Dapat Pengakuan Pemerintah, Ijazah Pesantren Harus Berlogo Burung Garuda
Edukasi | 5 November 2023, 05:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah resmi memberikan pengakuan kepada sistem pendidikan di pondok pesantren, pemerintah meminta pondok pesantren menunjukkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di antaranya adalah dengan mewujudkan simbolisasi dokumen akademik dan kurikulumnya.
Sebagai bagian dari itu, ijazah yang dikeluarkan pondok pesantren harus mencantumkan lambang negara Indonesia, yaitu burung garuda.
Baca Juga: Diakui Pemerintah, Kini Lulusan Pesantren Dapat Menyandang Gelar Akademik Ini
Namun demikian, Direktur Pesantren Modern Ikatan Masjid Musalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) Makassar, Sulawesi Selatan, Nyai Hj. Amrah Kasim mengatakan, pesantren memiliki kebebasan penuh menentukan segalanya.
Mulai dari kurikulum, sistem, hingga manajemennya. Tetapi tetap dalam bingkai kesetiaan kepada negara Republik Indonesia.
"Sebenarnya menjadi kewajiban semua elemen bangsa ini, termasuk pondok pesantren yang kurikulumnya berbasis kitab-kitab kuning. Keberadaan pesantren cerminan Islam rahmatan lil alamin," ujar Amrah Kasim kepada Kompas.tv melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (4/11/2023).
Selain itu, pemerintah juga meminta pondok pesantren harus mengakomodir pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam kurikulumnya.
Amrah menjelaskan, hal tersebut terungkap dalam sosialisasi UU No 18/2019 tentang Pesantren, di Pondok Pesantren As'adiyyah, Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang mengambil tema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren".
Pada saat itu disebutkan, bahwa lambang negara dalam ijazah pesantren adalah representasi rekognisi pemerintah kepada pendidikan nonformal pesantren, yakni terkait kesetiaan terhadap empat pilar kebangsaan dan komitmen moderasi beragama.
Pencantuman lambang negara dalam ijazah pesantren sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 31 Tahun 2020.
Pada pasal 26 ayat 2 disebutkan bahwa ijazah yang dikeluarkan oleh pesantren harus mencantumkan lambang negara di bagian paling atas, sebagaimana format yang dicontohkan.
Baca Juga: Standar Mutu Pesantren di Indonesia Segera Diterapkan Majelis Masyayikh, Ini Bocorannya
Amrah melanjutkan, pesantren sudah lama menjadi elemen pendidikan nasional yang berkontribusi besar mendidik anak-anak bangsa sejak era sebelum kemerdekaan.
Alumni pesantren secara personal dan institusional memiliki rekam jejak kuat dalam mendukung dan memperjuangkan kemerdekaan.
Namun di sisi lain terdapat pesantren yang mendapat pengaruh dari transnasionalisme Islam, sehingga tidak mengakui kedaulatan negara, melarang upacara bendera, dan menilai pemerintah taghut.
"Majelis Masyayikh akan terus berkomitmen menjaga pesantren agar tetap menjadi tempat yang mengedepankan ajaran Islam yang damai. Jika ada kekerasan atau radikalisme di pesantren, kita (Majelis Masyayikh) pertanyakan, karena itu bertentangan dengan UU pesantren,” tutur Amrah, yang juga anggota Majelis Masyayikh ini.
Sebagai informasi, Majelis Masyayikh adalah lembaga induk penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren, dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dengan menetapkan 9 orang anggota dari unsur pesantren di Indonesia.
Pembentukan Majelis Masyayikh menjadi konsekuensi dari pengakuan pemerintah sepenuhnya terhadap pesantren, sehingga pesantren harus dapat menjaga mutunya secara mandiri.
Amrah mengatakan, Pemerintah telah mengakui pondok pesantren sebagai satuan pendidikan non formal yang menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).
Melalui Undang-Undang Pesantren pemerintah mengakui lulusan pesantren setara dengan satuan pendidikan formal yang selama ini dinaungi negara.
Dalam penjelasan UU No 18/2019 Tentang Pesantren disebut, pendidikan non formal di pesantren tidak sekedar pelengkap (komplemen), tambahan (suplemen), atau pengganti (substitusi), melainkan menjadi pendidikan utama dengan pengajian kitab kuning sebagai fokus pembelajaran.
KH. Muhyiddin Khotib, Dosen Ma'had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur meminta pesantren menerima rekognisi atau pengakuan pemerintah ini secara positif.
Dukungan pemerintah bukan bentuk intervensi kepada pesantren karena tidak ada satu pun dari sistem pendidikan pesantren yang diubah oleh pemerintah.
Justru pengakuan pemerintah memberi angin segar bagi lulusan pesantren agar tidak teralienasi dalam lingkup yang sempit.
Dengan pengakuan pemerintah ini, santri bisa melanjutkan ke sekolah manapun.
Termasuk melamar kerja di mana pun, bahkan dapat melamar sebagai anggota TNI-Polri dan kedinasan lainnya.
Baca Juga: Majelis Masyayikh Dorong Mutu Pesantren, Pemerintah Siap Gelontorkan Rp250 Miliar
Dengan legalitas yang diakui, maka isu yang diperjuangkan pesantren hanyalah tentang kualitasnya.
“Melalui peran Majelis Masyayikh dan Dewan Masyayikh diharapkan pesantren dapat terus berkembang dan memberikan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan komitmen kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang damai,” pungkasnya.
Penulis : Deni Muliya Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV