Prabowo Sebut Negara Tetangga Pilih Kepala Daerah Lewat DPRD, Ahli Tata Negara: Ngawur, Tidak Tepat
Peristiwa | 13 Desember 2024, 21:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan bahwa biaya mahal yang menjadi alasan Presiden mewacanakan pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bermasalah.
"Karena sebenarnya kita paham, semua upaya memindahkan konsep pemilihan menjadi tidak langsung lebih daripada upaya konsolidasi yang lebih mudah memenangkan berbagai pertarungan," ujarnya dalam program Kompas Petang (13/12/2024).
Feri juga menyebutkan permasalahan lain terhadap wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini.
"Ini masih bicara evaluasi, tapi kesimpulan sudah disampaikan ke mana-mana, itu sudah tidak tertib dalam upaya mengevaluasi pilkada ini," ujar Feri.
Baca Juga: Sebut Pilkada Mahal, Presiden Prabowo Lempar Wacana Kepala Daerah Kembali Dipilih oleh DPRD
Feri menambahkan, tiga negara yang dijadikan contoh oleh Presiden Prabowo pun tidak tepat.
"Malaysia itu sistemnya parlementer, tentu modelnya ya seperti itu, India dan Singapura adalah sistem pemerintahan campuran, dia ada penggabungan pola," jelasnya.
"Jadi tiga negara yang dijadikan contoh itu ngawur, tidak tepat," imbuh Feri.
Menurut Feri, pernyataan Presiden Prabowo tentang wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD mengisyaratkan kepentingan tertentu untuk mengarahkan berbagai pihak terhadap apa yang dikatakan.
Baca Juga: Menteri Hukum Usulkan Sekitar 44 Ribu Napi Dapat Amnesti Presiden Prabowo, Sebut Sudah Disetujui
Dalam sesi diskusi yang sama, Feri juga memberikan pendapatnya mengenai pilkada yang efektif dan efisien.
Dalam tanggapannya itu, ia menyinggung soal penyelenggara pilkada yang membuang-buang anggaran.
"Bisa dilihat tiap bulan melakukan pertemuan di ibu kota, padahal melalui Zoom juga bisa dilakukan, bisa dilihat bagaimana penggunaan pesawat jet untuk kebutuhan yang dirasa tidak perlu juga dilakukan," papar Feri.
Tidak hanya tentang anggaran, Feri juga menyebutkan bahwa penyelenggara kerap menjadi alat kepentingan partai politik yang dominan.
"Di titik tertentu, kita bisa mengetahui, itu membebankan banyak hal, program-program mereka tidak tepat sasaran untuk penyelenggaraan pemilu yang baik," komentarnya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Panggil Yusril hingga Menkum Supratman ke Istana, Bahas Apa?
Jadi, menurut Feri, biaya mahal bukan soal pemilihan langsung atau tidak langsung, tetapi soal kepentingan bagaimana mau mengendalikan semua hal secara terpusat dan membuka ruang bagi orang-orang tertentu untuk dapat menjadi kepala daerah.
"Saya tidak terbayang kalau ini juga jadi bagian dari jalan agar anak mantan presiden juga punya kesempatan untuk menjadi kepala daerah jauh lebih mudah," katanya.
Usulan Prabowo agar Pilkada dikembalikan ke DPRD disampaikan dalam perayaan Puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-60 Partai Golkar pada Kamis (12/12/2024). Prabowo menyampaikan bahwa ada banyak catatan dalam penerapan sistem pemilu langsung saat ini. Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak malu mengakui bahwa sistem pemilu tersebut sangat mahal. Ia kemudian membandingkan dengan negara lain, seperti Malaysia, Singapura dan India, yang pilkadanya dilakukan oleh DPRD. Itu dinilai lebih efisien dan tidak menelan banyak biaya.
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV