4 Tersangka Kericuhan Aksi Jogja Memanggil Masih Belia
Berita daerah | 9 Oktober 2020, 19:28 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Polisi akhirnya menetapkan empat orang tersangka dari 95 orang yang diamankan dalam kericuhan aksi Jogja Memanggil. Dua di antara tersangka masih berstatus pelajar, satu orang tersangka di bawah umur, sedangkan ainnya berusia di bawah 20 tahun.
Mereka yang menjadi tersangka adalah LM (16) dan SB (17) yang berstatus sebagai pelajar, LA (17), serta CF (19).
“Kedua pelajar merusak pos polisi di belakang Hotel Inna Garuda,” ujar Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta AKP Riko Sanjaya, dalam jumpa pers di Mapolresta Yogyakarta, Jumat (9/10/2020).
Baca Juga: Polisi Amankan 95 Orang Perusuh Aksi Jogja Memanggil, Siapa Saja Mereka?
Sementara, dua tersangka lainnya mencoba membakar pos tersebut dengan membawa bensin yang akan disiramkan. Akan tetapi, aksi mereka berhasil dicegah warga.
Sementara, 91 orang lainnya yang ikut diamankan dikenakan wajib lapor. Menurut Riko, mereka juga akan dipulangkan ke rumah masing-masing hari ini.
Tidak hanya itu, orangtua dan guru mereka juga diminta untuk menjemput. Sebab, para pelajar menggunakan seragam sekolah saat melakukan aksinya dalam Jogja Memanggil.
Aksi Jogja Memanggil yang digelar di DPRD DIY, Kamis (8/10/2020) berakhir ricuh. Akibat kericuhan itu, tidak hanya restoran atau kafe Legian di Jalan Malioboro yang terbakar. Belasan mobil dan motor pun menjadi sasaran amuk massa.
Baca Juga: Aksi Jogja Memanggil Berakhir Ricuh, Ini Kata Sosiolog UGM
Peserta aksi Jogja Memanggil mulai berjalan kaki dari sejumlah titik kumpul menuju gedung DPRD DIY pada pukul 11.00 WIB. Peserta secara berkelompok dan bergantian masuk ke DPRD DIY untuk berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Kericuhan dipicu ketika massa peserta aksi Jogja Memanggil melemparkan botol air mineral ke arah polisi yang berjaga. Pelemparan pun berlanjut menggunakan botol kaca serta batu dan membuat keadaan semakin tidak kondusif. Polisi juga sempat menembakkan gas air mata untuk menghalau kericuhan. Namun, peserta aksi tidak mau mundur dan semakin sulit dikendalikan.
Penulis : Switzy-Sabandar
Sumber : Kompas TV