Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Sawahlunto Ciptakan Detektor Kebocoran Gas
Edukasi | 7 September 2023, 05:30 WIBSAWAHLUNTO, KOMPAS.TV - Dua siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) menciptakan alat pendeteksi gas metana berbasis Internet of Things (IoT).
Karya Bebrina Latif Azzahra (14) dan Raisya Qurrata Aini (14) ini menjadi salah satu finalis di ajang Madrasah Young Researcher Supercamp (MYRES) 2023 yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Islam (Pendis), Kementerian Agama (Kemeng) RI di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 3-7 September 2023.
Baca Juga: Banten Juara Umum, Kemenag Tutup Kompetisi Sains Madrasah Tingkat Nasional
Sebagaimana diketahui, gas metana bisa ditemukan di area tambang dan sering menyebabkan ledakan apabila terpicu percikan api.
Namun, di Sawahlunto, Sumatera Barat, kasus ledakan di dalam area tambang menjadi cerita lama yang masih sering terjadi.
Hal inilah yang memotivasi kedua siswa Mts negeri tersebut untuk menciptakan alat sederhana yang bermanfaat.
Alat utama rakitan dua siswa kelas 9 itu wujudnya kotak persegi seukuran receiver antena, yaitu 15x10x5 cm.
Di dalamnya ditanam rangkaian sirkuit yang mesin utamanya adalah Enhanced Smart Power (ESP) 8266.
"Ini berfungsi sebagai otak yang dapat menganalisa reseptor," kata Bebrina Latif Azzahra yang akrab dipanggil Zahra.
Kemudian di sisi lain, ada sensor yang ditempatkan di titik-titik rawan yang dideteksi.
Sensor yang dipakai adalah MQ2, alat seukuran tutup botol yang didukung IC circuit, yang dapat membaca parameter gas.
"Alat ini dapat mengenali gas-gas yang mudah terbakar dengan sensitifitas yang dapat diatur," imbuh Zahra.
Menurutnya, sensor MQ2 ini disandingkan dengan sensor DHT-11.
Sensor yang kedua itu dapat mendeteksi suhu dan kelembapan serta dapat memberikan nilai kelembaban relatif dalam bentuk prosentase (20%-90%) dan dalam derajat celsius.
Antara sensor dan penerima tidak dihubungkan dengan kabel karena ia menggunakan sinyal internet.
Pada pengetesan yang dilakukan kedua siswa itu didampingi guru pembimbing, Seprian Yusril.
Mereka mengambil lokasi di area tambang Bukit Asam di Sawahlunto, 31 Juli lalu, dan alat tersebut bekerja dengan baik di kedalaman 800 meter di terowongan sepanjang 6 kilometer.
Nah, bagaimana pengguna dapat membaca hasil analisa ISP?
Baca Juga: Olimpiade Sains Kemenag: Madrasah se-Indonesia Beradu Sains di Tingkat Nasional
Bebrina Latif Azzahra menjelaskan, ESP sudah dihubungkan dengan ponsel yang telah diinstal aplikasi Blynk.
Aplikasi yang kompatibel untuk iOS dan Android ini dapat membaca segala parameter yang dapat ditangkap ESP.
Ia dapat melakukan tindakan, misalnya mengendalikan perangkat hardware, menampilkan data sensor, menyimpan data, visualisasi, dan lain-lain.
Zahra mengatakan, alat ini memiliki sensitifitas tinggi. Pada pengujian di area tambang, situasinya kepadatan gas metana mencapai 151 ppm.
"Tetapi yang jauh lebih kecil juga bisa ditangkap," ujar Zahra.
Bila kepadatan metana mencapai 5000 ppm, maka ponsel akan mengeluarkan alarm warning.
Alat ini sangat aplikatif karena dapat digunakan untuk rumah tangga dan perorangan.
Misalnya, mendeteksi kebocoran gas elpiji di dapur, gas kotoran hewan pada peternakan, dan bocoran gas karbon yang merembes ke kabin kendaraan.
Banyaknya kemampuan ini karena sensor yang dipasang dapat diset untuk mengenali berbagai jenis gas seperti metana (CH4), karbon dioksida (CO2), etana (C2H6), hidrogen sulfida (H2S), dan lain-lain, tergantung penyetelannya.
Baca Juga: Kemenag Buka Kompetisi Sains Madrasah Nasional, Bangun Jaringan Sosial Talenta Muda Berbakat
Perangkat canggih ini hanya sampai pada percobaan dan belum pernah diproduksi. Harganya terbilang murah.
Untuk merakit dari nol, biayanya tak sampai Rp500 ribu.
"Tapi alatnya harus beli di Jakarta," katanya, menegaskan.
Penulis : Deni Muliya Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV