Antara Megawati, Jokowi dan Petugas Partai
Politik | 18 Desember 2024, 12:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Hubungan antara Presiden ke-7 Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berakhir sudah. Padahal, selama satu dasawarsa lebih keduanya menjalin hubungan yang harmonis.
Jokowi maju sebagai kepala daerah, dari wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta hingga presiden disokong penuh oleh partai berlambang banteng moncong putih itu.
Namun, pada Senin (16/12/2024) Jokowi bersama anak dan menantunya (Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution) resmi dipecat dari PDIP.
"Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan partai demokrasi indonesia perjuangan," kata Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun.
Bukan hanya itu, sejak surat tersebut diturunkan, PDIP tidak lagi mempunyai keterkaitan apapun dengan Jokowi. "Dan tidak bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo," katanya.
Baca Juga: Jokowi Mengaku Hormati Keputusan PDIP Pecat Dirinya: Nanti Waktu yang Akan Menguji
Bagaimana hubungan yang semula mesra itu bisa berakhir buruk? Apa persisnya yang menyebabkan Jokowi dan PDIP putus dengan tidak baik-baik saja? Ada beberapa catatan penting yang bisa dijadikan alasan
Petugas Partai
Selama menjadi kepala pemerintahan, baik di daerah maupun di pusat, Jokowi tidak lebih dari petugas partai PDIP. Hal itu sering disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Dia mengatakan status petugas partai itu disematkan karena Jokowi adalah kader PDIP dan juga bisa menjadi pemimpin pemerintahan berkat dicalonkan oleh partainya.
"Lah yang namanya perundangan Republik Indonesia, baca kalian, bahwa yang namanya calon presiden itu apa sih, diusung oleh satu partai atau dan beberapa partai. Orang itu jelas lho, kok terus saya yang di-bully, 'gak boleh nyebut kader, itu petugas partai itu apa'," kata Megawati saat menyampaikan sambutan peresmian Kebun Raya Mangrove pertama di Indonesia, di Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023).
"Saya bilang Pak Jokowi petugas partai. Hayo mau di-bully lagi? Lho yang nyalonkan saya, yang lain ngikut," kata Mega. Bahkan Mega pernah dengan tegas menyatakan, kadernya yang tidak mau disebut petugas partai untuk keluar.
Berniat Perpanjang Masa Jabatan
Hubungan antara Jokowi dan PDIP mulai retak disebut-sebut karena mengusulkan perpanjang masa jabatan presiden jadi tiga periode. Megawati mengungkap niat Jokowi itu, dalam pidatonya saat acara penyerahan duplikat bendera pusaka kepada kepala daerah seluruh Indonesia di Balai Samudra, Jakarta, Senin (5/8/2024).
Baca Juga: Pramono Enggan Tanggapi Kritik Megawati kepada Prabowo soal Makan Bergizi Gratis
”Saya sama Presiden baik-baik saja. Memangnya kenapa? Hanya karena saya dikatakan, saya tidak mau ketika diminta tiga periode (lantas renggang). Karena, saya katanya tidak mau memperpanjang (jabatan presiden). Lho, saya tahu hukum kok (sehingga menolak memperpanjang),” kata Megawati. Setelah pernyataan ini, tampaknya memperjelas posisi Jokowi dan PDIP yang makin tidak harmonis.
Tidak Mendukung Ganjar-Mahfud
Keretakan hubungan keduanya makin mencolok saat Jokowi tidak mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang didukung PDIP untuk maju sebagai calon presiden.
Jokowi mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah putra sulung Jokowi yang masuk dalam bursa pilpres setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin adik iparnya, Anwar Usman, mengubah syarat usia untuk berlaga di Pilpres 2024.
Dan, Ganjar-Mahfud memang kalah dengan perolehan suara hanya belasan persen saja, berada di urutan ketiga. Sementara Prabowo-Gibran melenggang memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Para elite PDIP tampak memperlihatkan kekecewaan pada Jokowi dan Gibran, baik secara langsung maupun tidak. Semenjak kalah di Pilpres, pemecatan Jokowi oleh PDIP memang hanya menunggu waktu.
Dalam diktum putusan yang menjadi alasan pemecatan Jokowi disebutkan, "Saudara Joko Widodo, selaku Kader PDI Perjuangan yang ditugaskan oleh Partai sebagai Presiden Republik Indonesia Masa Bakti 2014-2019 dan 2019-2024, telah melanggar AD/ ART Partai Tahun 2019 serta Kode Etik dan Disiplin Partai dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan Calon Presiden dan Wakil Presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDI Perjuangan pada Pemilu 2024, dan mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju)," kata Komarudin Watubun membacakan surat keputusan itu, yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV