> >

Ini Sederet Masalah PPDB 2023: Numpang KK, Pungli, hingga Jual Beli Kursi

Sekolah | 12 Juli 2023, 11:55 WIB
Foto ilustrasi. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini menimbulkan banyak kontroversi. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini menimbulkan banyak kontroversi. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pun meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem PPDB. Mereka menilai PPDB saat ini sudah melenceng dari tujuannya. 

"Evaluasi serta tinjau ulang sistem PPDB sangat penting karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulisnya kepada media, Senin (11/7/2023). 

Dari hasil penelusuran P2G, ada sejumlah permasalahan yang terjadi dalam PPDB. Masalah pertama adalah migrasi domisili melalui Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit. Dimana calon siswa menitip KK sesuai domisili ke KK warga sekitar.

Baca Juga: Masalah Kecurangan PPDB Zonasi, Pengamat: Semua Sekolah Harus Unggulan

"Itu sekaligus menunjukkan fakta bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata sehingga orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," ujar Satriawan. 

Masalah kedua, banyak sekolah yang kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.

Ia mencontohkan DKI Jakarta, jumlah Calon Peserta Didik Baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen.

"Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri sehingga swasta menjadi pilihan terakhir,” ucapnya. 

Masalah ketiga, saat ada sekolah kelebihan siswa, ada juga sekolah yang kekurangan siswa karena sepi peminat. Lantaran di beberapa daerah jumlah calon siswa yang sedikit, tapi jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan.

Baca Juga: Panduan Daftar Ulang dan Cek Hasil Pengumuman PPDB Banten 2023 untuk SMA dan SMK

Seperti yang terjadi di Batang yaitu ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022 dan di Jepara tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriansyah menerangkan, masalah-masalah tersebut berdampak serius terhadap guru yakni bisa tidak mendapat Tunjangan Profesi Guru karena kekurangan jam mengajar 24 jam per minggu.

"Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya menggabungkan sekolah negeri serta memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah," kata Feriansyah. 

Masalah selanjutnya dalam PPDB, adalah praktik jual beli kursi, pungutan liar, dan siswa titipan dari pihak tertentu seperti halnya ditemukan di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

Kemudian, banyak juga siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi yang tidak dapat tertampung di sekolah negeri.

Baca Juga: PPDB Banyak Kecurangan, DPR akan Panggil Mendikbud Nadiem Makarim

"Bagi P2G sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," sebutnya. 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyatakan, pemerintah daerah (pemda) harus lebih kreatif dalam menerapkan PPDB dengan sistem zonasi.

Pernyataan ini menanggapi kasus manipulasi data kependudukan untuk kepentingan mendaftar PPDB jalur zonasi, yang disampaikan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya.

"Saat PPDB zonasi diterapkan, jika belum memungkinkan untuk menambah sekolah, maka sejumlah daerah menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak atas pendidikan, misalnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta yang pembiayaan peserta didik baru hingga lulus ditanggung melalui APBD," tutur Heru dalam keterangan resminya. 

Ia menilai, manipulasi data dengan cara pindah Kartu Keluarga (KK) tidak akan terjadi jika sistem kependudukan di daerah sudah melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan, maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Baca Juga: Walkot Bogor Temukan 208 Data Palsu PPDB Sekolah, Komisi X DPR: Sistem Zonasi Perlu Dievaluasi!

Ia menegaskan, PPDB sudah digelar sejak 2017, seharusnya segala kecurangan bisa diantisipasi. 

"Kemendikbudristek sudah menerapkan kebijakan PPDB sistem zonasi sejak tahun 2017, dan kecurangan seharusnya bisa diantisipasi jika pengawasan di daerah sudah baik," ujarnya. 

"Pemerintah pusat melalui APBN juga menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan dan memiliki lahan yang sesuai standar nasional pendidikan," tambahnya. 

Dia mengatakan beberapa daerah selama ini telah berinisiatif menambah sekolah negeri karena menyadari bahwa penyebarannya belum merata.

"Sejumlah kepala daerah yang sudah menambah sekolah negeri di antaranya Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang 9 SMPN, Kota Pontianak 1 SMAN, Kota Depok 1 SMAN, dan DKI Jakarta 10 SMKN," lanjutnya. 

Selain itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri.

Baca Juga: Kecurangan PPDB Sekolah, Pengamat: Faktanya Ini Sudah Bentuk Korupsi yang Diajarkan Sejak Kecil

Terkait penambahan sekolah, kata dia, pemerintah pusat hanya memfasilitasi pembangunan gedung, sedangkan tanahnya harus disediakan pemerintah daerah.

"Ini bentuk kolaborasi yang harus terus berjalan dan patut didukung," sambungnya. 

Menurut dia, sejak diberlakukan PPDB zonasi, permasalahan kependudukan dan penyebaran sekolah yang tidak merata perlahan mulai bisa diatasi.

"Seiring waktu, permasalahan kependudukan dan penyebaran sekolah yang tidak merata sudah dapat diatasi dengan baik oleh sejumlah daerah, yakni dengan memperkuat sistem di Dukcapil agar tidak terjadi manipulasi terkait data kependudukan," tuturnya.

Untuk itu, Heru berpesan kepada seluruh kepala daerah agar segera mengevaluasi dan menjatuhkan sanksi pada jajarannya, jika ditemukan manipulasi data kependudukan yang melibatkan jajaran birokrasi untuk keperluan PPDB zonasi.

Menurut dia, saat ini mayoritas publik sudah dapat menerima PPDB sistem zonasi.

"Meskipun masih ada kekurangan, harus diakui bahwa sistem ini jauh lebih berkeadilan, serta mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk membangun sekolah negeri baru, tanpa membunuh sekolah swasta yang sudah berkontribusi lama bagi pendidikan selama ini," tutupnya. 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU