Sengketa PSSI vs Mata Najwa, Disarankan Dibawa ke Dewan Pers
Kompas sport | 5 November 2021, 14:43 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - PSSI akhirnya memilih untuk menempuh jalur hukum dan menggugat acara Mata Najwa guna mencari tahu identitas asli Mr. Y, wasit yang mengaku melakukan pengaturan skor di Liga 1 2021.
"Saya akan melapor atau menggugat ke pengadilan bahwa Mata Najwa mempunyai data orang yang diduga merusak dan mengaku dirinya mengatur (pertandingan)," kata Ahmad Riyadh selaku Ketua Komite Wasit dikuitp dari Antara, Jumat (5/11/2021).
Baca Juga: Resmi, PSSI Larang Wasit Musthofa Pimpin Pertandingan
"Kalau memang mau berniat membantu PSSI untuk menegakkan aturan, seharusnya mereka membuka (identitasnya)," ujarnya.
Menurut Ahmad Riyadh, PSSI ingin memperjuangkan pengguguran hak tolak yang dimiliki Mata Najwa sebagai media jurnalistik.
Hak tolak, berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, merupakan hak yang dimiliki wartawan untuk menolak mengungkapkan identitas narasumber berita yang perlu dirahasiakan.
Hak tolak sendiri bisa digugurkan jika hal itu berkaitan dengan kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan pengadilan.
Hal itu tertuang dalam Ayat 4 Pasal 4 UU yang sama, poin ini yang kemudian ingin diperjuangkan oleh PSSI melalui jalur hukum.
Namun, Ketua Dewan Pers periode 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo, lebih menyarankan PSSI menyelesaikan sengketa dengan Mata Najwa melalui Dewan Pers.
Menurut Yosep, pilihan jalur hukum tidak akan membuat jalan PSSI dalam mengungkapkan mafia pengaturan skor menjadi lebih mudah.
Mengingat, kerja pers dilindungi dua kekuatan hukum lain yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008 dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Semua regulasi itu akhirnya akan mengarah pada satu kesimpulan dan sengketa terkait produk jurnalistik harus diselesaikan oleh Dewan Pers.
"Di Dewan Pers, tim Mata Najwa tidak boleh menutupi semua informasi yang didapatkannya. Namun, nantinya Dewan Pers hanya sampai kepada kesimpulan apakah sebuah produk itu sesuai kaidah jurnalistik atau tidak.”
"Jika sesuai, maka PSSI harus menghormati Undang-Undang Pers. Namun, jika tidak, maka bisa dilakukan tindakan lanjutan," kata Yosep.
Pria yang juga merupakan pendiri Asosiasi Jurnalistik Indonesia (AJI) itu bercerita tentang kasus seorang narasumber yang pernah memberikan keterangan palsu di televisi.
Peristiwa yang terjadi sekitar 2010 itu berakhir dengan penangkapan sang narasumber oleh polisi.
"Dahulu pernah terjadi, seseorang bercerita tentang dirinya mafia kasus di kepolisian dan mengaku sering keluar masuk Mabes Polri. Ternyata setelah itu dia ditangkap dan diperiksa ternyata memang rekayasa," tutur Yosep.
Sementara itu, Pemimpin redaksi Narasi atau PT Narasi Media Pracaya, Zen Rachmat Sugito, selaku pihak yang memproduseri Mata Najwa buka suara.
Zen sendiri merasa pesimistis jika PSSI bisa membawa masalah ini sampai ke atas meja hijau.
Sebab, produk dan kerja jurnalistik di Indonesia punya tiga kekuatan hukum yang bisa melindungi para pekerjanya.
"Pak Ahmad Riyadh adalah seorang pengacara yang seharusnya mengetahui UU Pers. Kalau memang mau mempermasalahkan soal narasumber kami, sebaiknya dibawa ke Dewan Pers karena akan buang-buang waktu ke pengadilan," ujar Zen.
Zen menyarankan, PSSI bisa menggunakan jalur hak uji materiil (judicial review) di Mahkamah Konstitusi jika memang tetap mempermasalahkan soal hak tolak dalam UU Pers.
"Silakan saja kalau mau mengajukan judicial review soal hak tolak itu ke Mahkamah Konsitusi," tutur Zen.
Baca Juga: Kasus Pengaturan Skor Perserang, Ini Hukuman yang Diputuskan Komdis PSSI
Penulis : Kiki Luqman Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV