> >

Pengamat: Legitimasi Pemerintahan Prabowo Akan Turun jika Terapkan PPN 12 Persen

Politik | 24 Desember 2024, 10:26 WIB
Presiden Prabowo Subianto berpidato dalam puncak acara HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024). (Sumber: Tangkapan layar video KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan turun jika kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen benar-benar diterapkan.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana menerapkan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025.

“Iya sebenarnya menurut saya sangat sederhana, bahwa yang pertama, legitimasi pemerintahan ini akan menurun. Itu karena dianggap tidak bisa sensitif, tidak bisa mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan keresahan warga,” kata Kunto dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV dengan tema "PPN 12% Tuai Penolakan, Parpol Saling Tuding", Selasa (24/12/2024).

Baca Juga: PPN 12 Persen, Pengamat: Kebijaksanaan Prabowo Diuji, Patuhi Pemerintahan Jokowi atau Peduli Rakyat

Selain itu, kata Kunto, penurunan legitimasi pemerintahan Prabowo juga bisa disebabkan kesimpangsiuran informasi dan transparansi soal penyebab PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen.

“Apalagi ditambah dengan kesimpangsiuran informasi dan ketidaktransparan ini, sebenarnya kenaikan ini untuk apa sih? Nah ini yang mungkin sangat bisa merongrong legitimasi pemerintahan Prabowo,” ucap Kunto.

“Yang kedua, secara politik juga kalau misalnya kenaikan ini tetap dilanjutkan, maka secara politik akan terjadi, ya kita akan melihat drama saling melempar kesalahan ini akan terus-menerus akan terjadi. Karena tentu tidak ada yang mau disalahkan dengan kondisi yang memang mungkin menimbulkan protes di masyarakat,” tambahnya.

Pada akhirnya, sambung Kunto, situasi tersebut akan membahayakan pemerintahan Prabowo.

Baca Juga: Pengamat: Bantuan 2 Bulan Pemerintahan Prabowo di Awal Kebijakan PPN 12 Persen Hanya Menunda Masalah

“Ini menurut saya akan bahaya. Pada akhirnya kan masyarakat akan mendengarkan siapa gitu kan. Kebingungan ini akan menambah ketidakpuasan dan delegitimasi bagi pemerintahan Prabowo. Ini yang menurut saya, cost (biaya, red) yang paling besar bagi pemerintahan Prabowo,” ujarnya.

Gerindra: UU HPP Inisiasi PDIP

Sebelumnya, politikus Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto, mengatakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengatur kenaikan PPN menjadi 12 persen, digolkan pada periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diusung PDI Perjuangan (PDIP).

“UU HPP ini kan tahun 2021, itu adalah betul pada pemerintahan Presiden Jokowi, tetapi Presiden Jokowi ini kan diusung oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi dalam dialog Kompas Petang yang ditayangkan Kompas TV, Minggu (22/12/2024).

“Jadi inisiasi HPP itu adalah memang insisiasi dari partai yang berkuasa, partai yang mendukung presiden, PDI Perjuangan,” tegasnya.

Menurut Wihadi, jika Presiden Prabowo tidak melaksanakan UU HPP tersebut, bisa muncul anggapan ia melanggar undang-undang.

“Maka undang-undang ini harus dijalankan. Kalau tidak dijalankan, maka Presiden bisa dianggap melanggar undang-undang,” tegasnya.

“Itu bisa juga menjadi pelanggaran Presiden karena tidak menjalankan undang-undang, bisa juga menjadi bola liar yang mungkin dikatakan bahwa Presiden melanggar undang-undang.”

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU