Menguak Sejarah Lambang Negara di Rumah Garuda Bantul
Sosial | 31 Mei 2021, 18:18 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Nanang Rachmat Hidayat mendirikan Rumah Garuda di Pedukuhan Sumber Batikan RT3 RW 37, Kalurahan Trirenggo, Bantul. Ketertarikan terhadap lambang negara Garuda Pancasila menjadi pemicunya.
Belasan tahun lalu, ia hanya kerap mengantarkan anak dan istrinya ke pasar. Lorong-lorong jalan yang dilewati, membuat ia melihat lambang Garuda Pancasila. Tidak hanya satu jenis, melainkan beragam, mulai dari lambang Garuda Pancasila kebanyakan sampai yang berbentuk patung garuda.
Dosen Jurusan Televisi Fakultas Media Rekam Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini mendapat tawaran untuk ikut pameran pada 2003. Ia beride untuk mengangkat lambang negara Garuda Pancasila.
Ia pun napak tilas rute yang biasa dilalui saat mengantarkan anak dan istrinya ke pasar. Ditemukanlah 27 jenis garuda yang unik.
Baca Juga: Mengenal Garuda Pancasila, Lambang Negara Indonesia
Pamerannya menampilkan 27 foto garuda yang diatur dan bagian tengah diberi walkman untuk memutar kaset pita lagu mars Pancasila. Kaset lagu itu sudah didistorsi sehingga suaranya fals dan membuat audio yang selaras dengan visual, garuda yang tidak pakem, ada yang menengok ke kiri, sayap melengkung ke bawah, dan sebagainya.
Pameran itu membuat Nanang kecanduan mengoleksi foto garuda. Teman-temannya pun juga ikut membantu kegemaran Nanang mengoleksi foto garuda.
Lama-kelamaan, ia bertanya-tanya. Banyak lambang negara yang tidak seragam apakah mengurangi makna dari lambang negara Indonesia. Ia pun mulai melakukan riset perihal sejarah Garuda Pancasila sebagai lambang negara.
Hasil riset awal tidak terlalu memuaskan. Kebanyakan orang menjawab Bung Karno di balik perancang garuda sebagai lambang negara, sebagian menjawab M Yamin, dan sisanya tidak tahu.
“Waktu itu nama Sultan Hamid II belum muncul jadi tidak keluar sebagai jawaban,” ujar Nanang, Senin (31/5/2021).
Rasa penasaran menjadi bahan tesisnya dengan konsep alih media karya video sesuai jurusannya. Ia melahirkan videografi dengan judul Mencari Telur Garuda. Ia juga menjadikan hasil risetnya ke dalam bentuk buku yang dicetak pada 2008.
Telur garuda bermakna telur sebagai dunia asal-usul garuda di masa lalu dari sudut pandang sejarah. Sementara, mencari telur garuda bisa dimaknai sebagai telur masa depan atau generasi masa depan.
Rumah Garuda pun akhirnya berdiri pada 17 Agustus 2011. Lewat Rumah Garuda, ia ingin mengedukasi masyarakat dan sejarah asal-usul lambang negara Indonesia.
Barang koleksi di dalam Rumah Garuda ada sekitar 400 dengan bentuk beragam dan tidak melulu lambang negara. Ada karya dua dan tiga dimensi, ada juga karya seni dan alat musik etnik nusantara, termasuk buku-buku, video, dan foto yang terkait dengan garuda.
Nanang punya tujuan utama mendirikan Rumah Garuda. Ia ingin menguak sejarah lambang negara yang tidak pernah dikupas secara tuntas. Jarang bahkan nyaris tidak ada mata pelajaran sejarah yang membahas secara detail munculnya lambang negara ini.
Ada 12 panel yang terpasang di Rumah Garuda. Setiap panel menjelaskan proses kelahiran lambang negara.
Ketika itu, terbentuk panitia Indonesia Raya yang diketuai K Hajar Dewantara dengan sekretaris M Yamin dan sejumlah ilustrator yang membantu membuat sketsa relief candi yang jadi acuannya.
Pada 1950, proses ini dilanjutkan panitia lencana negara dengan Sultan Hamid II sebagai koordinator, M Yamin sebagai ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, Raden mas Ngabehi Purbo Caroko, Muh Nasir, dan MA Pelupessy.
Setelah satu bulan berproses, lambang negara itu pun muncul. Presiden Soekarno menyempurnakannya dengan mengutus Dirk Ruhl Jr, seorang warga Jerman yang juga penasihat Kerajaan Belanda, pakar semiotik, dan ahli membuat lambang-lambang yang disebut heraldik untuk menyempurnakan garuda sebagai lambang negara Indonesia.
Baca Juga: Batutara Percussion – Garuda Pancasila
“Ada penambahan jambul di kepala, membalikkan arah cakar, termasuk menghitung golden section sehingga proporsinya menarik,” kata Nanang.
Menurut Nanang, setelah orang memahami sejarah, maka baru bisa memaknai simbol. Ia pun berharap pengunjung yang datang ke Rumah Garuda bisa memposisinya diri sebagai garuda.
“Garuda itu yang utama, ketika sudah menjadi garuda, baru bisa memakai kalung yang dibebani perisai Pancasila,” tutur laki-laki yang dikenal dengan panggilan Nanang Garuda ini.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV