Pacitan Rawan Tsunami, Ini Evakuasi Mandiri yang Perlu Masyarakat Pahami
Peristiwa | 14 September 2021, 18:40 WIBPACITAN, KOMPAS.TV - Wilayah Pacitan, Provinsi Jawa Timur, termasuk daerah rawan gempa dan tsunami. Karenanya, masyarakat perlu memahami konsep evakuasi mandiri agar selamat dari ancaman bencana tersebut.
"Sebagai upaya mitigasi, ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah korban saat terjadi tsunami. Masyarakat perlu memahami konsep evakuasi mandiri, karena merupakan jaminan keselamatan yang sudah terbukti efektif," kata Koordinator Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono dilansir dari ANTARA, Selasa (14/9/2021).
Daryono mencontohkan evakuasi mandiri lewat kearifan lokal "Smong" yang dilakukan di Pulau Simeulue Provinsi Aceh. Menurut dia, hal tersebut terbukti efektif menyelamatkan masyarakat di pulau tersebut sejak ratusan tahun.
Saat terjadi gempa kuat, saat itu juga masyarakat pesisir harus segera menjauh dari pantai. Untuk mendukung efektivitas proses evakuasi, maka jalur evakuasi harus sudah disiapkan, rambu evakuasi sudah terpasang secara permanen.
"Adanya kelengkapan fasilitas ini membuat masyarakat yang melakukan evakuasi akan dengan segera mencapai titik kumpul di tempat evakuasi sementara di daerah yang aman," katanya.
Baca Juga: Di Bawah Guyuran Hujan, Risma Simulasi Gempa Bumi Bersama Warga di Pacitan
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji melakukan simulasi gempa bumi dan stunami di Pacitan.
Mereka melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.
Dwikorita menyebut, dengan skenario tersebut maka masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapatkan Peringatan Dini Tsunami maksimum 5 menit setelah gempa terjadi.
Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pesisir pantai, harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi jika merasakan goncangan gempa yang besar.
"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh," jelas Dwikortia seperti dikutip dari laman resmi BMKG.
Kata Dwikorita, namanya skenario artinya masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi, namun masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk tersebut.
Artinya, lanjut Dwikorita, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalisir.
Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV