Balai Konservasi: Tak Benarkan Memberi Makan Saat Menghadapi Satwa Liar
Sosial | 11 Juni 2021, 17:19 WIBBALIKPAPAN, KOMPAS.TV – Di balik kejadian orang utan masuk ke permukiman warga di Kabupaten Paser, ada banyak faktor yang memungkinkan orang utan menjelajah hingga keluar hutan.
Hal itu dikemukakan oleh Agus Irwanto dari Yayasan Samboja Lestari, pusat rehabilitasi satwa Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) di Kaltim. Kemungkinan pertama, terjadi perubahan tutupan lahan yang sebelumnya hutan menjadi areal peruntukan lain.
“Kemungkinan pertama itu kecil sebab daerah di sekitar Desa Lusan merupakan hutan belantara,” terang Agus.
Kemungkinan lainnya adalah masa paceklik buah-buahan hutan di wilayah tinggal orang utan saat itu. Kondisi tersebut memaksa orang utan keluar dari habitat untuk mencari daerah yang tersedia sumber pakan.
Kemungkinan selanjutnya, areal kerja manusia atau permukiman tersebut dulunya adalah areal perlintasan orang utan untuk foraging (mencari makan).
Dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut, cara terbaik menghadapi satwa liar, seperti orang utan adalah tidak mengusiknya, apalagi memberi makan. Kecuali, satwa itu benar-benar butuh pertolongan, seperti mengalami luka atau meregang nyawa, dilansir dari laman Kompas.id (11/6/2021).
Selain itu, menghubungi ahli atau BKSDA juga penting dilakukan untuk memberi perlakuan tepat kepada satwa liar.
Baca Juga: Orangutan Tersesat ke Pemukiman Warga Akhirnya Dievakuasi dan Dibawa ke Pusat Rehabilitasi
Tangani Satwa Liar
Pelaksana Tugas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Nur Patria Kurniawan menambahkan, kebanyakan satwa yang masuk permukiman warga karena mencari makanan atau minum. Atau kemungkinan lain, ia tersisih dari kelompoknya karena faktor tertentu.
”Dalam kondisi lapar dan tersisih, emosinya tinggi. Satwa liar berpotensi marah dengan perlakuan apa pun manusia karena merasa terganggu,” ujar Nur.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV