BMKG Ungkap Potensi Tsunami 28 Meter di Pacitan, Pemda Harus Siapkan Skenario Terburuk
Peristiwa | 12 September 2021, 22:00 WIBPACITAN, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan adanya potensi gempa dan potensi tsunami di kawasan selatan Pulau Jawa akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
Sebab itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan kepada pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, agar bersiap dengan skenario terburuk.
Hal tersebut, kata Dwikorita dilakukan untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai di Pesisir Selatan Jawa tersebut.
“Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit," kata Dwikorita yang dikutip dari ANTARA, Minggu (12/9/2021).
Sementara tinggi genangan di darat, lanjut dia berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4 - 6 kilometer dari bibir pantai.
Lebih lanjut, Dwikorita menyampaikan dengan skenario terburuk ini pemerintah daerah bersama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.
“Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut,” ujar dia menegaskan.
Baca Juga: Peringatan Dini BMKG: Hujan Merata di DKI Jakarta, Cuaca Ekstrem di Lima Lokasi
Adapun rekomendasi yang diberikan BMKG kepada pemerintah daerah yakni menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi lengkap dengan rambu-rambu di zona merah (zona bahaya) menuju zona hijau.
Pertimbangannya, kata dia, adalah jarak lokasi tempat evakuasi, waktu datangnya gelombang genangan tsunami, kalayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat.
Tak hanya itu, pemerintah daerah juga perlu mempersiapkan secara khusus sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel.
Selain itu, masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya.
“Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stok/cadangan logistik yang memadai," ujar dia.
Dwikorita bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji sudah melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.
Menurutnya, masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapat peringatan dini tsunami, maksimal 5 menit setelah gempa terjadi.
Baca Juga: Viral Garis Putih Hiasi Langit Jagakarsa, Bukan Sebaran Racun tapi Lintasan Pesawat
“Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh,” jelasnya.
Di sisi lain, Dwikorita menekankan, yang namanya skenario artinya masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi.
Dia juga menegaskan, hingga saat ini tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi dan magnitudo gempa.
Semua masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.
Meski demikian, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk tersebut.
Artinya, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalkan.
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/ANTARA