> >

Kronologi sebelum Terjadinya Penyerangan Masjid Ahmadiyah di Sintang

Peristiwa | 4 September 2021, 16:25 WIB
Massa mendatangi jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9/2021) siang. (Sumber: Kompas.com)

SINTANG, KOMPAS.TV - Ratusan warga merusak dan membakar sejumlah bangunan milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat, Jumat (3/9/2021).

Atas kejadian itu, sebanyak 72 jiwa atau 20 kepala keluarga terpaksa dievakuasi oleh aparat keamanan gabungan. Polisi menyebut tidak ada korban jiwa dalam tindakan intoleransi itu.

Sebelum penyerangan, keberadaan JAI di Sintang ditentang oleh pemerintah setempat. Masjid yang dibangun dianggap tidak punya izin operasional. Penghentian aktivitas JAI di Sintang pun tak lepas dari persetujuan kepala daerah Sintang dan Gubernur Kalimantan Barat.

Kronologi Kejadian dari Perspektif Ahmadiyah

Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana mengatakan, pembakaran dan perusakan masjid dilakukan oleh sekitar 130 orang yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam.

Mereka membakar masjid dan melemparinya dengan botol plastik yang telah diisi bensin. "Massa mengambil botol-botol plastik berisi bensin yang sudah disiapkan di parit di kebun karet," kata Yendra melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/9/2021).

Baca Juga: Polisi Cari Perusak Masjid dan Bangunan Milik Ahmadiyah

Ahmadiyah yang sudah berada di Kabupaten Sintang sejak 2004 terus mengalami penolakan hingga berujung pembakaran masjid itu.

Sebelum perusakan, terdapat sejumlah pertemuan antara Plt. Bupati Sintang dengan Forkopimda dan perwakilan masyarakat yang bertempat di Desa Balai Harapan untuk membahas solusi terkait Ahmadiyah.

Namun, kata Yendra, Ahmadiyah tidak diundang.

Setelah pertemuan itu, Plt. Bupati dan rombongan datang ke Masjid Miftahul Huda untuk menanyakan kepada mubaligh Ahmadiyah lahan tanah atas nama siapa, berapa luas masjid hingga jumlah anggota.

Tak berselang lama dari pertemuan itu, masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam menyampaikan ultimatum kepada aparat di Kabupaten Sintang untuk menindak tegas Ahmadiyah dalam waktu 3X24 jam.

Tanggal 13 Agustus 2021, Plt. Bupati Sintang menyampaikan surat kepada Pimpinan JAI di Kabupaten Sintang dengan Nomor 300/226/Kesbangpol-C perihal Tindak Lanjut Pernyataan Sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang.

Tanggal 13 Agustus, MUI Kabupaten Sintang mengirimkan surat kepada Bupati Sintang menyampaikan dukungan pada Aliansi Umat Islam.

"Tanggal 14 Agustus 2021, datang rombongan yang dipimpin Zulfadli dari Kesbangpol menutup paksa masjid Miftahul Huda. Masjid kemudian tidak bisa lagi digunakan sebagaimana fungsinya untuk beribadah sejak 14 Agustus 2021 sampai peristiwa pembakaran, Jumat 3 September 2021," terang Yendra.

Pada pukul 13.17 WIB, setelah salat Jumat, kata Yendra, massa yang berjumlah sekitar 130 orang berdatangan dan berkumpul di depan masjid Ahmadiyah. Peristiwa pembakaran pun terjadi. 

“Massa yang berhasil membakar bangunan dan menghancurkan dinding masjid Miftahul Huda berjalan menemui massa yang berada di pintu masuk jalur 9 dengan mengatakan masjid sudah jebol dan sudah dibakar. Sekitar pukul 14.35 massa membubarkan diri,” kata Yendra.

Baca Juga: Soal Penyerangan Ahmadiyah Sintang, Mahfud MD: HAM Warga Negara Harus Dilindungi

"Saat api berkobar massa menyampaikan ancaman bahwa jika dalam 30 hari, masjid tidak diratakan oleh pemerintah, maka mereka akan kembali lagi untuk meratakan bangunan masjid Miftahul Huda," kenang Yendra.

Sebelum kejadian, Pengurus Daerah JAI Kabupaten Sintang mengirimkan surat Permohonan Perlindungan Hukum kepada Kapolres Sintang yang juga ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM RI.

Surat tersebut sebagai respon dari ultimatum yang disampaikan Aliansi Umat Islam kepada jemaah Ahmadiyah.

Baca Juga: Geruduk Jemaah Ahmadiyah di Sintang Kalbar, Ratusan Massa Rusak Masjid dan Bakar Bangunan

Penulis : Hedi Basri Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU