> >

Pelaksanaan Hukum Cambuk untuk Perempuan di Aceh yang Baru Melahirkan Ini Telah Ditunda, tapi...

Hukum | 7 April 2021, 16:12 WIB
Terhukum cambuk warga Kota Lhokseumawe di Stadion Tunas bangsa, Desa Mon Geudong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Selasa (6/4/2021). (Sumber: KOMPAS.COM/MASRIADI SAMBO)

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.TV - Seorang perempuan di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, menghadapi vonis hukum cambuk sebanyak 100 kali. Namun, aparat Aceh menunda hukuman cambuk itu karena perempuan itu baru melahirkan.

Perempuan itu rencananya akan menjalani hukuman 120 hari kemudian atau 3 bulan setelah melahirkan.

Hal ini terungkap dari penyataan resmi Kasubsi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Muhammad Doni Siddik pada Selasa (6/4/2021).

“Dia atas surat dokter baru bisa dicambuk 120 hari setelah melahirkan. Pada 1 April 2021 lalu dia baru melahirkan,” ujar Doni, dilansir dari Kompas.com.

Baca Juga: Terbukti Korupsi Dana Otonomi Khusus, Presiden Jokowi Berhentikan Gubernur Aceh

Perempuan itu mendapat hukuman cambuk karena terbukti melakukan perbuatan zina, menurut aparat Aceh. Selain ibu itu, tiga orang lain juga mendapat hukuman yang sama baru-baru ini.

Ketiga terhukum cambuk itu telah menjalani eksekusi oleh Kejaksaan Negeri Lhokseumawe di Stadion Tunas Bangsa, Desa Mon Geudong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Selasa (6/4/2021). 

“Mereka divonis 100 kali oleh Mahkamah Syariah Lhokseumawe karena diyakini secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan jarimah zina,” ucap Doni.

Hukuman cambuk hanya berlaku di Aceh yang menerapkan hukum syariat Islam dalam Qanun Jinayat. Qanun tersebut merupakan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Mantan anggota DPR Aceh, Azhari Cage menyebut, hukuman ini efektif menimbulkan efek jera.

Baca Juga: Zakiah Aini Beli Senjata dari Muchsin Kamal di Aceh Lewat Online

"Hukuman cambuk tidak melanggar HAM. Hukuman cambuk untuk efek jera agar pelanggar tidak mengulangi perbuatannya," kata Azhari Cage di Banda Aceh, Rabu (23/1/2019, dikutip dari Antara.

Eksekusi cambuk biasanya berjalan di hadapan masyarakat umum. Hal ini sebagai pelajaran agar warga Aceh lain tidak meniru perbuatan terhukum.

"Hukuman cambuk berlaku bagi siapa saja yang melanggar syariat Islam di Aceh. Bagi nonmuslim, bisa memilih hukuman cambuk atau kurungan badan," papar Azhari Cage.

Namun, pengamat hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Fuad Mardhatillah menilai syariat Islam dalam hukuman cambuk salah penerapannya.

“Cambuk yang dilakukan hari ini semacam euforia. Jadi ketika ada orang yang dicambuk para penonton bersorak ria, bertepuk tangan, dan mengabadikan dengan telepon seluler," ujar Fuad, dikutip dari BBC.

Baca Juga: Aceh jadi Provinsi Termiskin, Kantor Gubernur Penuh dengan Kiriman Bunga Ucapan "Selamat"

Aktivis HAM dan hukum juga menilai hukuman cambuk juga tak sesuai aturan hukum Indonesia. Sistem pidana Indonesia melarang hukuman cambuk.

Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, hukum pidana dalam qanun berbenturan dengan KUHP dan UU lainnya.

Supriyadi juga menilai, hukuman cambuk masuk dalam kategori penyiksaan, kejam tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.

Komite HAM PBB juga mengkritik keras dan mendesak Indonesia mencabut aturan terkait hukuman cambuk.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU