Akal-akalan Dosen Klaim Skripsi Mahasiswa di Jurnal Internasional Demi Gelar Guru Besar
Kampus | 10 Februari 2023, 12:02 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tim investigasi Harian Kompas menemukan fakta dosen senior yang mengklaim skripsi mahasiswa saat dimasukkan ke jurnal internasional demi gelar Guru Besar, Jumat (10/2/2023).
Klaim tersebut dilakukan dengan menuliskan nama dosen calon guru besar di artikel yang dimuat di jurnal internasional.
Padahal, isi artikel tersebut identik dengan skripsi mahasiswa.
Praktik itu terjadi di Universitas Esa Unggul (UEU) Jakarta. Seorang dosen senior sekaligus petinggi di kampus tersebut yang berinisial AKAP tertulis sebagai peneliti pertama dalam sebuah artikel jurnal internasional.
Belakangan, artikel yang dipublikasikan oleh jurnal Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI) Swiss tanggal 23 Januari 2023 itu sama persis dengan skripsi mahasiswa S1 UEU berinisial RAS.
Di artikel jurnal MDPI, dosen AKAP tercatat sebagai penulis utama.
Padahal, penulis pertama sebuah jurnal ilmiah merupakan principal investigator atau orang yang kontribusinya paling besar dalam penciptaan karya ilmiah.
Sang mahasiswa, RAS, hanya ditulis sebagai penulis kedua walaupun materi di jurnal MDPI itu persis dengan isi skripsinya. Mulai dari jumlah responden, jumlah kuesioner, metodologi, hingga bentuk grafis yang dimuat.
"Iya betul, sama," ungkap RAS, Selasa (31/1) dilansir dari Kompas.id.
Baca Juga: Demi Gelar Guru Besar, Sejumlah Dosen Senior dan Kampus Terlibat Perjokian Karya Ilmiah
Total ada delapan penulis di dalam artikel jurnal MDPI itu.
Selain AKAP dan RAS, ada empat dosen UEU lain, yakni TYRS, EMS, MPD, OS. Bahkan, ada dua dosen dari universitas di Malaysia yang namanya juga tercantum di sana.
Sebelumnya, RAS memang telah diberitahu oleh salah satu dosen pembimbingnya, yakni TYRS, bahwa skripsinya akan dijadikan artikel di jurnal internasional.
TYRS juga mengatakan, ada dosen-dosen UEU lain yang akan masuk sebagai tim penulis. Padahal, hanya ada nama TYRS yang tertulis sebagai dosen pembimbing di lembar pengesahan skripsi RAS.
Salah satu dosen lain, yakni MPD, menegaskan bahwa semua nama yang tercantum di dalam artikel jurnal tersebut memiliki kontribusi.
“Saya yang mengolah artikel. Jangan berpikir sempit, yang masuk ke artikel hanya yang benar-benar membimbing,” tegas MPD.
TYRS mengatakan, dosen calon guru besar AKAP tertulis sebagai penulis pertama karena ide penelitian itu berasal darinya yang juga menjadi dosen pembimbing RAS. Ia juga menyebut, AKAP terlibat sejak awal bimbingan skripsi RAS.
Baca Juga: Joki Skripsi Raih Cuan Rp12 Juta per Bulan, Urusan Risiko Belakangan (IV)
"Kami kasih ide ini ke mahasiswa," kata TYRS sambil menunjukkan log book bimbingan.
Pernyataan TYRS itu pun dibantah RAS. Ia mengaku memilih ide skripsi sendiri karena dirinya memiliki informasi awal dan narasumber yang mendukung skripsinya.
Berdasarkan Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen Tahun 2019, halaman 37 Kemendikbud, penulis pertama sekaligus sebagai penulis korespondensi berhak mendapatkan nilai 60 persen dari angka kredit karya ilmiah tersebut.
Jika penulis korespondensi tidak sekaligus sebagai penulis pertama, maka penulis korespondensi dan penulis pertama berhak mendapatkan nilai masing-masing 40 persen dari angka kredit karya ilmiah tersebut.
Sebanyak 20 persen sisanya dibagi kepada penulis pendamping.
Khusus penulis karya ilmiah yang hanya terdiri atas penulis pertama dan penulis korespondensi, maka keduanya berhak mendapatkan nilai masing-masing 50% dari angka kredit karya ilmiah tersebut.
Publikasi artikel pada jurnal internasional itu digunakan oleh dosen untuk memenuhi syarat khusus kenaikan jabatan akademik.
Salah satu syarat memperoleh gelar Guru Besar, dosen harus memiliki kumulatif minimal angka kredit sebesar 850 hingga 1.050.
Baca Juga: Joki Skripsi, Dosen pun Menawarkan kepada Mahasiswa yang 'Mentok' (II)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas.id