Beratnya Syarat Jadi Guru Besar, Banyak Dosen Tertipu Oknum Jurnal Ilmiah Internasional Abal-abal
Kampus | 10 Februari 2023, 14:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Investigasi Harian Kompas mengungkap beratnya syarat menjadi guru besar hingga banyak dosen yang tertipu jurnal internasional abal-abal, Jumat (10/2/2023).
Untuk menjadi guru besar, dosen setidaknya harus memenuhi syarat berikut ini:
- Memiliki ijazah doktor (S3) atau yang sederajat
- Paling singkat tiga tahun setelah memperoleh ijazah doktor (S3)
- Mempublikasikan karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi
- Berpengalaman sebagai dosen paling singkat 10 tahun
Tak bisa sembarangan, jurnal internasional berkualitas harus memenuhi setidaknya sepuluh syarat. Pertama, sesuai dengan kaidah ilmiah dan etika akademik.
Kedua, memiliki International Standard Serial Number (ISSN). Ketiga menggunakan bahasa resmi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Keempat, memiliki terbitan versi daring.
Kelima, dewan redaksi adalah pakar di bidangnya minimal dari empat negara. Keenam, penulis artikel tiap penerbitan minimal dari dua negara. Ketujuh, alamat jurnal dapat ditelusuri daring.
Kedelapan, proses review dilakuan dengan baik dan benar. Kesembilan, jumlah artikel setiap penerbitan wajar dengan format yang konsisten. Terakhir, tidak terdaftar sebagai jurnal yang diragukan.
Baca Juga: Akal-akalan Dosen Klaim Skripsi Mahasiswa di Jurnal Internasional Demi Gelar Guru Besar
Selain itu, dosen senior harus sedikitnya memiliki angka kredit kumulatif minimal 850 untuk jenjang Pembina Utama Madya atau 1.050 untuk jenjang Pembina Utama.
Selain itu, menurut Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Akademik/Pangkat Dosen 2019, jabatan Guru Besar atau profesor harus setidaknya memenuhi angka kredit kumulatif dari tugas pokok dan tugas penunjang.
Tugas pokok yang merupakan nilai tertinggi dari angka kredit, terdiri dari pelaksanaan pendidikan, penelitian, serta pengabdian masyarakat.
Tiga unsur tersebut memuat 90 persen dari angka kredit. Persentase terbesar ada di unsur penelitian, yakni sekitar 45 persen.
Di unsur pelaksanaan pendidikan, persentase nilai yang dihitung sebanyak 35 persen. Lalu unsur pengabdian masyarakat setidaknya mencapai 10 persen. Sisanya, sebesar 10 persen, merupakan unsur penunjang.
Untuk mengejar angka kredit penelitian, sejumlah upaya dilakukan para dosen, termasuk menggunakan sumber internal kampus maupun joki dari luar.
Sejumlah dosen senior atau kampus membuat tim khusus yang membantu percepatan proses menjadi guru besar. Namun, tim ini justru dimanfaatkan dosen untuk melakukan seluruh proses penelitian hingga penerbitan karya ilmiah.
Baca Juga: Demi Gelar Guru Besar, Sejumlah Dosen Senior dan Kampus Terlibat Perjokian Karya Ilmiah
Peran dosen calon guru besar pun tak jarang sangat minim atau kurang aktif dalam proses penelitian. Akan tetapi, namanya tetap ditulis sebagai penulis pertama, sehingga mendapatkan 60 persen kredit dari artikel yang dipublikasikan dalam jurnal internasional.
Investigasi Kompas juga menemukan bahwa banyak dosen dan calon guru besar di kampus negeri maupun swasta yang tertipu calo jurnal berinisial MR.
MR merupakan chief editor di jurnal ilmiah internasional abal-abal Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI) yang ternyata berkantor di pinggiran Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
MR menawarkan jasa kepada para dosen untuk menerbitkan artikel di BIRCI atau jurnal internasional.
BIRCI juga sempat terindeks Sinta 3. Namun, Kemendikburistek mencabut akreditasi itu per 27 Mei 2022.
MR yang ditemui tim investigasi Harian Kompas di Deli Serdang mengatakan, jurnal seharusnya tak perlu akreditasi pemerintah karena tidak dikelola kampus.
"Seolah kalau dicabut akreditasinya, jurnal ini tak berlaku lagi. Mana bisa begitu," ujarnya dilansir dari Kompas.id.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.id