Di Balik Mundurnya Muhammadiyah dan NU, Sampoerna dan Tanoto Justru Bisa Dapat Rp20 Miliar Per Tahun
Peristiwa | 23 Juli 2020, 14:15 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memicu kontroversi dan perdebatan publik.
Itu setelah dua lembaga pendidikan yang terafiliasi dengan organisasi kemasyarakat atau ormas Islam menyatakan mundur dari kepesertaan POP.
Keduanya yakni Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah. Kedua lembaga pendidikan itu mundur sebagai bentuk protes.
Baca Juga: Muhammadiyah dan NU Kompak Mundur dari POP Kemendikbud, Begini Kata Pengamat
POP merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kemendikbud yang fokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi, dan karakter.
Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno menilai POP itu adalah program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia.
Untuk itulah, sebagai salah satu garda terdepan bangsa, pada awalnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk ikut bersama mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia.
Bahkan, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah telah mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia.
Namun dalam perjalanannya, Kasiyarno memastikan, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.
Baca Juga: Penjelasan Muhammadiyah Mundur Dari Program Kemendikbud
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," ujar Kasiyarno.
Sementara Ketua LP Maarif NU, Arifin Junaidi, mempermasalahkan proses seleksi yang dinilainya kurang jelas.
Alasan lain mundurnya NU, terang dia, karena saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah di 15 persen dari total sekolah/madrasah atau sekitar 21.000 sekolah/madrasah.
Mereka yang ikut pelatihan, kata Arifin, harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya. Sementara POP harus selesai akhir tahun ini.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV