> >

Dorong Kebebasan Berpakaian, Atlet Perempuan Ramai-Ramai Tolak Pakai Seragam Erotis

Kompas sport | 30 Juli 2021, 07:06 WIB
Atlet dayung Indonesia, Mutiara Rahma Putri dan Melani Putri mengenakan hijab di Olimpiade Tokyo 2020. (Sumber: tribunnews.com)

TOKYO, KOMPAS.TV - Atlet-atlet perempuan dari berbagai negara dan agama menyuarakan kebebasan berpakaian, tak terkecuali penggunaan seragam yang lebih tertutup di banyak tunamen olahraga, termasuk di Olimpiade Tokyo 2020.

Penggunaan pakaian yang tertutup barangkali identik dengan umat Islam. Para atlet muslim perempuan pun sejak dahulu berjuang agar dapat tampil dalam turnamen olahraga dengan tetap menggunakan hijab.

Akan tetapi, makin banyak atlet perempuan dari negara dan agama lain yang mendorong kebebasan penggunaan seragam yang tidak menonjolkan seksualitas atau erotis.

Pada Olimpiade Tokyo, tim senam Jerman memilih menggunakan seragam unitard yang lebih tertutup. Biasanya, atlet senam menggunakan seragam bernama leotard yang terbuka hingga area paha.

“Kami ingin menunjukkan bahwa semua perempuan, semua orang bebas memutuskan pakaian yang mereka kenakan,” ujar Elisabeth Seitz, salah satu atlet senam Jerman, dilansir dari Time.com.

Baca Juga: Perjuangan Atlet Indonesia Hari Ini, Hendra/Ahsan Berebut ke Final dan Sprinter Alvin Siap Melesat

Sarah Voss, atlet senam perempuan Jerman yang ikut mendukung kebebasan berpakaian seragam di Olimpiade Tokyo 2020. (Sumber: AP Photo/Ashley Landis)

Tim senam Jerman juga mengenakan unitard pada Kejuaraan Senam Artistik Eropa 2021. Pihak Federasi Senam Jerman menyatakan dukungan atas keputusan para atlet itu.

Mereka menyebut keputusan penggunaan seragam itu adalah untuk melawan “seksualisasi di dunia senam”. 

Asosiasi Psikolog Amerika (APA) salah satunya memberi definisi seksualisasi sebagai tindakan menilai seseorang hanya dari tampilan dan perilaku seksual yang melupakan kemampuan atau karakteristik lainnya.

Senada dengan itu, pesenam Jerman Sarah Voss juga mengatakan, ia ingin menjadi “teladan bagi para pesenam muda yang tidak selalu merasa aman.” 

Voss juga ingin para pesenam bebas memilih mengenakan leotard atau unitard sesuai kemauan mereka.

Langkah tim senam Jerman ini tak lepas dari terungkapnya kasus pelecehan oleh mantan atlet Amerika Serikat Larry Nassar. Mengutip Time, Nassar melecehkan banyak pesenam selama puluhan tahun.

Keputusan serupa juga diambil tim bola tangan pantai perempuan Norwegia. Mereka menolak mengenakan bikini dalam Kejuaraan Euro 2021.

Keputusan tim Norwegia ini muncul karena ada perbedaan seragam yang mencolok bagi atlet perempuan dan laki-laki. 

Saat atlet perempuan harus mengenakan bikini, atlet laki-laki dapat memakai kaos dan celana pendek.

Baca Juga: Lifter Rahmat Erwin Abdullah Sumbang Medali Ketiga Indonesia di Olimpiade Tokyo

“Ini harusnya menjadi olahraga yang inklusif, bukan eksklusif,” ujar Katinka Haltvik, salah satu pemain bola pantai perempuan Norwegia, dikutip dari NRK.no.

Asosiasi Bola Pantai Eropa menjatuhkan sanksi denda 1.500 Euro pada tim Norwegia karena mengenakan pakaian tidak sesuai aturan. 

Namun, tim Norwegia mendapat banyak dukungan dari banyak pihak. Federasi Bola Pantai dan Menteri Kebudayaan Olahraga Norwegia ikut mendukung keputusan atlet-atlet mereka.

Bahkan, penyanyi bintang Pink ikut memberi dukungan dengan menawarkan membayar denda untuk tim Norwegia.

“Aku sangat bangga pada tim bola tangan pantai perempuan Norwegia yang memprotes aturan sangat seksis menyoal seragam mereka,” tulis Pink lewat akun Twitter miliknya.

Sebelumnya, atlet perempuan muslim juga mendapat masalah saat memutuskan mengenakan hijab.

Federasi Basket Internasional (FIBA) sempat melarang atlet mengenakan hijab. Seorang atlet asal Amerika bernama Bilqis Abdul-Qaadir menjadi salah satu korbannya.

Bilqis tak boleh bermain sebagai pemain profesional akibat aturan FIBA itu. Akan tetapi, ia menolak mengalah dan membawa masalah ini ke pengadilan.

Barrack Obama saat memperkenalkan Bilqis Abdul-Qadir pada 2009 karena Bilqis meraih rekor pencetak skor terbanyak sebagai pemain basket SMA. (Sumber: AP Photo/Gerald Herbert)

“Perempuan sering tak memiliki kesempatan atau tidak mendapat ruang yang memberi rasa aman dan diatur cara mereka berpakaian. Aku ingin menyediakan ruang di mana perempuan Muslim lain dapat merasa aman,” ujar Bilqis, dikutip dari cbc.ca.

Bilqis berjuang selama 4 tahun melawan aturan itu. Belakangan, ia mendapat banyak dukungan, salah satunya berupa petisi yang ditandatangani 137 ribu orang.

Pada 2017, FIBA akhirnya mengubah aturan mereka. Kini, pebasket perempuan dapat mengenakan hijab saat bertanding.

Baca Juga: Voice of Baceprot, Hijaber Garut Hentak Panggung WOA 2022 Bareng Limp Bizkit dan Slipknot

Atlet perempuan mengenakan hijab pun makin sering terlihat. Bahkan, Olimpiade Tokyo 2020 mencetak sejarah baru bagi para wasit pula lewat kehadiran Sarah Gamal.

Sarah Gamal menjadi wasit pertama yang bertugas memimpin pertandingan basket dengan mengenakan hijab.

“Aku senang dapat membuka jalan bagi banyak wasit perempuan untuk percaya pada keyakinan dan mimpi mereka,” kata Gamal kepada BBC.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Time/BBC/CBC/NRK


TERBARU