> >

Lev Yashin, Gagal di Piala Dunia, Jadi Kiper Terbaik Sepanjang Masa, Meninggal dengan Satu Kaki

Kompas sport | 29 Agustus 2022, 10:54 WIB
Aksi Lev Yashin saat menyelamatkan gawang dari kebobolan, diabadikan dalam lukisan . (Sumber: BBC)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Dikenang sebagai salah satu kiper terbaik sepanjang masa, Lev Yashin bermetamorfosa dari seorang buruh pabrik, menjadi pahlawan Uni Soviet dalam dunia sepak bola. FIFA menyebutnya sebagai bintang internasional cum ikon dengan jersey dan topi pet hitam. 

Sayang, nasib tragis menimpa Yashin di penghujung usia, ia meninggal dengan hanya memiliki satu kaki.

Bagaimana kisah seorang buruh pabrik, bisa menjadi pesepak bola hebat dan pahlawan Soviet, hingga meninggal dengan satu kaki?

Baca Juga: Jadwal Piala Dunia 2022 Qatar Kemungkinan Diubah Sehari Demi Tradisi

Disarikan dari otobiografinya, BBC menyebut Yashin lahir pada 1929. Ketika usianya menginjak 12 tahun, Yashin dievakuasi dari Moskow ke Ulyanovsk bersama keluarga, tepat pada musim gugur 1941, saat Nazi mengepung St Petersburg, tempat yang hanya berjarak 70 km dari ibu kota.

Di Ulyanovsk, sekitar 800 km sebelah timur Moskow, ayahnya lantas bekerja di pabrik amunisi. Yashin menggeluti pekerjaan serupa, menjadi pembuat peluru di usianya ke-13 tahun. Saat itu pula, Yashin bergabung dengan tim sepakbola pabrik amunisi. 

Memasuki usia 18 tahun, Yashin nyaris putus asa karena menderita gangguan saraf.

Ia menulis, "Apakah itu depresi? Saya tidak tahu. Kelelahan yang terakumulasi selama bertahun-tahun, membuat sesuatu dalam diri saya tiba-tiba pecah. Saat itu saya tidak merasakan apa-apa kecuali kekosongan." 

Seorang teman dari tim sepakbola pabrik menyarankan Yashin agar menjadi sukarelawan militer saja, demi melakukan "terobosan" besar dalam hidup.

Yashin benar-benar menuruti saran itu. Benar saja, ia menikmati tugas militer sembari bermain di klub bola, menemukan semangat hidup, dan berkomitmen menekuni sepak bola secara serius. 

Arkady Chernyshev, seorang pelatih Dynamo Moscow usia muda, menemukan bakat Yashin, menariknya bergabung ke tim ibu kota. Pada tahun 1953, hanya empat tahun setelah mendaftar, ia sudah dipercaya mengisi skuad inti tim senior Dynamo.

Baca Juga: Ketika Kualifikasi Piala Dunia Picu Perang di Amerika Tengah

Liv Yashin saat beraksi di lapangan. (Sumber: BBC)

Sepanjang karir, Yashin menepis 150 tembakan penalti, membuatnya dijuluki sebagai "Laba-Laba Hitam". Ia membela Uni Soviet dalam empat edisi Piala Dunia secara heroik, kendati gagal menggondol satu pun trofi.

Sepuluh tahun sejak bergabung dengan Dynamo, pada Desember 1963, Yashin dianugerahi trofi Ballon d'Or, sebuah penghargaan prestisius yang hanya diberikan untuk pemain terbaik di dunia. Hingga kini, ia jadi satu-satunya penjaga gawang pemenang titel itu.

Momen saat Yashin memenangkan Balon d'Or, bertepatan dengan Dynamo menyegel gelar liga kelima di kompetisi lokal. Kala itu, ia mencatatkan salah satu rekor terbaik, cuma bobol tujuh gol dalam 27 pertandingan.

France Football, majalah yang menginisiasi penghargaan Ballon d'Or, menulis bahwa Yashin telah "merevolusi peran kiper yang tidak ada duanya, selalu siap untuk bertindak sebagai bek tambahan" dan "memulai serangan balik berbahaya dengan posisi dan lemparan cepatnya".

Peran itu, yang kini dikenal dengan sebutan sweeper, agaknya mirip dengan apa yang dipraktikkan Manuel Neuer kala membawa Jerman jadi kampiun Piala Dunia 2014.

Penyair Soviet, Yevgeny Yevtushenko, bahkan membuat pembukaan puisinya yang terinspirasi dari Yashin: "Sekarang inilah revolusi dalam sepak bola / Kiper datang bergegas keluar dari garisnya."

Baca Juga: Daftar Para Top Skor Piala Dunia di Tiap Edisi Sejak 1930-2018

Kendati punya karir yang cemerlang, masa tua Yashin terbilang tragis. Ia kehilangan satu kakinya karena diamputasi, akibat penyakit thrombophlebitis. Ia juga meninggal akibat kanker lambung, tepat pada 20 Maret 1990.

Untuk mengenang kehebatan Yashin, sebuah patung didirikan dengan megah di Stadion Dinamo, Moskow. Selain itu, namanya juga dipakai sebagai nama penghargaan kiper terbaik, atau trofi Yashin.

Baca Juga: Piala Dunia Qatar 2022: Misteri Gol Hantu Frank Lampard, Pemicu Teknologi Garis Gawang

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/BBC


TERBARU