> >

Mantan Napiter Ungkap Besarnya Biaya Aksi Terorisme hingga Standar Pakaian Bermerek yang Dikenakan

Update | 13 Maret 2022, 16:16 WIB
Mantan napiter, Jack harun (kiri) menyebut, aksi terorisme biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan pada aksi seperti bom Bali, pelaku memiliki standar mengenakan pakaian bermerek. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Aksi terorisme biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan pada aksi seperti bom Bali, pelaku memiliki standar mengenakan pakaian bermerek.

Penjelasan itu disampaikan oleh mantan narapidana kasus terorisme (napiter), Joko Triharmanto, yang dikenal dengan nama Jack Harun.

Menurutnya, penggalangan dana untuk pelaksanaan aksi terorisme sudah dilakukan sejak dulu di hampir semua kota di Indonesia.

“Sebenarnya, untuk penggalangan dana itu di semua kota sudah dari dulu kita masuk. Terbukti bahwa kami pun, saya pribadi pun terpapar justru dari Jogja,” jelas Jack dalam kegiatan Pelatihan Islam Washatiyah dan Filontropi Islam yang digelar oleh Pusat Studi ISAIs UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, di Hotel @HOM Premiere Timoho, Minggu (13/3/2022).

Jack mengaku sejak SMP sudah memiliki bibit radikalisme. Kala itu, dia merasa tidak terima melihat pembantaian di Bosnia.

Baca Juga: Pengumpulan Dana untuk Kegiatan Terorisme Merupakan Tren yang Berpola

Kemudian, saat kelas dua SMA, bibit terorisme semakin muncul, dan dirinya dibaiat menjadi warga lembaga teroris.

“Waktu itu saya masih umur SMP sudah melihat media, kemudian saat kelas dua SMA sudah betul-betul dibaiat menjadi warga dari lembaga atau dari paham teroris tersebut.”

“Itu menjadi bukti bahwa di Jogja ini tidak bisa kita katakan nol,” tambahnya.

Mengenai biaya untuk melakukan aksi teror, Jack mengaku tidak tahu pasti jumlah nominalnya. Tetapi, sebagai gambaran, dia menceritakan biaya yang diperlukan untuk aksi bom Bali pertama.

Untuk aksi bom Bali tersebut, para pelaku harus membeli satu unit mobil untuk melancarkan aksi mereka.

“Di bom Bali ini kan satu mobil, kita beli mobil. Kemudian kita survei berkali-kali, dan standarnya waktu itu kita harus meninggalkan identitas yang berbau Islam.”

“Kita beli celana, topi, kaus, biar keren. Kalau njenengan menyaksikan video live di Jalan Thamrin itu mereka keren,” tuturnya sambil menyebut salah satu merek terkenal.

Dia menegaskan, pakaian berupa celana, sepatu, topi, dan lain-lainnya pun harus beli baru. Hal itu selain untuk menyamarkan keberadaan mereka, juga agar terlihat keren saat beraksi.

“Teroris itu keren. Pakai celana jeans, pakai sepatu, dan itu standarnya harus baru lho, Mas. Kita survei di Bali itu standarnya Eiger.”

Saat ini, lanjut Jack, jika ditanya, apakah dirinya mendukung Densus 88 Antiteror atau mendukung pelaku teror, dia menyebut mendukung keduanya.

“Kami sedikit menyayangkan, kenapa kok sampai ada yang terbunuh?”

“Saya kalau ditanya, apakah mendukung densus atau teroris? Kami mendukung dua-duanya. Kami mendukung profesionalisme Densus, jangan sampai ada yang seperti ini,” tuturnya.

Menurutnya, para mantan pelaku tindak pidana terorisme yang dibiarkan hidup dan menjalani hukuman akan lebih bermanfaat.

Baca Juga: Teroris ISIS Kini Dipimpin Kakak Abu Bakr al-Baghdadi, Bernama Juma Awad al-Badri

Sebab, mereka bisa menceritakan kekhilafan atau kesalahan yang mereka lakukan di masa lalu.

“Mereka yang hidup dan dibawa ke pengadilan itu bermanfaat, suruh cerita, seperti saya. Harapan kami, pelaku yang sudah sadar bisa seperti saya, kembali ke masyarakat. Bisa menceritakan.”

Jack juga menyebut bahwa jumlah anggota kelompok terorisme yang belum tertangkap saat ini cukup banyak. Bahkan di Indonesia mencapai ribuan orang.

“Yang tidak tertangkap pasti banyak, teori-teori seperti gunung es atau apa itu, yang tidak tertangkap lebih banyak.”

“Seperti saya, di JI atau NII, yang tertangkap paling berapa, bom Bali berapa. Yang tidak tertangkap, ratusan atau bahkan ribuan warga di Indonesia ini,” tegasnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU