UKT dan IPI Mahal, Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 Disebut jadi Biang Kerok
Kampus | 18 Mei 2024, 23:01 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahasiswa menilai adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 menjadi ‘biang kerok’ mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (IPI) di perguruan tinggi.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RPDU) bersama Komisi X DPR RI, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro, Farid Darmawan, mengatakan bahwa Permendikbud itu membahas tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Negeri (SSBOPT).
“Melalui Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 itu juga diterbitkan bahwa IPI maksimal empat kali BKT (Biaya Kuliah Tunggal ),” ungkap Farid, Jumat (17/5/2024).
Baca Juga: Polemik UKT Mahal Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi itu "Tersier", DPR Desak Aturan ini Dicabut
Beleid tersebut membuat pimpinan perguruan tinggi dapat menaikkan besaran IPI dan UKT yang membuat mahasiswa semakin tercekik.
Menurut Farid, perguruan tinggi negeri (PTN) seharusnya tidak menaikkan IPI dan UKT terlalu besar. Apabila hal itu dilakukan, maka sama saja kampus berbisnis dengan mahasiswa.
"Kalau PTN tersebut sudah PTN-BH, sektor bisnis atau unit bisnis sudah dapat dikelola harusnya sudah settle jangan sampai pengelola keuangan itu ditangguhkan lagi pada mahasiswa," ujarnya.
Senada, Presiden Mahasiswa Universitas Riau, Muhammad Ravi, mengatakan bahwa beleid itu menjadi salah satu penyebab naiknya UKT di sejumlah PTN, termasuk Universitas Riau (Unri).
Ia bilang, peninjauan ulang terhadap Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 sangat dibutuhkan. Pasalnya, kenaikan UKT membuat hampir 50 mahasiswa baru di Unri batal kuliah karena tak sanggup membayar UKT.
"Kalau peraturan ini tidak ditinjau kembali mungkin kedepan calon mahasiswa baru atau anak-anak bangsa yang akan kuliah di Unri akan menutup rapat-rapat harapannya untuk berkuliah," kata Ravi, sebagaimana diberitakan Kompas.com.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV