> >

4 Hal yang Tidak Terungkap dari Viral Lintang Kemukus Menurut ISSS dan LAPAN

Berita daerah | 13 Oktober 2020, 23:01 WIB
Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS), Venzha Christ, (kanan) dan astrofisikawan sekaligus peneliti dan pakar fisika matahari dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Gunawan Admiranto (kiri) (Sumber: istimewa)

2. Bukan merupakan fenomena antariksa

Fenomena ini bukan fenomena antariksa karena lokasi terjadinya atau kemunculannya tidak jauh dari permukaan bumi dan masih dalam area atmosfer Planet Bumi. Riset mengenai komet misalnya, oleh umat manusia sudah dilakukan bahkan sampai mengirimkan wahana antariksa menuju komet itu sendiri. 

Diluncurkannya misi Rosetta oleh European Space Agency (ESA) untuk mengorbit dan mendaratkan robot lander Philae di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko pada November 2014 adalah terobosan terbaru dunia sains antariksa untuk memahami lebih detail mengenai segala sesuatu tentang komet.

3. Ada kecenderungan fenomena atmosfer

Ada kecenderungan ini adalah fenomena atmosfer. Alasannya, jika benar video dan foto tersebut disaksikan oleh banyak orang tanpa editing atau bukan merupakan pantulan lensa kamera dari benda terang di atas permukaan bumi, maka fenomena ini pasti terkait dengan dinamika awan dan pelepasan muatan listrik.

Kemungkinan besar adalah red sprite, yaitu pelepasan listrik berskala besar yang terjadi jauh di atas awan badai petir atau cumulonimbus.

Baca Juga: Uji Alat Deteksi Covid-19 GeNose Buatan UGM Sudah Sampai Mana?

4. Kecenderungan masyarakat yang menghubungkan sesuatu dengan yang viral sebelumnya

Ada beberapa pemberitaan online yang menuliskan fenomena ini juga terlihat di beberapa tempat tapi tanpa adanya bukti. Ini menandakan ada kecenderungan menyeragamkan fenomena langit. Akibatnya, membuat beragam asumsi serta tafsir terhadap sesuatu hal yang sebenarnya sangat bisa dijelaskan dengan pendekatan sains.

Gambaran teori red sprite (Sumber: istimewa)

 

LAPAN sebenarnya sudah menyediakan laman yang bisa diunduh dengan gratis dan bisa dilihat secara real time bernama SADEWA. Orang yang mengakses bisa memilih waktu, jam, tanggal serta posisi kegiatan awan dan atmosfer yang akan dilihat.

SADEWA merupakan produk litbang LAPAN berupa aplikasi sistem peringatan dini atmosfer ekstremberbasis satelit dan model atmosfer yang dikembangkan untuk mendukung riset atmosfer. Melalui aplikasi ini bisa diketahui suhu puncak awan, uap air, awan tumbuh, dan data-data lainnya.

Penulis : Switzy-Sabandar

Sumber : Kompas TV


TERBARU