga sering dituding sebagai tindakan yang menentang ajaran agama tertentu.

Ia menambahkan, kasus ini mencerminkan dualisme yang menyudutkan perempuan di masyarakat dalam menyikapi kasus poligami.

Terkait keputusan sang suami yang menjatuhkan talak, Andy meminta masyarakat untuk menghormati keputusan tersebut.

"Tidak juga mencemooh pihak suami, melainkan turun memberikan dukungan agar bisa pulih," kata Andy.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU