Pulau Party Gili Trawangan Kini Senyap bak Pulau Hantu (1)
Wisata | 17 Desember 2021, 06:27 WIBGILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Kehidupan di Gili Trawangan sejatinya tak pernah terlelap. Sejak matahari belum lagi muncul hingga hilang berganti kelamnya malam, orang-orang di pulau kecil ini terjaga bergantian.
Apalagi jelang akhir tahun, saat para turis, baik lokal maupun mancanegara, memilih menghabiskan liburan di pulau ini.
Kontrasnya Gili Trawangan Dulu dan Kini
Sejak pagi, para pekerja pariwisata, entah di hotel, restoran, dive center atau lainnya, sibuk bersiap. Membuat sarapan, menyapu lantai hingga jalan, menata meja kursi, mengisi tangki dengan oksigen dari kompresor, semua dilakukan demi menyambut turis.
Sementara, segelintir turis asing lari pagi mengelilingi pulau yang panjang garis pantainya tak lebih dari 7 kilometer.
Saat matahari sepenggalah, para dive master dan instruktur selam, juga pemandu snorkling, melangkah pasti mencari rejeki di laut, memandu para turis menyelami beningnya perairan tiga gili (pulau kecil) di barat-laut Pulau Lombok ini.
Semua demi para turis yang hendak mencicipi sepenggal pengalaman sunyi nan menakjubkan di bawah laut.
Baca Juga: Kisah Wak Haji Rukding, Orang Gila Pembuat Jalan di Gili Trawangan
Siangnya, seiring bahana klakson fastboat yang merapat di pasir pelabuhan kecil pulau ini, lalu-lalang cidomo (delman/andong) mengantar para turis ke hotel jadi pemandangan umum.
Denting sendok garpu saling beradu saat tetamu sibuk menyantap makan siang di kafe, restoran, atau warung lokal yang ada.
Sorenya, para turis akan berbondong-bondong ke bagian barat pulau demi mengejar sunset. Ayunan di atas air laut yang berjajar di bagian barat pulau giliran jadi objek antrian para turis.
Semua hendak membawa pulang foto kenangan cantik duduk di ayunan atas laut berlatar sunset yang ciamik.
Malamnya, ingar-bingar dentuman musik terdengar dari jejeran bar di jalan utama di sisi timur pulau. Hampir tiap malam ada party, dan jadwal party digilir bergantian antarbar. Itu sebab, pulau ini pula menuai juluk sebagai Pulau Party, pulau tempat orang-orang ber-party.
Saat azan Subuh berkumandang dari dua masjid yang ada di pulau, tetamu yang mabuk pulang party berjuang melangkah sempoyongan demi bisa kembali ke hotel.
Yang tak mampu melangkah, biasanya tertidur di pinggir jalan atau pantai sampai terbangun sapaan sinar mentari.
Dan hari baru kembali bergulir di Gili Trawangan. Begitu seterusnya.
Baca Juga: Menangkan Dana Hibah Hampir Setengah Miliar, Gili Eco Trust Bakal Bikin Biorock Bertenaga Arus Laut
Tetapi itu dulu, dua tahun lalu, saat pandemi Covid-19 belum menghantam.
Gili Trawangan Kini Senyap
Kini, pulau kecil yang sebagian besar lahannya dipadati oleh akomodasi, restoran, warung, pusat penyelaman, dan pemukiman penduduk itu, senyap. Terlebih di malam hari, bak pulau hantu. Kondisi ini sudah berlangsung sejak pandemi Covid-19 melanda pada akhir Maret 2020.
Ruas-ruas jalan utama yang biasanya dipadati seliweran turis berbikini pun, kini lengang. Hanya segelintir warga setempat dan pelaku pariwisata yang lalu-lalang.
Sebagian besar akomodasi ditinggalkan pemiliknya yang tak sanggup menanggung biaya pemeliharaan tanpa pemasukan. Kolam-kolam renang dikuras, atau dibiarkan tak terawat sampai hijau dan menghitam dan jadi sarang nyamuk.
Bangunan rumah, hotel, warung atau restoran, merana tak terurus.
Jika bersepeda menjelajahi gang-gang di tengah pulau, suara tit-tit-tit terdengar bersahut-sahutan, tanda meteran listrik dibiarkan tak terisi pulsa.
Boat-boat yang biasanya hilir mudik di perairan tiga Gili mengantar tetamu snorkling, kini terparkir di pantai, terayun pasrah mengikuti alunan ombak.
Gili Trawangan yang dulu kondang sebagai pulau surga pariwisata, kini senyap. Para penghuninya, dituntut untuk bersiasat dan berjibaku demi bertahan hidup.
Akhir Tahun yang (Mudah-Mudahan) Menjanjikan
Di masa pandemi, dari sekitar 900 properti akomodasi yang ada di tiga Gili Matra (Meno, Air dan Trawangan), hanya sekitar 50 di antaranya yang beroperasi.
Dengan perkiraan masing-masing properti memiliki 10 kamar, maka daya tampung akomodasi di ketiga gili (pulau kecil) hanya sekitar 500 kamar saja.
Namun, jelang akhir tahun 2021, jumlah properti yang beroperasi disebut mengalami peningkatan. Hal ini diungkap Ketua Asosiasi Hotel Gili GHA Lalu Kusnawan.
“Sekarang diperkirakan 50 persen dari seluruh jumlah properti yang ada, akan beroperasi,” ungkap Kusnawan pada Kompas.tv, Kamis (16/12/2021).
Kendati begitu, keraguan masih menghinggapi pengelola akomodasi di Gili Trawangan. Lantaran, berbeda dengan masa sebelum pandemi, hingga saat ini, pemesanan kamar di masa liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) belum menunjukkan tanda-tanda menggembirakan.
“Masih kosong. Belum ada bookingan masuk untuk akhir tahun,” ujar Didik Harijanto, seorang general manager sebuah resort di bagian barat Gili Trawangan.
“Dulu sebelum Covid, hari-hari ini (bookingan kamar) pasti sudah full.”
Padahal, sama seperti seluruh pengelola akomodasi di Gili Trawangan, imbuh Didik, pihaknya sudah mengeluarkan strategi menurunkan harga kamar.
“Padahal kita sudah banting harga, sama seperti seluruh akomodasi yang ada di Gili,” imbuhnya lesu.
Namun, Kusnawan mengungkapkan optimismenya. Ia menyebut, hingga saat ini, tingkat okupansi akomodasi jelang akhir tahun di Gili Trawangan khususnya dan Lombok Utara umumnya, merambat naik hingga 30 persen.
Angka ini, kata Kusnawan, disebutnya menjanjikan. Terlebih bila dibandingkan saat Lombok menggelar World Superbike (WSBK) di Sirkuit Mandalika akhir November lalu.
“Dibanding WSBK, ya menjanjikan. (Waktu) WSBK, (tingkat okupansi) kita zero (persen),” terangnya seraya menambahkan dengan optimistis, “Akhir tahun ini, insya Allah ramai.”
Baca Juga: Pengakuan Marshal Sirkuit Mandalika: Kami Dikasih Makan kok, tapi…
Demi mewujudkan hal itu, imbuh Kusnawan, pihaknya akan berkoordinasi dengan perusahaan jasa angkutan Damri terkait masalah transportasi publik menuju lokasi wisata di Kabupaten Lombok Utara, antara lain Pelabuhan Bangsal yang menjadi titik penyeberangan menuju Gili Matra dan Geopark Rinjani.
“Kami diberikan space untuk rebranding destinasi wisata di Lombok Utara di bus mereka. Ini akan kita rapatkan,” ujar Kusnawan.
“Kita juga akan ketemu dengan kapolres dan instansi terkait lain. Plus, kita juga akan membahas persiapan Nataru.”
Menurut Kusnawan, momen liburan akhir tahun harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Terkait kekhawatiran soal melonjaknya kasus Covid-19 bila berlibur di akhir tahun, Kusnawan mengaku sudah mengantisipasi.
“Ini kesempatan kita dapat revenue. Di satu sisi, ada aturan (pembatasan Covid). Solusinya ada pada bagaimana kita bersinergi untuk menegakkan protokol Covid. Kita bisa declare bahwa Gili itu green zone area (bebas Covid). Jadi kita harus pastikan bahwa 99,9 persen (turis) yang masuk ke sini itu clear (bebas Covid),” pungkasnya optimistis.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV